1997_awal Maret_Edisi 064_gaya:
PAYUNG untuk berlindung dan bergaya
Sejak 3000 tahun silam, bangsa Cina dan Mesir nampaknya sudah menerapkan papatah ‘sedia payung sebelum hujan’. Memang, nenek moyang kedua bangsa inilah yang menemukan payung. Setelah itu, fungsi payung pun berkembang, tidak sekedar melindungi kepala dari terik matahari atau hujan, tetapi juga atribut kebangsawanan, seperti yang terjadi di Birma dan Asiria. Dari Mediterania, barulah payung menyebar ke Eropa Utara dan digunakan sebagai asesoris wanita Prancis pada abad 17 dan 18.
Lain lagi cerita payung di Inggris. Ternyata payung yang terbuat dari sutra pernah dianggap dapat menurunkan martabat pemakainnya. Mereka yang menggunakan payung sutra sering mendapat julukan banci. Baru kemudian para pembaharu gaya Victorian mempelopori pemakaian payung gaya baru sehingga orang tidak lgi malu untuk memakainya. Martabat payung semakin membaik sejak Jonas Hanway menjadi pria pertama yang nekat memakai payung di sepanjang jalanan London. Di tangannya, payung selain tampak lebih maskulin, juga menjadi sangat praktis karena dapat dilipat.
Pada tahun 1850, Samuel Fox dari Sockdale mematenkan kerangka payung dari baja sebagai pengganti kerangka dari tulang. Bentuknya serupa dengan tongkat Tonkin dari Indocina. Karena itu, tampilan payung menjadi lebih kokoh sehingga akhirnya payung pada era Victorian dan Edwardian.
140 tahun kemudian, yaitu tahun 1990, payung naik peringkat menjadi alat uji coba ilmiah. College of Aeronautics di Cranfield mengadakan test terowongan angin dengan menggunakan sejumlah payung. Hasinya, dengan kecepatan angin 50km/jam, tidak ada satu payung pun yang dapat bertahan tanpa menjadi cukup.
Sumber: The Encyclopedia of Fashion, Themes and Hudson Ltd, 1986
Leave a Reply