2000_November_Edisi 118_bahas:
gajah dan manusia
kerabat WWF
Gajah Asia—simbol pada hiasan bendera-bendera dan halaman candi-candi kerajaan yang dipuja sebagai dewa dan dihormati sebagai penulis (scribe) kini di India hingga Jepang – semakin terdesak keluar dari habitatnya akibat penebangan liar dan pembabatan hutan untuk lahan pertanian dan buruknya perencanaan pembangunan. Populasi manusia yang semakin meningkat di Asia yang beriklim tropis sudah merusak habitat hutan. Persaingan yang ganas untuk mendapatkan pendapatkan ruang hidup (living space) mengakibatkan penderitaan manusia, hilangnya penutup hutan (florest cover) dan menurunnya jumlah gajah Asia menjadi hanya sekitar 34.000 sampai 51.000 ekor saat ini, atau hanya sepersepuluh populasi gajah Afrika. Lebih jauh lagi, tidak seperti gajah Afrika, gajah Asia terbagi menjadi kurang dari 10 kelompok populasi yang terdiri dari 1000 ekor dan terdapat di daerah yang berdekatan dan dalam jangka panjang sangat menurunkan viabilitsnya.
Perburuan gajah untuk diambil gadingnya, yang hanya terdapat pada gajah jantan (di Asia), sangat menurunkan rasio jenis kelamin di beberapa kawasan, terutama di India. Di samping itu, gajah jantan dan betina diburu untuk diambil kulitnya dan giginya. Kulit gajah dibuat tas dan sepatu di samping juga diselundupkan ke Cina sebagai bahan obat-obatan.
Gajah Asia (Elephas Maximus) nenek moyangnya berasal dari Afrika 55 juta tahun yang lalu dan hidup di wilayah Iran sampai Siria dan Sungan Kuning di Cina. Namun kini gajah Asia hanya ditemukan di India sampai Vietnam dengan populasi yang kecil di bagian Barat laut Provinsi Yunan di Cina. Gajah tersebut berbeda jenis dan gemas dari kerabatnya, gajah Afrika, Loxodonta Africana. Tidak adanya data yang memadai pada waktu lampau dan sulitnya menghitung jumlah gajah yang hidup di hutan tropis yang lebat menyebabkan sulitnya memperkirakan penurunan jumlah gajah di Asia. Tetapi rusaknya habitat telah dianggap sebagai penyebab menurunnya populasi gajah dan mengakibatkan kerusakan keanekaragaman hayati di daerah hunian mereka. Gajah Asia hidup di daerah yang berpenduduk sangat padat, yang meningkat 3 persen setiap tahunnya. Pembabatan hutan untuk permukiman dan pertanian mengganggu rute imigrasi tradisional gajah dan hal tersebut menimbulkan konflik antara gajah dan menusia apabila kawanan gajah yang lapar merusak tanaman. Sebagai akibatnya manusia dan gajah tidak bisa hidup berdampingan dengan aman seperti dulu.
Setiap tahun ratusan orang terbunuh oleh gajah di Asia. Di India sendiri, rata-rata 300 orang dibunuh oleh gajah setiap tahunnya. Antara tahun 1990-1992, dua populasi gajah yang terdiri dari 50 ekor gajah membunuh 28 orang di Vietnam Selatan. Beberapa tahun yang lalu, ribuan gajah di seluruh India dijinakkan untuk digunakan dalam peperangan, penebangan kayu, konstruksi, transportasi, dan aktivitas-aktivitas religious, social, atau cultural. Saat ini Bima) Myanmar mempunyai 3.600 ekor gajah yang digunakan di industry perkayuan dan Negara-negara Asia lainnya menggunakan gajah untuk tujuan turisme, transportasi, dan pencari jejak (perambahan) dalam ekspedisi ilmiah. Bangkok mempunyai 300 gajah yang tidak digunakan karena Negara Thailand melarang penebangan kayu pada tahun 1989. Pada bulan Februaari 1995, Thailand melarang gajah-gajah tersebut untuk digunakan di jalan-jalan yang sangat padat. Hal itu dimaksudkan untuk melindungi binatang tersbut dari panas dan polusi. Bima menawarkan agar gajah-gajah tersebut untuk digunakan di industri kayu.
Hubungan antara manusia dan gajah sangatlah unik. Gajah menjadi binatang Suci dan dicintai, “EF-figies” Ganesha dewa yang berkepala gajah dengan tubuh manusia ditemukan di seluruh desa-desa di Asia dan altar-altar rumah. Kepalanya kadang-kadang dihias dengan permata. Orang percaya bahwa gajah putih merupakan reinkarnasi Budha dan orang-orang berperang untuk membela binatang tersebut. Jadi konflik yang semakin meruncing antara manusia dan gajah merupakan tantangan tragis dan harus secepatnya ditangani pemerintah.
Melalui proyek yang didukung oleh WWF di Thailand, Vietnam, China, India, Sri Langka, Indonesia, Istanbul Nepal dan Malaysia masalah ini dikaji dan dicari pemecahannya. Karena kawanan gajah mendiami kawasan yang sangat luas, perlindungan terhadap singa dan spesies lainnya yang juga terancam punah. Dibutuhkan cagar alam yang luas dan dikelola dengan baik untuk gajah-gajah tersebut. Juga perlu pula dibuat “Tempat Hidup Gajah yang Dikelola (Management Elephant Rangex) di mana manusia dapat hidup berdampingan dengan gajah. Koridor yang menghubungkan cagar alam tersebut harus didesain dan dirawat dengan baik. Riset ilmiah juga harus ditingkatkan untuk menentukan jumlah dan ditribusi gajah. Di samping itu juga harus ada studi mengenal perilaku social mereka. Orang-orang yang tinggal di kawasan hunian gajah harus dibantu dalam melindungi tempat tinggal mereka agar tidak mengganggu gajah-gajah tersebut. Kompensasi harus dibayarkan kepada penduduk desa yang tanamannya dihacurkan oleh gajah dan bantuan orang-orang yang keluarganya dibunuh oleh gajah. Prioritas konservasi gajah di India adalah bagaimana menemukan cara untuk menekan konflik antara gajah dan manusia. Cara ini juga termasuk melakukan translokasi gajah ke kawasan yang aman dan terencana, teknik pengamanan gajah yang senang bikin ulah, program penanaman hutan, kesadaran dan pendidikan publik, pemantauan populasi gajah yang bermigrasi, pencegahan pembubutan hutan untuk pertanian di daerah-daerah rute imigrasi gajah dan desain ulang kawasan managemen dengan mempertimbangkan kebutuhan sosio-ekonomi masyarakat yang tinggal di dalam dan di dekat habitat gajah.
Perburuan gajah untuk diambil gadingnya telah memakan korban yang begitu besar terhadap gajah jantan, meskipun perburuan gajah untuk diambil daging, kulit, dan bagian-bagian tubuh gajah yang lain juga sangat mengurangi jumlah gajah jantan, betina, dan gajah-gajah muda.
Pada tahun 1995, Cina menjatuhkan hukuman mati terhadap lima orang, dua di antaranya polisi, atas keterlibatan mereka dalam membunuh 16 ekor gajah untuk diambil gadingnya. Di negeri tirai bamboo ini, jumlah gajah yang mati mencapai 5-10 persen dari seluruh populasi. Perburuan gajah untuk diambil gadingnya oleh orang Laos dan Vietnam merupakan masalah serius di sepanjang perbatasan kedua negara tersebut. Telah dilaporkan pula bahwa terjadi insiden di Myanmar dan Malaysia dan di daerah hunia gajah lainnya di seluruh Asia Tenggara akibat proteksi gajah yang lemah. Perburuan gajah di Sabah, Malaysia, telah meningkat dengan tajam sejak Tahun 1992, dan meskipun belum serius, perburuan ini bisa merupakan ancaman besar di masa mendatang.
Oleh karena itu peraturan Konversi Perdagangan International tentang Spesies Fauna dan Flora yang Terancam Punah (Convention an International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora atau CITIES) yang melarang perdagangan produk-produk gajah Asia harus diberlakukan lebih tegas. Ketentuan-ketentuan anti perburuan liar yang ketat juga harus¬¬¬ dilaksanakan di seluruh negara yang mempunyai gajah, bersamaan dengan pemantauan gajah-gajah bergading yang rentan.
Negara-negara yang memiliki gajah perlu memasukkan gajah ke dalam strategi konservasi nasional mereka, serta melaksanakannya secepatnya. Pada tahun 1997, pemerintah India bekerja sama dengan pemerintah negara-negara bagian, meluncurkan Proyek Gajah, sebuah usaha konservasi yang sangat penting yang bertujuan untuk melestarikan spesies unik ini serta habitatnya.
Pada tahun 1994, pemerintah Sri Lanka menerbitan Rencana Kerja Gajah (Elephant Action Man) karena negara tersebut yakin bahwa populasi binatang tersebut telah mengalami penurunan hampir sebesar 85% sejak permulaan tahun abad ke 19. Sabah, Malaysia saat ini sedang dalam proses penyempurnaan rencana manajemen spesies untuk gajah, berdasarkan draft yang telah selesai dikerjakan pada tahun 1994. Negara tetangganya, Vietnam, yang populasi gajahnya diperkirakan mengalami penurunan hingga 75% dalam 25 tahun terakhir ini, berharap bisa meluncurkan “Rencana Kerja Gajah” (Elephant Action Man) pada tahun 1995.
Masyarakat internasional harus memberikan bantuan untuk pengembangan dan realisasi strategi gajah di tiap negara. Negara-negara yang lebih kaya mempunyai tugas untuk memberikan bantuan teknis dan keuangan untuk menangani masalah yang mendesak, yakni konflik antara manusia dengan gajah, dan untuk memastikan bahwa ada cukup banyak tenaga yang terlatih baik untuk menangani masalah-masalah sosiologis, ekonimis, dan ekologis yang bertujuan menjaga kelestarian sebuah warisan yang tidak hanya milik Asia, tetapi juga milik seluruh manusia di dunia.
Leave a Reply