2000_Desember_Edisi 119_bahas:
rakugo: komedi duduk bangsa Jepang
Ade Tanesia/Rohman Yuliawan/Joni Faizal
Bangsa Jepang memiliki sebuah komedi duduk (sit down komedi) yang dikenal dengan istilah Rakugo yang mengisahkan cerita-cerita komikal. Dalam komedi ini, posisi duduk penampil harus menumpukkan tumitnya saat bercerita. Dibutuhkan latihan panjang untuk dapat bertahan lama dalam posisi duduk seperti itu. Penampil mengenakan pakaian resmi tradisional Jepang (kimono) dan kadangkala dilengkapi celana panjang gombrong (hakama) atau jubah resmi (haori), kipas (sensu) dan handuk kecil (tenugu). Benda-benda tersebut membantu penampil dalam menyajikan cerita dan mengekspresikan serta memerankan tokoh dalam cerita tersebut, mislanya saja kipas dapat menjadi sumpit, gunting, rokok, pipa rokok, atau pena. Handuk dapat dijadikan buku atau uang. Penampil duduk di atas alas berukuran kecil, mengenakan kimono dan mengisahkan seluruh cerita sendirian.
Akar dari rakugo dapat dilacak pada abad ke 17 M. Seni ini berkembang dari cerita mini yang diceritakan di tengah rakyat kebanyakan. Gaya pementasan rakugo mulai dipakemkan di akhir abad ke-18 dan sejak saat itu hampir tidak mengalami perubahan. Saat para artisan mengetahui bahwa profesi tersebut dapat mendatangkan uang, mereka kemudian berinisiatif untuk menyewa ruangan luas (yose) di sebuah rumah dan duduk di atas matras kecil untuk mementaskan cerita-cerita rakugo. Penampil rakugo dikenal sebagai Rakugo-ka. Cerita-cerita dalam rakugo awalnya dimaksudkan untuk mengajarkan apa yang bisa menjadi bahan tertawaan di tengah masyarakat dan sekaligus juga memberikan pelajaran pengetahuan sosial pada masyarakat. Dalam perkembangannya, rakugo menjadi bentuk pertunjukan untuk rakyat biasa dan tempat petunjukkan rakugo (Yose) menjadi tempat pertemuan warga. Menurut catatan sejarah , tidak ada pencerita rakugo adalah wanita . Mungkin hal ini disebabkan karena dalam kebudayaan Jepang aktivitas sosial menjadi wewenang kaum pria.
Ketika rakugo semakin popular, tradisi untuk mempelajari rakugo mulai terbangun. Murid-murid yang belajar menjadi penampil disebut deshi. Jika seorang ingin menjadi murid seorang rakugo-ka favorit, dia harus mendaftar terlebih dulu untuk menjadi muridnya. Jika rakugo-ka melihat ada bakat dan prospek bagus dimiliki oleh si pelamar, maka dia akan dijadikan murid. Sang guru akan mengajar muridnya secara verbal, pertama dengan menceritakan cerita tertentu, mungkin cerita yang paling disukainya dan kemudian para deshi menirukannya sebaik mungkin. Dengan praktek dan latihan yang rutin, sang murid dapat menambahkan atau mengubah gaya dan memasukkan orisinilitas ke dalam cerita. Semua latihan dilangsungkan secara verbal. Teks tertulis tidak dipergunakan, mungkin karena saat kesenian ini berkembang, tidak banyak orang yang bisa membaca, karena itu tradisi ini diwariskan dari generasi ke generasi. Akhir-akhir ini mulai digunakan audio dan videotape, namun teks tertulis masih digunakan. Banyak perubahan terjadi dengan majunya waktu, namun rakugo tetap diminati oleh masyarakat Jepang. Komedi duduk ini telah menjadi cermin masyarakat kontemporer Jepang.
Leave a Reply