2000_ September _Edisi 116_bahas:
Maraknya perdagangan burung Irian Jaya di Jakarta
dari kerabat untuk kerabat
“Sampai dengan Juni 2000 ini, perdagangan satwa, utamanya burung endemic asal Irian (Jaya), terus berlanjut, baik untuk jenis yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi,” ungkap John A Maturbongs, staf bidang species monitoring World Wide Fund (WWF) Bioergion Sahul, Irian Jaya.
Irian Jaya memang indah,di sanalah terdapat keanekaragaman hayati tersebar di Indonesia, bahkan di kawasan pasifik tropis, Irian Jaya, yang terletak di bagian Barat Kepulauan Indonesia, dengan luas sekitar 416.000 km2, memiliki sebagian besar hutan hujan tropis yang masih tersisa dan juga beberapa terumbu karang yang paling asri di dunia. Ditambah dengan lingkungan pantai, hutan bakau dan kawasan pegunungan berbagai nona. Semua itu terangkum dalam rangkaian habitat amat luas, mulai dari daerah yang paling rendah di atas muka laut sampai daerah pegunungan yang paling tinggi di Asia Tenggara (4884 mdpl).
Para ilmuwan dan ahli keanekaragaman hayati memastikan bahwa di provinsi ini terdapat 200.000 – 300.000 jenis serangga, 164 jenis mamalia, 329 jenis reptilian dan amfibia, 650 jenis burung, 250 jenis ikan air tawar dan 1200 jenis ikan laut. Dari 337 jenis burung paruh bengkok (Famili Psittacidae) yang ada di dunia, 85 jenis diantaranya ada di Indonesia, dan 44 jenis diantaranya ada di Irian Jaya. Kekayaan satwa yang amat fantastis ini tak urung menggiurkan pelaku-pelaku yang ingin mengambil keuntungan secara sepihak. Hal ini mendorong terjadinya eksploitasi satwa Irian Jaya secara berlebihan. Perburuan, penangkapan dan penjualan satwa, khususnya jenis burung, telah berlangsung lama. Sejarah mencatat, sejak jamuan kerajaan (abad ke XV) hingga kini.
Sejarah Perdagangan Burung Irian
Sejak Abad XV, orang Ternate dan Tidore sudah terbiasa melakukan barter dengan penduduk di Pulau Raja Ampat. Mereka menawarkan sejumlah kulit burung Cendrawasih kecil (Paradisaea minor) untuk dibarter dengan piring kain, cangkir, tembakau dan lain sebagainya. November 1521, Raja Barjan menghadiahkan dua kulit burung Cendrawasih (Paradise ipp) kepada Raja Spanyol Tahun 1919. Belanda mengekspor 121.000 kulit burung cendrawasih dan 1.100 kilogram bulu burung kakatua (Cacatua Galerita), nuri kepala hitam (Lorius Lory) dan mambeuk (Goura Victoria) dari Irian Jaya. Oleh karena itu, jangan heran jika anggota militer (TNI/POLRi) yang selesai bertugas dari kawasan ini tak lupa membawa oleh-oleh satwa khas Irian. Tak kurang dari anggota prajurit sampai ke tingkat Jenderal mengkonsumsi satwa burung ini sebagai cendera mata. Hingga kini, praktek-praktek eksploitasi satwa, khususnya burung, masih terus terjadi. Justru volume perdagangannya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Satwa tersebut telah disebar dari habitatnya dan diperdagangkan secara mengenaskan di Jakarta.
Leave a Reply