Namanya Sirin asal Pemalang, Jawa Tengah. Sirin mulai dengan bekerja di perusahaan pembuat tahu milik seorang haji di Kebun Jeruk, Jakarta, di tahun 1990. Di sana, ia belajar. Belajar seluk beluk usaha tahu, mulai dari mencuci dan menggiling kacang kedelai, sampai, setelah beberapa lama, ia dipercaya juga sebagai sopir dan ‘sales’ mengantar tahu-tahu jadi ke pasar-pasar dan agen tahu yang besar. Ia belajar kenal dengan banyak pembeli, pekerja, dan penikmat tahu. Industri tahu menjadi pilihan hidupnya.
Dua puluh bulan yang lalu, tahun 2007, Sirin mulai mengontrak bekas pabrik tahu milik Haji Marwan. Letaknya masuk tidak kurang dari 700 meter ke dalam sebuah gang, yang ada bengkel motor di pojoknya. Di Desa Pasir Putih, Sawangan Depok. Haji itu mengontrakkan tiga mesin tua dan bangunan 700 meter persegi kepada Sirin dengan imbal balik, ia harus menjual ampas tahu hasil produksi tahu kepada pak haji hanya seharga tiga ribu rupiah per karung. Umumnya ampas tahu itu dijual Rp 10.000,- per karung. Oleh Haji Marwan, ampas tahu berharga murah itu dibutuhkan untuk pakan sapi penghasil susu yang dia ternak di sebelah rumahnya.
Setiap hari, empat sampai lima ton kacang kedelai import dari Amerika, bercap bola atau jempol, digiling di bawah bangunan berangka kayu, beratap seng. Ada enam mesin baru yang beroperasi tujuh hari seminggu untuk memproduksi lebih dari 36.000 potong tahu per harinya. Sirin bilang: mesin-mesin tua dari pak haji ‘malah’ mengganggu kerja, karena sering macet.
Sirin memesan kacang kedelai import itu dari distributor hasil bumi di Mampang, Jakarta. Untuk setiap kilogram kacang kedelai yang ia butuhkan, Sirin menebusnya dengan dana Rp 5,650,-. Setiap minggu, tidak kurang dari 27 ton kedelai dikirim setiap dua hari sekali ke pabrik Sirin. Saat ini, ia membayar kacang kedelai itu dengan tunai, Rp 50,85 juta setiap dua hari di samping biaya operasional untuk 60 orang pekerja yang memperoleh Rp 30 ribu – Rp 40 ribu setiap hari, kemudian listrik, air, dan lain-lainnya. Konsekuensi yang harus ia tanggung adalah, ketat dalam memegang pemasukan yang diterima, menggencarkan penagihan, dan lebih ketat lagi memberi pinjaman pada karyawan. Di masa mendatang, Sirin berharap, ia dapat membayar dengan cara 3:1. Tiga antaran, bayar antaran pertama, dan seterusnya.
Produksi pabrik Sirin, menghasilkan empat macam produk tahu. Tahu Super, 7 x 7 x 2,5 cm dijual Rp 1.000,- per potong. Versi Jumbo 7 x 7 dengan tebal 5 cm, dijual Rp 1.200,-, dan Tipe Super Jumbo yang lebih besar dari itu, dijual seharga Rp 1.500,-. Tahu potongan kecil, kira-kira 3 centimeter persegi dinamakan Tahu Jambi, dijual seharga Rp 275,- per potong. Menurut Sirin, setiap harinya, ia memperoleh tidak kurang dari Rp 36 juta setiap harinya dari penjualan tahu dan Rp 1.500.000,- setiap hari dari 150 karung ampas tahu yang seharusnya diperoleh.
Kenyataan, di lapangan jauh berbeda. Tentunya.
Leave a Reply