Berpikiran terbuka itu konon menyehatkan jiwa.

PANTOMIM: Kekuatan Tanpa Kata

Written in

by

1997_awal Oktober_Edisi 078_lepas:
PANTOMIM: Kekuatan Tanpa Kata

Pantomim dilarang tampil!

Kejadian ini muncul pada akhir bulan Juni lalu. Di sebuah bazaar yang berlangsung di Benteng Vredenburg kota Yogya, Jemek Supardi berhasil menarik perhatian orang banyak. Dengan kelenturan tubuhnya yang kerap mengundang tawa, ia berkomunikasi dengan beragam orang yang berkunjung, termasuk dengan para penjaja dagangan. Semua senang, semua riang….tapi, tidak demikian dengan Bapak satpam. Entah karena tidak tahu batasan atraksi kesenian atau karena alasan ketertiban, Bapak Satpam menghetikan aksi pantomime tersebut. Jemek sendiri berusaha untuk tetap berpikir posistif, dianggapnya “usiran” Bapak Satpam sebagai bagian dari adegan.

Kita tidak pernah tahu apa yang berkecamuk di balik sikap positif Jemek, yang pasti dari kejadian tersebut ada bukti bahwa pantomim tidaklah banyak dikenal, apalagi dimengerti. Padahal seni yang sangat mengandalkan olah tubuh dan kebisuan ini sudah lahir di Yunani tahun 600 SM.

Kini, pantomime sering diasosiasikan dengan bentuk acting komedi tanpa kata. Tapi kalau kita coba telusuri, pantomime ternyata adalah istilah klasik ang berawal dari dua jenis bentuk akting pertama, dipakai untuk menyebut aktor komedi di masa Yunani yang menggunakan gerak tubuh untuk berkomunikasi. Kedua, dipakai untuk menyebut aktor di Romawi yang menyampaikan perannya melalui tari dan lagu.

Bentuk awal seni pantomime yan masih bisa ditelusuri adalah phlyake, sebuah pertunjukan peran jenaka yang mengangkat tema dari kehidupan nyata dan mitologi yang berkembang di kawasan Sparta, dan Dorian. Pemeran dalam pertunjukan ini tidak saja berpakaian aneh, tapi juga menutupi muka mereka dengan topeng yang hanya menyisakan bagian muka dibuka dan ditutup.

Penulis pertama dan ternama seni pantomime Dorian adalah Epicharmus (530-400 SM). Sejak tahun 485 hingga 467 SM, dia menjadi satu-satunya penulis pantomime paling kondang di Syracuse. Sampai-sampai pemikir kondang Aristoteles menganggapnya sebagai penulis puisi dramatik pertama yang sangat bersahaja. Epicharmus  juga menulis beberapa plat komikal dan menghaluskan permainan pantomime sebelumnya. Pantomim Dorian kemudia dianggap sebagi bentuk awal pantomime modern. Sejak itu pantomime Identik dengan sifat-sifat komikal, karakter para pahlawan atau bahkan dewa pun biasa dijadikan bahan tertawaan. Tidak hanya dengan cara menggali peribahasa, tapi juga merancang permainan kata-kata yang dapat membuat penonton tertawa.

Dalam perkembangannya, seni pantomime semakin dikenal banyak bangsa di dunia melalui industry film. Tahun 1927 dikenal sebagai era tanpa kata, dimana banyak sekali aktor film yang menguasai seni pantomime, seperti Ben Turpin, Charlie Chaplin. Bahkan di tahun 1900, berbagai metode ekspresi dan gerak yang paling baru telah dikembangkan dengan serius. Di perancis, seniman pantomime yang legendary adalah Marcel Marceau, yang menentukan karakter BIP dengan muka putih. BIP adalah terjemahan Marceau untuk gaya individunya dari pantomime klasik Pierrot. Marceau membatasi karyanya sebagai seni mengekspresikan perasaan melalui bahasa tubuh.

Di Indonesia, sedikit sekali seniman yang mau menggeluti seni pantomime, apalagi yang mencari temuan gerak ekspresi baru karena agaknya cabang kesenian ini diperlakukan sebagai seni komplementer saja. Nama-nama yang tercatat paling hanya beberapa gelintir saja, di antaranta Sena A. Utoyo, Didi Petet, dan yang paling legendaris adalah Jemek Supardi atau Pardi Kampret.

Mengenal Jemek adalah mengenal pria yang memulai karirnya di dunia pantomime sebagai bala dupha atau figuran di panggung wayang orang. Keterbatasannya untuk menghafal menjadikannya lebih sering mendapat peran “monyet”, yang hanya bisa koprol dan guling-guling. Dalam sebuah pementasan sandiwara eksperimental di Sonobudoyo tahun 1976, ia melakukan hal serupa, cuma saja ia menambahkan kejutan dengan melompati tembok untuk membeli kelepon, karena ia memang kelaparan. Improvisasi Jemek terus berlangsung di lingkungan Teater Alam, yang menurut Seno G. Ajidarma, bisa dibilang merupakan awal dari karir Jemek di dunia peran tanpa kata.

Sumber: Katalog Pementasan Pantomim “Kuasa Maha Kuasa” Oleh Jemek Supardi; encyclopedia britanica.

Tags

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *