Enrico Halim
Mainan kapal otok-otok adalah sebuah benda yang sudah sejak lama berada di kebudayaan populer Indonesia. Mainan ini adalah sebuah contoh komoditi yang memiliki nilai guna maupun estetika yang rendah, namun (pernah) dekat dengan masyarakat Indonesia. Mainan kapal otok-otok dapat dianggap kitsch. Sesuatu yang ada hanya untuk memuaskan naluri kesenangan semata. Kesenangan memang adalah tujuan dari bermain. Setidaknya itulah tujuan bermain menurut Johan Huizinga, sejarawan Belanda yang menulis buku Homo Ludens pada 1949.
Dalam konteks pameran di GaleriKertas – StudioHanafi, gagasan yang ingin disampaikan adalah memosisikan kembali pikiran-pikiran dan kerja-kerja sederhana di dalam kepala kita. Meruwat pikiran dan hati dengan sesuatu yang remeh-temeh yang ada di sekitar kita. Memperhatikan sesuatu yang biasa diabaikan, bisa jadi sebuah kegiatan yang dibutuhkan untuk membongkar kesadaran palsu yang selama ini kita adopsi dengan lekat.
Kertas sebagai medium yang (hampir) purba diposisikan menjadi teman bagi mainan kapal otok-otok yang juga tidak memiliki masa depan yang jelas. Di dalam pameran ini, kertas menjadi medium untuk menampilkan pembesaran dari berbagai aspek, detail dari mainan bermaterial kaleng itu, yang diharapkan kehadiran manusia pada mainan itu akan makin terasa. Pada beberapa karya, kertas dipertemukan dengan kawat dan komponen-komponen elektronika – material yang juga berangsur menghilang dari daftar kegiatan ekstrakuler pelajar sekolah menengah di Indonesia – menyodorkan gagasan untuk saling menguatkan dalam perjalanan menuju revitalisasi – atau kematian – bersama.
Memang sesuatu yang sederhana, seperti kapal otok-otok itu, cenderung terlewati ketika narasi-narasi besar sedang dibicarakan. Narasi besar bisa jadi memang diperlukan untuk menjadi acuan ke mana kita menuju, namun tidak berarti ia boleh dianggap sebagai satu-satunya hal yang perlu diperhatikan. Perhatian kepada berbagai elemen sederhana pun tetap perlu ditempatkan pada kehidupan kita, sehingga narasi besar itu menjadi padat berisi – berakar pada kehidupan yang sederhana. Di posisi itulah pikiran-pikiran, kerja-kerja, dan benda-benda yang sederhana –
seperti mainan kapal otok-otok itu – menjadi penting untuk hadir dan mengoncang narasi-narasi besar yang kadang terlalu banyak berisi sofistikasi.
Bermain adalah hal yang manusiawi dan bila dilakukan dengan melibatkan kesenangan yang membebaskan orang lain, maka ia akan sedikit banyak mengingatkan diri kita sebagai subyek yang sedang transit di dunia ini. Banyak hal sederhana yang dapat dilakukan untuk menolak ‘bujuk-rayu’ era modern, agar demi sedikit mewujudkan kita menjadi manusia otentik – manusia yang tidak direpotkan dengan adu citra dan beragam topeng.
Secara sederhana, pameran ini menghadirkan benda yang bernama kapal otok-otok. Mainan yang sudah lama hadir di berbagai pojok kehidupan masyarakat Indonesia itu dihadirkan untuk sedikit meruwat pikiran dan jiwa. Siapa tahu ia dapat membantu kita kembali ke kehidupan nyata yang semestinya sederhana.

50×70 cm
Akrilik dan tinta di atas kertas
Mimpi Terbelit Standar
50×70 cm
Cat minyak, tinta, beragam media di atas kertas.Pal Halal
50×70 cm
Spidol dan kolase di atas koran228 Kilometer ke Timur
50×70 cm
Tinta dan kolase di atas papan kertas (bot)Antara Mukadi dan Lily
50×70 cm
Akrilik dan potongan karton di atas papan kertas (bot)Unjuk Gigi
50×70 cm
Akrilik dan kolase di atas papan kertas (bot)Fisika
50×70 cm
Akrilik dan penghapus cair di atas papan kertas (bot)33 Kodi
50×70 cm
Tinta dan potongan kertas di atas papan kertas (bot)“O”
50×70 cm
Akrilik dan kolase di atas papan kertas (bot)Antara
50×70 cm
Akrilik di atas kertasAda Telaga di Timur
50×70 cm
Akrilik dan tinta di atas papan kertas (bot)Hujan Kodian
50×70 cm
Akrilik di atas kertasNenek Moyang
50×70 cm
Akrilik di atas kertas
Leave a Reply