1997_awal Juni_Edisi 070_gaya:
semakin gaya dengan Anjing
Seorang disainer ternama merasa perlu menghadirkan dua ekor Afghan Hound dalam sebuah pemotretan catalog. Sementara itu, seorang aristokrat Eropa tidak lupa untuk memanggail Labrador kesayangannya setiap kali ia harus berpose di hadapan pelukis dirinya. Baik “Si Jangkung” Afghan Hound maupun “Si Kekar” Labrado, nampaknya bukan semata binatang peliharaan bagi desainer dan aristokrat itu. Mereka telah menjadinya sebagai bagian dari gaya untuk menunjukkan kelas mereka. Menjadikan anjing sebagai bagian dari gaya, tentu saja mengharuskan hewan tersebut mempunyai “harga” yang paling tidak “tidak semua bisa memilikinya”. Dan harga tersebut tidak selalu harus berasal dari jenis anjingnya, tapi bisa saja bersifat artificial. Artinya, perlakukan kita terhadap anjing pun bisa saja menjadi standard poodle, ia tidak saja berkesempatan untuk memamerkan tata bulu anjingnya tapi juga dapat sesumbar bahwa setiap bulannya, paling tidak harus mengeluarkan Rp. 50.000,- untuk pergi ke salon khusus anjing. Dan, tidak hanya itu, ia pun masih harus menyisihkan uang untuk vitamin agar bulu anjing kesayangannya tidak rontok, bahkan merogoh Rp. 40.000,- untuk membeli gunting kuku khusus untuk anjingnya!
Kalau anjing dikenal sebagai salah satu binatang paling akrab dengan manusia, semua orang mungkin tidak akan memungkirinya. Di Jakarta, para penggemar anjing bahkan telah memiliki organisasi yang lahir sejak tahun 1922. Tentu saja, mereka yang bergabung dalam wadah ini (sekarang dikenal dengan nama Perkumpulan Kinologi Indonesia) tidak semata memelihara anjing untuk menunjang gaya hidup mereka. Tapi, apa yan mereka lakukan denegan anjing-anjingnya, bagi orang kebanyakan telah merupakan suatu gaya hidup tersendiri. Kalau penggemar VW mungkin akan sangat bangga mempunyai mobil yang semua komponennya masih orisinil, maka penggemar anjing pun akan sangat bangga bila hewan kesayanganggnya punya bulu yang mengkilat atau tubuh yang sehat. Dan kebanggaan ini bisa mereka pertontonkan di berbagai pameran anjing atau hanyas sekedar di pertemuan antar pemilik. Tidak ubah seperti para penggemar VW yang sering berkumpul di satu tempat, para penggemar anjing pun melakukan hal yang sama. Salah satu tempat berkumpul setiap minggunya adalah di kawasan Villa Cinere Mas.
Silsilah seekor Anjing dapat ditelusuri hingga tahun 1900
Salah satu bahan pembicaraa di kalangan penggemar anjing adalah silsilah. Membicarakan tentang nenek moyang anjing kesayangan dapat membuat seseorang harus membongkar laci untuk menunjukkan sertifikat silsilah. Drh. Mounty P. Sutanto bahkan masih menyimpan sertifikat silsilah anjing gembala jerman miliknya yang ternyata merupakan keturunan juara anjing-anjing gembala di Jerman sejak tahun 1900. Menurut keterangannya, Orang Jerman sejak tahun 1900 telah membuat catatan tentang semua keturuanan dari Horan v. Grafath, anjing pertama yang merebut gelar juara. Dan, dalam silsilah yang dibuat sejak tahun 1900 hingga tahun 1981 itulah tercantum nama leluhur anjingnya.
“Mengetahui silsilah anjing sangat diperlukan bila kita ingin mengetahui karakteristik yang mungkin timbul pada anjing kita,” papar dokter yang menjabat sebagai ketua Biro Silsilah Anjing di Perkin Jaya ini.
Karena silsilah dianggap penting, seekor anjing ras, menurut ketentuan Perkin, paling tidak harus dapat dilacak neenek moyangnya hingga empat generasi sebelumnya. Artinya, setiap kelahiran anjing harus dilaporkan agar pencatatan silsilah dapat terus dilanjutkan. Kerja ekstra untuk melakukan pencatatan silsilah. Di Amerika, bila ingin mengetahui leluhur anjing kita milik lebih dari satu generasi, akan ada biaya tambahan. Semakin atas generasi yang ingin kita ketahui, semakin banyak biaya tambahannya.
Ketika Bulu Anjing Harus Dirawat.
Memelihara anjing, terutama yang berbulu lebat, mempunyai resiko tersendiri, yaitu harus merawat bulunya. Dan kalau waktu tidak ada, salon anjing pun jadi pilihan. Artinya, kita harus mengeluarkan uang Rp. 25.000,- sampai Rp. 50.000,- untuk sekali “grooming”. Padahal, seekor anjing berbulu lebat sebaiknya dimandikan seminggu sekali. Jadi, sudah dapat dihitung berapa rupiah yang harus hilang dari kantong kita hanya untuk merawat bulu saja.
Kalau kita mau sedikit meluangkan waktu, kita dapat memandikan anjing sendiri. Tapi, itu pun tetap memerlukan uang yang tidak sedikit. Sebuah sisir anjing yang kualitasnya baik, berharga antara Rp. 20.000,-sampai Rp. 81.000,- untuk satu jenisnya. Sementara, paling sedikit kita harus memiliki dua macam sisir. Belum lagi harus membeli shampoo khusus, yang harganya sekitar Rp. 17.500,-/botol, dan pelembut bulunya.
Dalam kasus tertentu, anjing pun perlu perawatan yang lebih khusus. Untuk anjing-anjing yang bermasalah dengan bulu kulitnya. Pondok Pengayom Satwa di Ragunan menyediakan jasa “mandi sehat”. Dengan jasa ini, diharapkan masalah kutu pada anjing dapat teratasi dan tidak akan berkembang menjadi penyakit kulit yang serius.
Nah, sekarang pilihannya ada di tangan kita. Membawa anjing ke salon atau memandikannya di rumah.
(terima kasih kepada drh. Mounty P. Sutanto dan Pondok Pengayom Satwa atas penjelasannya)
Leave a Reply