Tue Jan 13, 2009 8:08 am (PST)
Malam Mingguan di Rumah Kapiten Oey Djie San
Posted di milis oleh Ken ken ::
Sodara Rico yb,
Trims atas uraian tentang aksi yg selama ini anda dan teman-teman dari WALIBATU dan beberapa orang budayawan Tionghoa telah lakukan. Ini sangat membantu investigasi saya.
Dan sori kalau ada beberapa informasi yang anda rasakan kurang objektif.
Seandainya kelompok anda ini bisa disinergikan dengan kelompok pemuda Tangerang yg tengah kita galang, tentu hasilnya akan sangat baik.
Saya maklum jika kelompok yg terdiri dari Mona Lohanda dan Budi Lim ini tidak mampu menemukan kelompok Tionghoa Tangerang yg peduli dengan masalah ini.
Relatif baru seminggu ini, saya dan beberapa teman berkutat di masalah. Dan kami sudah menemukan beberapa elemen yg peduli, bukan hanya dari kelompok Pemuda Tionghoa bahkan
Elemen seperti ANAK LANGIT dan KANGEN(non-cina) ternyata juga peduli dengan masalah ini. KANGEN telah melakukan sarasehan di Taman Makam Pahlawan pada tanggal 20 Desember untuk membicarakan masalah Perusakan Rumah Kapiten Oey.
KANGEN hari ini telah memasukan permohonan audiensi ke walikota. Pihak IP PSMTI telah menyanggupi untuk hadir dalam audiensi dengan pihak Walikota. Jadi, kami juga punya
elemen dari Jakarta yg juga peduli dengan masalah ini. Berbeda dengan kelompok elite anda yg bahkan tidak mampu menemukan elemen-elemen Tionghoa Tangerang yg peduli.
IP PSMTI bahkan sedang berencana akan menggelar seminar publik masalah ini di Tangerang. Mungkin baru akan terlaksana pasca CapGomeh.Tujuannya adalah membuka wacana dan
pengetahuan publik untuk peduli dengan masalah Rumah Tua Kapiten Oey.
Jelas saja, publik tidak tau kalau kalian hanya kongkow-kongkow tertutup dan terbatas dan sekali-kali merilis pernyataan di koran yg belum tentu dibaca oleh banyak pihak. Tetapi
tetap saja, bagi saya, gerakan kalian sangat berarti.
Sudi kiranya Bung Rico men-sharing hasil-hasil penelitian para tokoh penting sejarah dan budaya dari kelompok anda. Kami membutuhkan hasil-hasil riset tertulis untuk kami gunakan
sebagai salah satu media kampanye.
Tentunya, saya berharap anda dan teman-teman elite bisa memandang persoalan ini sebagai persoalan bersama bukan semata-mata persoalan kelompok kecil anda itu. Ada beberapa
action plan yg sedang kami garap. Saya tidak kompeten untuk membukanya di ruang terbuka ini, selain masih dalam tahap penggodokan. Karena itu, sudi kiranya membantu kita dengan
mensharing hasil-hasil temuan kelompok anda ini.
Tolong cerahkan kegelapan terakhir saya ini:
Anda dan beberapa kawan anda pernah bilang bahwa pihak ahli waris tidak bersedia ditemui dan diajak berdiskusi. saya dengar ini berulang kali dari berbagai sumber. Lantas, beberapa teman anda tampak tidak mendukung gerakan para pemuda Tangerang yg sedang saya investigasi saat ini. Bahkan beberapa dari teman anda pernah bilang untuk “tidak memperkeruh keadaan”.
Saya menarik asumsi yg perlu anda koreksi jika salah.
Beberapa orang teman berpendapat bahwa pihak ahli waris bisa masuk penjara. Jika merujuk pada UU No.5/1992. Tetapi saya tidak tau apakah benar demikian. Toch, kita belum coba class action atau menuntut para-pihak ini.
Ada kasus sejenis di Jogja yg menyangkut kelenteng PONCOWINATAN. Pihak masyarakat mengajukan gugatandi PTUN. dan prosesnya sekarang sedang berjalan. Artinya ada orang-perorang yg mengajukan gugatan.
Pertanyaan yg muncul di benak beberapa kawan, bagaimana juga proses ‘persuasif’ deadlock? Anda dan teman-teman anda kan tidak dianggap oleh si ahli waris dan para kolektor itu. Lalu what next?! Apakah kita perlu mencontoh sodara-sodara di Jogja itu? MENGAJUKAN GUGATAN HUKUM atau CLASS ACTION?
Jika diajukan ke meja hijau, beberapa teman berpendapat: Bukan hanya pihak si ahli waris, bahkan pihak pembeli/kolektor bangunan pun bisa kena. Pihak pembeli tanah mungkin tidak
akan tersentuh, karena lokasi rumah itu belum disahkan menjadi SITUS CAGAR BUDAYA.
Masalahnya, jika merujuk UU.5/1992, bangunan rumah kapiten itu jelas masuk BENDA CAGAR BUDAYA. Nah, ada aturan UU yg melarang relokasi, pemugaran, jual-beli, perubahan Benda
Cagar Budaya.
Transaksi antara si ahli waris dan pembeli/kolektor jelas melanggar UU negara RI. Ini bisa dibilang menginjak-injak hukum, sebuah perilaku yg tidak boleh dibiarkan.
Nah, apakah menurut persepsi WALIBATU dan kawan-kawan sejarawan, jika persoalan ini terblow-up dan semakin banyak kelompok perduli dengan masalah ini dan mempermasalahkan
maka si ahli waris dan para kolektor akan semakin sulit ditemui??
kasarnya mereka akan buron karena takut dijerat hukum pidana? Jadi kerja teman-teman WALIBATU menjadi bertambah sulit untuk menemui si ahli waris dan para pembeli, karena mereka kadung takut?
Itu asumsi beberapa kawan, benar tidaknya saya mohon pencerahan dari anda.
terima kasih
Leave a Reply