Seorang penghuni Cileduk bernama Dharmawan, sedang mengusahakan salah satu mimpinya. Sebuah ruang aktifitas untuk warga, selang satu rumah, di belakang rumah tinggalnya.
Ukurannya kurang lebih sembilan kali tiga meter persegi. Bangunan itu termasuk tinggi untuk ukuran bangunan di sekitarnya. Bangunan itu, pelan-pelan akan memiliki dua lantai dan mengadopsi gaya lama. Renda-renda kayu untuk ‘lis plang’, lubang-lubang angin yang akan dibagi empat dan menebal pada bingkai dan garis-garis tengahnya, jendela dengan teralis vertikal, pintu kayu dobel: panel kayu yang terbuka ke luar, pintu berkaca yang membuka ke dalam, dan empat konsul besi (yang sedang dipersiapkan) sebagai penyangga atap selasar.
Sejak lama, Dharmawan mengamati jejak Teguh Karya sang maestro film Indonesia. Tidak sebagai pemain teater atau film, namun sebagai penikmat karya-karyanya. Terlihat jelas, ia belajar banyak dari sang maestro itu. Dari cara melihat sebuah kebutuhan di sekitar rumah tinggalnya, sampai mengadopsi banyak elemen bangunan tua pada bangunan miliknya itu.
Mang Ono adalah tukang kayu andalan Teguh Karya sewaktu ia membangun pondokan di Kebun Kacang, maupun di Kebon Pala. Dharmawan mempekerjakan Mang Onno, karena menganggapnya ‘pas selera dan cara’ dalam menggarap soal perkayuan. Mang Ono belajar menyambung, membentuk, dan memasang kayu secara mandiri.
Ketika ditanya, siapa yang lebih cerewet antar Teguh Karya atau Dharmawan, jawabnya:”sama saja”.
Leave a Reply