Gotong Royong Warga
untuk Bemo yang Historis dan Ramah-Lingkungan
Profil singkat Biobemo
Bemo (Becak-Motor) beroperasi sebagai kendaraan angkutan orang di Jakarta menjelang Ganefo (Games of New Emerging Forces Organization) pada 1963. Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, mengadakan pesta olahraga ini untuk menggalang semangat bangsa-bangsa Asia-Afrika menghadapi hegemoni Barat. Sejak event bersejarah itu Bemo, yang nama aslinya Daihatsu Trimobile atau Midget, menyebar di berbagai kota di pulau Jawa. Kini setelah berpuluh tahun mengabdikan diri sebagai angkutan umum, Bemo jadi makin tua dan tergusur. Mesin 2-langkah yang digunakan Bemo, membuatnya jadi penghasil asap dan bising yang parah.
Biobemo adalah program gotong-royong warga untuk merevitalisasi Bemo yang bernilai historis, menjadi Bemo listrik tanpa emisi gas-buang. Biobemo bekerja dengan memanfaatkan teknologi tepat-guna yang ramah-lingkungan dan berbiaya terjangkau. Tujuan Program Biobemo adalah agar kelangsungan hidup Bemo sebagai salah-satu pusaka budaya (heritage) kota dapat terus dipertahankan. Dengan bentuk desainnya yang khas dan akrab, Bemo akan menjadi maskot atau ikon pariwisata yang menghidupkan kota Metropolitan. Tak kalah penting adalah nilai-guna Bemo yang masih dibutuhkan warga sebagai angkutan umum murah-meriah, selain sebagai gantungan hidup sekitar 500 keluarga pengemudi Bemo di Jakarta.
Dengan skala kerja tingkat akar-rumput maka program Biobemo tak dapat diukur dengan kaca mata manufaktur atau industri besar padat-modal. Biobemo adalah sebuah upaya ‘survival’ dari para pengemudi Bemo bersama warga. Dalam kerja gotong-royong ini terdapat Paguyuban Bemo Jakarta, aikon – Yayasan Pikir Buat Nusantara, serta berbagai komunitas dan individu lain. Biobemo masih terus diuji-coba dan disempurnakan serta terbuka untuk berkolaborasi dengan siapapun, termasuk triple-helix pemerintah, swasta, serta akademia.
Leave a Reply