1997_akhir Juli_Edisi 071_nuansa:
Membuat Pilihan
Sore itu tidak akan berbeda dengan sore sebelumnya bila tidak ada rekan kami yang bertanya, “apakah kita memang mempunyai pilihan?” Saat itu, tidak ada yang langsung menanggapi pertanyaan tersebut, sampai akhirnya ia menjawab pertanyaannya sendiri, “sepertinya tidak, ya?!”
Beberapa hari setelah itu, masalah pilihan tersebut masih saja jadi topik percakapan kami. Sebagian dari kami menganggap bahwa sebuah pilihan kadang bukan pilihan dalam arti sesungguhnya. Pilihan terpaksa diambil karena disodorkan oleh kekuatan besar sehingga tidak ada daya untuk menolaknya. Karena itu, akibatnya pun menjadi tidak penting artinya. Kalau pilihannya saja dipaksakan, maka akibatnya pun pasti sesuatu yang terpaksa pula. Begitu kira-kira logikanya.
Bagi beberapa rekan lainnya, pilihan malah dianggap tidak pernah ada pada saat ini. Keseragaman telah jadi pilihan utama, bahkan untuk menyampaikan berita sekalipun. Ketika perang etnik Serbia-Bosnia meletus, kita sama-sama mengetahuinya. Begitu juga dengan perang-perang lainnya. Rata-rata kita mempunyai pengetahuan yang sama, karena memang mendapat berita yang sama hanya dari sumber yang berbeda.
Jadi, tidak ada yang namanya pilihan itu. Kerika kita ingin tahun tentang keseharian, kemana harus mencarinya? Kemana kita mencari tahu tentang kopi yang kita minum setiap pagi, tentang mimpi, atau tentang sepatu?
Jawabannya mungkin sukar, tapi bukan suatu yang mustahil, paling tidak bagi seorang teman yang tiba-tiba berkata, “Kita buat saja pilihan itu!”
Salam!
Leave a Reply