1995_mula Oktober_Edisi 030_peduli:
Malapetaka Yang Dicari
Ketika daur kehidupan menjadi timpang, malapetaka pun kerap menjelang. Itu pula yang terjadi ketika rantai makanan terputus yang menyebabkan hama tidak dapat lagi ditanggulangi. Para petani menjerit dan para ilmuwan pun memutar otak untuk manciptakan ramuan mujarab, dan terciptalah pestisida.
Pestisida beberapa waktu yang lalu, pernah menjadi dewa penolong bagi petani. Ramuan ini berjasa untuk memberantas tanaman liar, serangga, jamur, hewan pengerat, bakteri, dan sebagainya pendek kata, kehadiran pestisida bagai temuan manusia tanpa cela sampai kemudian diketahui bahwa bahaya membayangi.
Penggunaan pestisida dalam jangka panjang ternyata menciptakan kekebalan pada beberapa jenis serangga. Tetapi, sebaliknya, banyak tanaman yang justru kehilangan kekebalan alaminya terhadap serangga.
Selain itu, pestisida pun, terutama DDT, menjadi penyebab penipisan kulit burung sehingga tidak lagi layak menetaskan anak-anak burung baru. Akibatnya, beberapa jenis burung, di antaranya kondor Kalifornia dan pelikan coklat, terancam punah.
Daftar Dosa pestisida mejadi semakin panjang setelah diketahui bahwa manusia pun dapat terkena akibat buruknya. Melalui makanan yang terkontaminasi oleh pestisida, kerusakan pada beberapa organ tubuh manusia, seperti hati, paru-paru ginjal, liver dan jaringan syarat, tidak dapat lagi dihindari. Celakanya, anak-anak disinyalir sebagi penanggung resiko tertinggi terkena penyakit kanker dan kerusakan otak karena dibandingkan dengan makanan orang dewasa, makanan anak-anak lebih banyak telah terkontaminasi pestisida.
Dengan sederet bencana ini, pada tahun 1987, Enviromental Protection Agency mendata bahwa pestisida menempati urutan ketiga dari 31 sumber perusak lingkungan.
Namun, tentunya, tidak semua pestisida merupakan sumber malapetaka. Ada beberapa di antaranya yang aman untuk lingkungan, seperti pestisida unsur-unsurnya dapat terurai secara alami.
Leave a Reply