Bangunan ini konon adalah satu dari sepuluh wisma Perguruan Tinggi Guru (PTPG) Sanata Dharma yang dibangun pada 1955.
Sebuah ajuan: Ruang Pemicu Imajinasi
Alangkah mengerikannya menjadi tua dengan kenangan masa muda yang hanya berisi kemacetan jalan, ketakutan datang terlambat ke kantor, tugas-tugas rutin yang tidak menggugah semangat, dan kehidupan seperti mesin, yang hanya akan berakhir dengan pensiun tidak seberapa.
Seno Gumira Ajidarma
Mesin-mesin produksi dan konsumsi yang menjadi kerangka neoliberalisme di dunia yang mengglobal, memaksa manusia menjadi makin tidak sadar diri dan menjadi seragam. Realita ini tidak menyisakan energi dan waktu untuk menjadi diri sendiri yang peka. Kondisi ini mengikis keberanian antara lain untuk hidup sederhana dan untuk menyatakan “cukup” – sebuah kondisi yang sering dianggap sebagai suatu kemewahan dan anomali. Berbagai kenyataan di sekitar kita itu terjadi karena langkanya imajinasi.
Kita telah cukup memahami bahwa imajinasi hanya dapat dikembangkan ketika terdapat kebebasan di dalam diri manusia untuk menghadapi berbagai persoalan yang ada di sekitarnya – dan hal ini disadari sebagai suatu proses. Melihat gejala yang ada di sekitar kita saat ini, imajinasi perlu dipicu secara (lebih) otentik dan dikembangkan secara berkelanjutan. Beragam kegiatan yang bersifat memanggungkan, mengedepankan sesuatu dengan hingar-bingar kinerja kepanitiaan, promosi, dan publikasi, perlu diimbangi dengan adanya ruang interaksi informal dan membebaskan. Ruang informal yang diperuntukkan sebagai titik temu antar berbagai pihak ini perlu dibangun secara sadar dan manusiawi, sejak dalam perancangannya, sehingga dapat dipercaya sebagai sebuah poros yang egaliter.
Dalam proses membangun ruang ini pun perlu disertai dengan pengembangan berbagai imajinasi yang jelas membutuhkan konsistensi dan stamina yang terus menerus. Kegiatan harian, mingguan, dan bulanan digelar secara periodik dan sederhana di dalam suatu ruang yang dikelola secara mandiri yang menjunjung tanggungjawab pada kepentingan bersama. Hasil dari penjualan kudapan ringan, cinderamata, dan lain-lain, misalnya, perlu dikelola bersama demi keberlanjutan beragam kegiatan yang akan dapat memicu dialog, kemudian berkembangnya banyak imajinasi.
Ajuannya adalah: Bagaimana bila wisma yang tersisa ini dijadikan poros (hub) pengembangan imajinasi Yogyakarta bagian Utara. Ia pun adalah sebuah imajinasi, bahwa di tempat yang menyodorkan cerita dari masa lalu ini dapat menjadi ruang diselenggarakannya berbagai dialog, obrolan informal masa kini soal sastra, pementasan, pameran, peluncuran buku, dan/atau apa pun yang dapat merepresentasi berbagai hubungan sederhana yang intim dan manusiawi.
Bangunan berasitektur lama (1950-an?) ini berada di pekarangan selatan Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma yang kini dikelilingi oleh gedung-gedung tinggi di sekitarnya, ini memiliki empat ruang yang dulunya ruang tidur, di sebelah mereka terdapat dua kamar mandi, dan satu dapur. Di antara ruang-ruang berjendela banyak itu terdapat selasar yang dapat dijadikan latar bagi beragam kegiatan kebudayaan, terbuka pada sebuah pelataran dan tangga yang mungkin dapat dijadikan sebuah amphitheater mini. Ruang-ruang yang saat ini menjadi gudang dan tempat kerja sementara dari Biro Prasarana dan Sarana Universitas Sanata Dharma (BPS USD) ini, dapat direvitalisasi menjadi ruang pamer, pentas, kedai kopi, ruang publik yang mendorong munculnya pertukaran pengetahuan dan pemicu imajinasi.
Dalam pengelolaannya pun membutuhkan imajinasi dan stamina, semangat egaliter, tingkat tinggi. Pengelolaan ruang baru ini bisa jadi bernaung di bawah Program Pascasarjana Kajian Seni dan Masyarakat Universitas Sanata Dharma. Sebuah kelompok mahasiswa yang sedang aktif menuntut studi doktoral, akan mempersiapkan ruang dan pertemuan-pertemuan sederhana dengan mengundang berbagai pihak dari dalam maupun dari luar kampus. Dengan dibangun dan dikelola bersama, kelompok yang bersifat not-for-profit dan non-struktural ini, akan menumbuhkan semangat kebersamaan, yang diharapkan akan dapat mendorong adanya interaksi yang lebih jauh antara akademisi, petugas administrasi, pelayanan umum, petugas keamanan, kebersihan dan masyarakat secara luas.
Peringatan 25 tahun Program Studi Magister Kajian Budaya dan 70 tahun Universitas Sanata Dharma di tahun 2025 ini, dapat dijadikan awal mula pembangunan ruang yang sangat dibutuhkan oleh para akademisi dan masyarakat umum pada saat ini. Hal ini menjadi penting demi dapat ikut memicu imajinasi publik yang dibutuhkan dalam mendorong hidup berkeutamaan secara sederhana.
Pertanyaan mendasar yang perlu dijawab adalah: Akankah ada imajinasi dan niat yang berkapasitas tinggi untuk merealisasikan mimpi ini?
Leave a Reply