2000_November_Edisi 118_revital:
komik alternatif – menghantar logika yang berbeda
Ade Tanesia/Rohman Yuliawan
Apakah sebuah komik selalu membutuhkan tokoh superhero? Benarkah “kebaikan” selalu menang atas “kejahatan”, jika pemegang kebaikan identik dengan tokoh ras kulit putih sementara kejahatan ditokohi oleh kaum kulit hitam? Apakah komik harus terdiri dari kotak-kotak dan balon kata? Kalau memang tidak punya modal, pakah harus menunggu pemodal untuk menggandakan karya komik?
Pertanyaan-pertanyaan kritis inilah yang akhirnya memunculkan bentuk-bentuk konflik yang menawarkan alternative tema maupun visual.Pada Pekan Komik Nasional ke-3 tahun 1999 diungkapkan tentang munculnya komik-komik bawah tanah (underground) Indonesia. Di Yogyakarta misalnya, komik-komik alternative telah muncul pada tahun 1995-an yang digagas oleh para mahasiswa ISI Yogyakarta. Mereka menerbitkan Core Comic yang hanya dicetak di atas kertas buram. Kemudian di tahun 1996 muncul komik selingkuh, Komik Haram yang hanya memakai teknik penggandaan fotokopi. Pada akhir 1998 juga terbit komik “Terompet Rakyat” yang diterbitkan oleh Taring Padi Yogyakarta sebagai upaya penyadaran politik pada masyarakat. Di Bandung muncul komik yang memperhatikan persoalan lingkungan. Dan perkembangan terakhir di Yogyakarta, telah terbit Komik Daging Tumbuh, Komikaze. Komik Swacomsta, dan masih banyak lagi yang digandakan oleh mesin fotokopi. Komik semacam ini memberikan gaya visual dan tema sangat beragam, yang jarang kita jumpai pada komik-komik di toko-toko buku umum.
Teknologi Xerox
Walaupun terdapat keragaman tema, namun ada semangat yang sama di anatara para pembuat komik alternatif ini. Biasanya mereka sangat percaya diri untuk menerbitkan komik yang dengan teknik fotokopi. “Kalau menunggu ada sebuah penerbitan yang akan mencetak komik kami secara lukis, maka kami tidak akan pernah membuat komik. Langsung saja difotokopi, toh itu sebuah teknologi cetak yang bisa kita maksimalkan,” ungkap Sam yang memakai istilah Xerox-Komik untuk menyebut komik alternatif. Semangat serupa juga dilontarkan oleh Eko Nugroho dari Komik Daging Tumbuh yang mengumpulkan sejumlah mahasiswa seni rupa dan masing-masing iuran untuk memperbanyak kompilasi komiknya. Lalu jika ada yang ingin memiliki komik tersebut haruslah memesan dahulu. Juga terdapat Komikaze-plesetan dari kamikaze, untuk mengekspresikan kejengkelan mereka pada dominasi komik Jepang-mulai terbit di tahun 1998. Waktu sedang ramai-ramainya gerakan demonstrasi untuk menumbangkan Orde Baru, banyak demonstran yang mencoba mengkomunikasikan opini, respon ataupun pemikiran mereka melaui selebaran. Eka, Agung dan Andi, menawarkan selebaran komik, dan lahirlah komikaza. Komik 4 halaman dengan format selembar kuarto foto-kopian dilipat dua ini sempat terbit sampai 6 edisi dengan jumlah sampai 500 lembar dan dibagikan gratis. Tampil dengan warna hitam-putih dan permainan arsir dan cerita yang berkisar pada kondisi masyarakat yang paling aktual. Sementara distribusi dilakukan oleh rekan-rekan mereka di beberapa kampus atau dibagikan di tengah aksi-aksi demonstrasi. Ketika banyak komik asing meyerbu Indonesia, eka memandangnya bukan sebagai ancaman, justru seharusnya mendorong bangkitnya kreativitas komikus lokal dan meninggalkan ketergantungan pada institusio penerbitan serta menemukan gaya mereka sendiri. Berbekal keyakinan itu mereka kini membangun ruang web (www.komikaze99.com) yang kelak bisa menjadi wadah interaksi komikus lokal lain lagi dengan Swacomsta (Sekar Wangi Comic Station), komunitas penyuka dan pembuat komik yang berdiri tepat setahun lalu, 20 Oktober 1999. Mereka menyebut karya mereka sebagai komik underground, terutama karena proses produksi maupun distribusi mereka tidak tergantung pada penerbit yang mapan. Komik mereka diperbanyak dengan cara fotokopi atau cetak stensil, dan diedarkan ke sekolah-sekolah. Dan kini karya-karya mereka juga bisa ditilik di www.geocities.com/swacomsta.
Anti Superhero!
Disamping semangat mandiri dalam cetak mencetak komik, para pembuat komik alternatif ini juga tidak terpaku pada ideologi superhero dalam membuat ceritanya. Tokoh hero dan dunia nyaman yang selalu ada di komik-komik Disney Dijungkir balik. Sebaliknya realitas yang digambarkan malah seringkali memenangkan pihak yang jelek daripada yang baik. Cerita-cerita yang dipaparkan pun beragam, misalnya pada komik haram, rahmat menceritakan tentang pengalaman pribadinya hidup di pesantren. Ada pula cerita-cerita absurd, misalnya cerita Wedhat dalam komik daging tumbuh memaparkan seseorang yang dioperasi dan ternyata tubuhnya berisi kabel-kabel melintang. Juga yang tak kalah menarik adalah karya komik Yusuf yang berjudul “Sepeda Bagi Manusia”. Dalam komiknya Yusuf menganjurkan agar orang kembali memakai sepeda yang tidak merusak lingkungan dan lebih hemat. Ia menyebutkan sejumlah keuntungan bersepeda seperti menurunnya angka kecelakaan, sepeda dapat membuat seseorang lebih akrab dengan sesamanya, atau yang lebih jauh lagi ia mengatakan bahwa dengan bersepeda, maka seseorang punya andil dalam mengurangi pertumpahan darah yang terjadi akibat perebutan sumber-sumber minyak di Aceh.
Komik-komik alternative memang menyajikan sebuah logika yang berbeda dari komik kebanyakan. Namun yang paling penting adalah semangat independensinya dan kreativitas dalam mengedepankan komik, yaitu ketika menjadi media ekspresi yang merangsang munculnya karakter tema dan visual yang baru.
Robert Crumb & Comix
Pelopor Komik Bawah Tanah (Underground) Amerika
Komik bawah tanah (underground) di Amerika Serikat yang kerap disebut Comix mengalami masa kejayaannya pada era 1965-1975-an. Jika di Indonesia komik semacam ini tumbuh sebagai semangat independen, maka komik bawah tanah Amerika adalah bagian dari perubahan budaya di era 1970-an. Adalah Robert Crumb, seorang seniman komik yang menerbitkan majalah Comix pertama bertajuk “ZAP”, dianggap sebagai pionir komik bawah tanah yang memulai karirnya dari sebuah perusahaan pembuat kartu ucapan di Cleveland Onlo. Seperti sebuah pabrik, diperusahaan itu Crumb harus duduk berjajar di studio menggarap kartu dibawah pengawasan seorang direktur yang berkuasa penuh pada produk akhir. Lalu di tahun 1965, untuk pertama kalinya dia menggunakan LSD yang membuatnya memandang dunia sebagai “panggung boneka”, sebuah lelucon tragis”. Dia ditawari kerja pada Harvey Kurzman (editor Mad) untuk mengasah Helo, ruang kebebsan seniman muda untuk mencandai “lelucon tragis” Amerika modern, Mad dan artikel-artikel mahasiswa tahun 1960-an menjadi pembuka jalan bagi commix-karena semangat pembangkangannya yang menghindari ketatnya aturan Comic Codes Autherity Citra pembangkangan inilah yang kemudian lekat pada seniman-seniman bawah tanah Amerika.
Dalam karyanya, Crumb lebih suka menggambarkan ketertekanan masyarakat Amerika dan proses pembebasannya. Para higgie digambarkan sebagai sosok-sosok seksual yang dekil dan berkeringat, atau sosok yang bosan dan tanpa tujuan, jauh berbeda dengan impian mereka tentang “generasi bunga”. Walaupun Crumb membuat setir tentang generasi Cinta ini, dan jug aide naïf tentang kemerdekaan dan kebebasan, dia tetap memiliki semangat kebebasan serupa. Dalam Comic Book Confident (1989) dia menuturkan, “Jika orang bertanya tentang apa komik bawah tanah?, cara terbaik mendefinisikan adalah kebebasan absolut yang dilibatkan….tak ada seorangpun yang berada diatas kita”. Gerakan komik bawah tanah ini meruntuhkan “system studio” yang hirarkis dan visual serta temanya sangat liar. Gaya komik yang begitu bebas ini tak urung membuat karyanya berurusan dengan pengadilan. Di Inggris, pembuatan komik karya Crumb membawa majalah yang membuatnya. Qz dituntut kemuka pengadilan di tahun 1970-an. Namun semangat budaya “mapan” ini justru menjadi momen penting bagi sejarah perkembangan komik bawah tanah di Inggris. Di Spanyol, setelah keruntuhan diktator Franco komik Crumb yang sebelumnya dilarang, menjadi komik yang popular dan ini membuktikan daya tariknya pada gangguan kebebasan, yang tetap dibutuhkan di setiap jaman.
Leave a Reply