Latar belakang masalah
Styrofoam adalah merek dagang dari Dow Chemical Company untuk limpahan busa polystyrene yang saat itu dibuat untuk insulasi panas dan kerajinan. Styrofoam dapat digunakan untuk bahan bangunan, termasuk bahan pelapis, pemisah, pipa insulasi dan bunga dan produk kerajinan. Pada tahun 1937 mulai dipasarkan di US sebagai alat pancing. Ray Meintire mencampurkan Polystrene dengan Isobutylene, volatile liquid dan tekanan udara, sehingga sekarang dikenal dengan Styrofoam sejak 1954 sampai sekarang. Produk Styrofoam dapat dibuat dengan warna biru khusus, warna putih dan hijau. Styrofoam yang sering digunakan orang untuk membungkus makanan yang biasanya putih dan dibuat dari manik-manik polystyrene atau untuk kebutuhan lain dapat menimbulkan masalah.
Bahan pembungkus makanan dari styrofoam telah menjadi salah satu pilihan yang paling populer dalam bisnis pangan saat ini. Styrofoam menjadi pilihan bisnis pangan yang populer karena mampu mencegah kebocoran, dan tetap mempertahankan bentuknya saat dipegang. Selain itu, bahan tersebut juga mampu mempertahankan panas dan dingin tetapi tetap nyaman dipegang, mempertahankan kesegaran dan keutuhan bahan yang dibungkus, biaya murah, lebih aman, serta ringan.
Banyak riset yang membuktikan bahwa styrofoam diragukan keamanannya. Karena mengandung bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan, terutama bila digunakan sebagai kemasan atau wadah makanan.
Menurut Prof Dr Hj Aisjah Girindra, ahli biokimia Departemen Biokimia FMIPA-IPB, hasil survei di AS pada tahun 1986 menunjukkan bahwa 100% jaringan lemak orang Amerika mengandung styrene yang berasal dari styrofoam. Penelitian dua tahun kemudian menyebutkan kandungan styrene sudah mencapai ambang batas yang bisa memunculkan gejala gangguan saraf. Lebih mengkhawatirkan lagi bahwa pada penelitian di New Jersey ditemukan 75% ASI (air susu ibu) terkontaminasi styrene. Hal ini terjadi akibat si ibu menggunakan wadah styrofoam saat mengonsumsi makanan. Penelitian yang sama juga menyebutkan bahwa styrene bisa bermigrasi ke janin melalui plasenta pada ibu-ibu yang sedang mengandung. Terpapar dalam jangka panjang, tentu akan menyebabkan penumpukan styrene dalam tubuh.
Selain itu, Styrofoam juga terbukti tidak ramah lingkungan, karena sulit untuk di uraikan, memakan waktu yang sangat lama, serta biaya yang sangat mahal. Bahkan pada proses produksinya sendiri, menghasilkan limbah yang tidak sedikit, serta merusak lapisan ozone denan hasil pembakarannya, sehingga dikategorikan sebagai penghasil limbah berbahaya ke-5 terbesar di dunia oleh EPA (Enviromental Protection Agency).
Mengingat betapa berbahayanya dampak yang dapat ditimbulkan oleh Styrofoam ini, baik pada kesehatan dan lingkungan maka harus segera dicari alternatif agar penggunaannya segera dikurangi atau lebih baik dihentikan sama sekali. Karena dalam memerangi isu global seperti global warming, syrofoam juga turut ambil bagian sebagai bahan pencemaran lingkungan yang harus segera dieliminasi.
Referensi dan data
Penjual makanan di Universitas Tarumanagara (Untar) rata-rata menggunakan pembungkus dari Styrofoam. Dari hasil suvey kami di Jalan Tanjung Gedong, kami mendapatkan bahwa terdapat 36 pedagang makanan dan kurang lebih 1.150 styrofoam digunakan sebagai pembungkus makanan per harinya. Dan untuk seminggu nya kurang lebih 8050 styrofoam, dalam sebulan 32.200 styrofoam, dan dalam setahun 386.400 styrofoam.
Konsep dan strategi yang dipilih (the big idea): What to Say?
Pada kampanye sosial kami ini, ingin diutarakan kekhawatiran kami terhadap penggunaan Styrofoam secara massal didunia (yang kami mulai dari Universitas Tarumanagara terlebih dahulu). Apabila hal ini dibiarkan berlanjut terus menerus, maka jangankan Indonesia, bahkan bumi kita ini akan penuh dengan sampah Styrofoam yang kita ketahui tak dapat diurai alam (non biodegradable).
Oleh karena itu, untuk mengajak mahasiswa dan karyawan Universitas Tarumanagara, kelompok kami mengadakan kampanye sosial ini dengan harapan kami dapat menghimbau agar masyarakat Universitas Tarumanagara untuk turut serta ambil andil dalam kampanye ini sehingga apa yang menjadi target kami, yakni pengurangan sebanyak 25% dari jumlah pemakaian Styrofoam di Universitas Tarumanagara dapat tercapai.
How to Say it? Rancangan komunikasi secara visual
Pada kampanye sosial ini, kelompok kami menerapkan untuk membawa kotak makan pada setiap anggota kelompok kami, sebagai langkah awal kampanye ini, untuk menunjukan bahwa kelompok kami tidak hanya bicara saja, kami juga melakukan. Kami juga menggunakan media jaringan sosial Facebook dan Twitter sebagai tahapan pertama implementasi promosi kami.
Lalu, untuk tahapan berikutnya, kami akan menarik orang melalui ajakan dan memberitahu dampak buruk dari Styrofoam agar orang-orang mau mendukung kampanye ini. Dan tahapan berikut nya kami akan mempersiapkan acara, antara lain instalasi (ambience), oemutaran film dan talkshow, 1 hari kotak makan, serta pameran foto. Juga menggunakan media pendukung poster, brosur, dan stiker.
Ragam media yang pilih
Untuk kampanye sosial anti styrofoam ini, kelompok kami menggunakan media utama event (acara), antara lain instalasi (Ambience), pemutaran film dan talkshow, 1 hari kotak makan, serta pameran foto. Serta untuk media pendukungnya menggunakan media cetak poster, brosur dan stiker, dan media jaringan social melalui Facebook, dan Twitter.
Target, tujuan, parameter
Target personal kampanye sosial ini ialah mahasiswa Untar, Pegawai Untar, Dosen Untar. Sebagai parameter dari keberhasilan kampanye kami ini yaitu pengurangan 25% user dari 1000 user Styrofoam, yaitu berkurang ± 250 styrofoam.
Leave a Reply