Rumah Perkebunan Karet di Karawaci, Tangerang terancam punah. Rumah ini terletak di dekat perempatan Jl. Imam Bonjol dan Jl. Teuku Umar, Karawaci, Tangerang, tepatnya di sisi Barat sungai Cisadane. Rumah ini adalah salah satu jejak sejarah penting perkembangan kota Tangerang.
Sejak bulan September 2008 telah terjadi pembongkaran atas bangunan bersejarah itu. Diperkirakan, proses ini akan terus berlanjut sampai seluruh bangunan habis. Diperlukan berbagai usaha untuk menyelamatkan bangunan tersebut agar menjadi situs cagar budaya.
Mengapa Perlu Dipertahankan?
Rumah Perkebunan Karet di Karawaci ini menjadi penting setidaknya atas tiga hal:
Pertama, dari sisi arsitektur merupakan bagian dari jejak periodesasi arsitektur di Indonesia. Rumah ini memiliki dua gaya arsitektur, yaitu China dan Indische. Rumah utama bergaya China menghadap ke sungai Cisadane (menghadap ke Timur), sedangkan rumah kedua bergaya Indische yang menggabungkan arsitektur unsur Eropa dan daerah tropis.
Kedua, dari sisi akulturasi budaya, rumah ini menunjukkan adaptasi masyarakat peranakan China yang hidup bersama masyarakat setempat.
Ketiga, bangunan bersejarah -termasuk Rumah Perkebunan Karet ini- merupakan bagian dari heritage (pusaka) yang perlu dipertahankan sebagai jejak sejarah. Sejarah diperlukan sebagai bagian suatu bangsa untuk membangun masa depannya.
Asal Usul
Rumah ini diperkirakan dibangun pada akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19. Belum diketahui siapa pemilik pertama rumah ini. Menurut catatan Mona Lohanda dalam buku ”Kapitan Cina of Batavia 1837 – 1942”, seorang Letnan China bernama Oey Djie San telah menguasai perkebunan di daerah Karawaci-Cilongok. Kemungkinan besar rumah ini dimiliki oleh Letnan China tersebut.
Sejarah perkebunan karet di Indonesia dimulai tahun 1874. Dalam perkembangannya telah menambah daftar perkebunan di Tangerang pada akhir abad ke-19 yang sebelumnya merupakan penyumbang beras untuk Batavia. Perkebunan karet di Karawaci beroperasi sampai tahun 1965, setelah itu bangkrut dan tanah-tanah perkebunan dibeli oleh perorangan. Dulu tanah perkebunan karet berada di lokasi Perum 1 dan Perum 2 Tangerang.
Dengan demikian Rumah Perkebunan Karet dapat dikatakan menjadi salah satu situs yang mengungkapkan berbagai aspek sejarah: aktivitas ekonomi, sosial dan budaya masyarakat Tangerang. Pada aspek ekonomi, rumah ini merupakan denyut kehidupan pertanian dan perkebunan di Tangerang. Di sisi lain, rumah ini menjadi bukti pluralisme kehidupan masyarakat Tangerang.
Detil Rumah Perkebunan Karet
1. Rumah Utama (arsitektur China).
Rumah utama menghadap ke sungai Cisadane, sekitar 100 meter dari sungai tersebut. Halaman depan terdapat sepasang patung singa, namun saat ini sudah hilang. Melalui halaman inilah terdapat pintu masuk menuju rumah utama.
Rumah utama terdiri atas tiga bagian, yaitu rumah depan, rumah tengah, dan rumah belakang. Pada sisi kanan dan kiri rumah utama terdapat bangunan paviliun dengan taman samping di setiap sisinya. Atap paviliun menggunakan desain pelana kuda.
Akulturasi dengan budaya setempat tampak dari keberadaan paseban/veranda di depan rumah utama tersebut. Sayang, aksi pembongkaran telah melenyapkan bagian paseban ini.
Sekilas denah rumah utama mirip dengan bangunan Chandranaya yang terletak di Jl. Gajah Mada, Jakarta Pusat.
2. Rumah Kedua (arsitektur Indische)
Rumah kedua mengadopsi arsitektur Indische. Gaya arsitektur ini mewarnai rumah-rumah tuan tanah pada periode 1790 – 1820: berveranda lebar dan panjang, berlantai satu, dan bergaya atap rumah-rumah di daerah Jawa (limas).
3. Gudang dan Pabrik Pengolahan Karet
Pada sisi utara rumah utama terdapat sederetan rumah tempat pengolahan karet dan gudang-gudang penyimpanan karet. Bagian ini sekarang sudah dibongkar.
4. Lahan
Rumah ini menempati lahan kira-kira seluas 2,5 hektar yang menghadap sungai Cisadane.
5. Pintu Gerbang
Menurut Peta Tangerang tahun 1900, diperkirakan pintu gerbang terletak di mulut perempatan Jl. Teuku Umar dan Jl. Imam Bonjol.
Keadaan Sekarang
Rumah perkebunan karet saat ini dihuni oleh beberapa kepala keluarga yang kabarnya dulu merupakan pekerja perkebunan karet. Ada yang menghuni rumah China, ada pula yang berdiam di rumah Indische. Sebagian lainnya tinggal di sisi selatan rumah utama.
Langkah Penyelamatan
Warga Peduli Bangunan Tua mengajak masyarakat dan pemerintah untuk menyelamatkan bangunan ini dan menjadikannya menjadi situs bersejarah. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:
1. Jangka Pendek: menghentikan pembongkaran bangunan dan mencari solusi terbaik bersama pemilik rumah.
2. Jangka Menengah: mengupayakan payung hukum (legal) yang memungkinkan bangunan tersebut menjadi cagar budaya tanpa merugikan pemilik rumah maupun aspek sejarah bangunan.
3. Jangka Panjang: memelihara bangunan tersebut dengan fungsi baru yang memungkinkan masyarakat menghargai dan memanfaatkan sebagai fasilitas publik.
Untuk itu pertama-tama pemerintah dalam hal ini Pemkot Tangerang dapat melakukan langkah-langkah penyelamatan dengan segera.
Dipublikasikan oleh WALIBATU
10 Desember 2008
Leave a Reply