Berpikiran terbuka itu konon menyehatkan jiwa.

1997_akhir April_Edisi 067_senggang:
rusuh…rusuh…terus dunia persepakbolaan

Informasi terbaru di bulan April’97…
Pertandingan di Zona Amerika Selatan telah ternoda oleh keributan di lapangan di La Paz, ketika para pemain Argentina ambil bagian dalam kerusuhan setelah dikalahkan oleh tuan rumah Bolivia 2-1. Polisi anti huru hara terpaksa masuk lapangan untuk menghentikan aksi para pemain dan pendukung Argentina yang mengamuk dan menyerang ke tempat duduk pemain Bolivia. Lain lagi dengan pertandingan di Asuncion, kipper Paraguay, Jose Luis Chilavert dan stiker Kolombia, Faustino Asprilia, terlibat perkelahian.

Di pertengahan tahun 1996, Inggris yang pernah menjulang dalam olah raga sepak bola haru menelan kepahitan setelah gagal lolos ke final piala Eropa. Walhasil terjadilah kemarahan dari pendukungnya, mereka tidak bisa menerima kenyataan tim kesanyangannya dikalahkan oleh Jerman melalui adu penalty. Lalu rusuhlah kota London, para pendukung melampiaskan rasa frustasinya dengan merusak toko, membakar mobil-mobil, juga tak luput para wartawan terkapar kena bogem mentah. Para pendukung Inggris dengan polisi baku lempar botol dan batu. Akhirnya sekitar 196 pemuda ditahan dan puluhan lainnya luka-luka.

Mungkin baku hantam alias kerusuhan paling sering terjadi di dunia olahraga sepak bola. Sikap sportif yang dituntut dalam permainan, tapi juga menyangkut idola, identits daerah atau negara, juga didalamnya diperseru dengan taruhan-taruhan yang mencapai milyaran uang.

Tidak ketinggalan juga dengan sepak bola di Indonesia. Kalau Inggris para perusuh sepak bola disebut Hooligans, maka di sini muncul istilah supporter bondo (modal) nekat yang terkenal dengan sebutan “bonek”. Istilah ini produk arek Suroboyo untuk menyebut ciri arek yang nekat berbuat walaupun tanpa modal. Kenekatan ini diantara sumporter Mitra Surabaya yang kalah bertanding melawan MBR di Senayan. Kekalahan ini mengakibatkan kerusuhan, para pendukung melempar batu saat kereta api menghantar pulang ke Surabaya. Sejumlah kereta api rusak berat dan siapa lagi kalau bukan PJKA yang menanggung rugi sebesar Rp. 500 juta. Tanpa uang sepeser pun, para supporter ini nekat pergi ke Jakarta untuk melihat tim kesayangannya. Ketua Yayasan Suporter Surabaya menjelaskan bahwa di tahun 1970-an supporter bonek tidak sampai melakukan perusakan di luar stadion, paling berantem antar pendukung dan masuk stadion tanpa bayar. Lucunya itupun menjadi kebanggaan bagi para pelakunya. Nah, pada saat ini, supporter bonek yang datang ke stadion tidak sekedar ingin menonton tim kesayangannya, tapi juga menenteng sejumlah persoalan sosial seperti stress tidak mendapat pekerjaan, stress melihat kemewahan di luar dirinya dan stress-stress lainnya. Melihat tindak tanduk para supporter yang cukup ganas ini, maka didukung walikota Surabaya dibentuk Yayasan Suporter Surabaya, yang katanya untuk membina para supporter agar bersikap lebih sopan, tertib dan menjaga kesatuan antar suporter.

Kalau di Surabaya ada Yayasan Suporter, maka di Inggris dibentuk Unit Intelejen Sepakbola yaitu departemen khusus dari Scotland Yard. Tugasnya menangani para perusuh dengan menciptakan jaringan dengan rekan sejawat di seluruh Eropa. Misalnya bila ada pertandingan yang melibatkan tim Inggris di luar negeri, biasanya polisi Inggris akan datang beberapa hari sebelum pertandingan untuk melakukan pengamanan bersama. Di saat pertandingan pun para polisi berpakaian preman akan menyertai para pendukung Inggris tersebut. Unit Intelejen ini pun mempunyai daftar lengkap perusuh, sehingga dapat dikirimkan ke polisi setempat untuk mengindentifikasi mereka.

Penanganan kerusuhan juga dilakukan oleh klub-klub sepakbola. Misalnya Leeds United yang memiliki hooligans paling rusuh di Eropa, telah membangun stadion berkapasitas 40.000 tempat duduk dilengkapi dengan pusat pertokoan dan televisi layar lebar. Ruang stadion dirancang sedemikian rupa sehingga keluarga dan anak-anak datang menonton. Dengan adanya anak kecil, naluri binatang manusia pun nampaknya dapat dijinakkan.

Lain lagi dengan klub London, Chelsea, telah memiliki data base sekitar 30.000 pendukung mereka. Dengan rekaman video sirkuit, mereka dapat mengidentifikasi siapa yang terlibat dalam kerusuhan. Hal ini digunakan agar perusuh itu dilarang masuk ke stadion.

Unit Intelejen Sepakbola dari Scotlandia Yard mengatakan bahwa sejak tragedy Hysel tahun 1985, kerusuhan menurun setiap tahunnya. Di tahun 1980 ditahan sekitar 7000-8000 orang. Tahun lalu jumlahnya menurun menjadi 5000 orang. Tetapi mengapa kerusuhan terus terjadi? Ada apa dengan sepakbola?

Mungkin sebenarnya sepakbola merupakan ajang katarsis yang paling dikenal oleh masyarakat. Ketika kehidupan semakin sulit, maka masyarakat pun membutuhkan hiburan untuk melepaskan frustasinya. Dan mengamuk di arena olahraga mungkin tidak sampai mengalami tembak di tempat. Mengapa sepakbola? Dan sekali lagi…mungkin karena permainan ini sudah akrab dengan masyarakat. Bayangkan, hanya membutuhkan lapangan, anak-anak kecil di sebuah kampung sudah bisa main sepakbola, sekalipun dengan bola karet, kertas, plastik dll. Atau sistem permainan dalam sepakbola cukup egaliter, kedudukan pemain sama taranya. Kesalahan di satu pihak bisa merusak keseimbangan satu tim. Sehingga sistem ini mampu menyuburkan konflik tetapi juga sangat baik jika sikap sportif para pemainnya sangat stabil. Sepakbola memang bisa mendewasakan pemainnya dan penikmatnya, tetapi disisi lain dapat merangsang naluri keganasan yang ada dalam setiap diri manusia.

Sumber:

  • Bernas, Jum’at Wage, 04-04-1997, pra Piala Dunia Zona Amerika Selatan Rusuh.
  • Kompas, Sabtu, 18-02-1997, Catatan Sepakbola, Belajar Mengelola Hooligan dari Inggris
  • Kompas, Senin, 11-11-1996, Awas Suporter Bonek.
  • Kompas, Jum’at, 28-06-1997, Hooligans Inggris Mengamuk.
  • Kompas, Rabu, 09-10-1996, Akibat Ulah Suporter, Perumka Rugi Besar

Tags

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *