Umurnya baru menjadi 79 tahun minggu lalu. Tan Liong Houw tampak sehat dan bersemangat sewaktu bercerita banyak soal sepak bola di Indonesia di tahun 1950an.
Pada saat itu, Tim sepak bola Indonesia mendapat banyak perhatian dan kesempatan untuk bertanding di dalam dan luar negara, melawan negara-negara yang sudah lebih dulu dikenal unggul di persepakbolaan dunia. Mengangkat nama Indonesia kemanapun tim tersebut bertanding, merupakan kebanggaan yang bukan hanya ‘lip-service’.
“Apalagi, kalau sudah memakai seragam dengan lambang Garuda.. Tidak bisa main-main, itu!” demikian kata Pak Tan. ” Setiap bertanding, kami itu berperang (!). Berperang untuk keharuman negeri kita! Tidak ada alasan lain!”
Dengan prestasi yang dicapai dengan perjuangan keras, Pak Tan sering mendapat penghargaan atau sedikitnya potret bersama dengan para pemimpin negara, antara lain dengan Soekarno, Choe En Lain, Mao Tse Tung.
Ia bersyukur, bahwa nama pemberian ayahnya yang berarti Naga (liong) dan macan (houw) benar-benar dapat dijelmakan dalam rupa prestasinya sebagai gelandang kiri PSSI di tahun 1950an. Bagi dirinya, nama orde baru: Latief Haris Tanoto, tidak berarti apa-apa.
Pak Tan tidak terlalu peduli dengan ‘gonjang-ganjing’ politik dan kegiatan rasisme yang mencuat di tahun 1950an. Ia hanya ingin melakukan yang terbaik. Yang terbaik bagi negaranya yang baru saja lahir.
* foto kedua dan ketiga adalah dari koleksi Tan Lion Houw
Leave a Reply