Berpikiran terbuka itu konon menyehatkan jiwa.

2001_November_Edisi 130_Nuansa:
Lumbung Pertanian Organik untuk Pemberdayaan Petani
Rohman Yuliawan

Kebutuhan akan lumbung agaknya mulai muncul kembali di kalangan petani. Kelompok tani yan tergabung sebagai mitra Usaha Bersama Sahabat Niaga Petani (UB Sahani), Yogyakarta, mislanya mulai merintis pemanfaatan lumbungsebagai salah satu instrument pemberdayaan petani. Saat ini pola pertanian orgnik, yang sehat, lestari dan ramah lingkungan dipandang sebagai potensi ekonomi yang cukup menggiurkan, terbukti ada beberapa raksasa bisni yang mulai merambah bidang ini. Tentu saja masuknya pemain baru dengan modal besar meminggirkan kelompo tani yang memiliki keterbatasan kemampuan permodalan dan manajemen.

“Berdasar pemikiran semacam itu, sangat beralasan kami mencoba menumbuhkan kembali budaya lumbung. Tempat seperti lumbung kami butuhkan untuk mengatur alur distribusi dan pemasaran produk beras organik,” kata Pak Widodo, ketua Badan Pengawas (BP) UB Sahani. Selama ini Toko Sahani yang terletak di Jalan Magelang km. 7 menjadi satu-satunya ujung tombak pemasaran produk beras organik yang dihasilkan oleh 14 kelompok tani yang ada di Magelang, Bantul dan Boyolali. Dengan dibangunnya pola pemasaran yang melibatkan lumbung sebagai sentra distribusi, maka permasalahan pemasaran seperti menumpuknya produk atau kekurangan stok akan dapat tertangani. “Kami membeli gabah hasil panen langsung dari anggota kelompok tani untuk disimpan di lumbung kemudian kami salurkan melalui Toko Sahani sesuai permintaan pasar,” terang pak Widodo.

UB Sahani juga menyediakan dana yang disebut Pinjaman Penguatan Lumbung sebagai insentif bagi kelompok tani yang berkeinginan untuk membangun lumbung kelompok. Saat ini baru terhimpun dana sebesar 14 juta rupiah untuk dialokasikan dalam proyek tersebut. Setiapkelompok tani bisa mengajukan pinjaman hingga 3 juta rupiah dan dapat diangsur 10 kali dengan dipotongkan dari pembayaran setoran beras yang dipasarkan lewat UB Sahani. “Dengan tersedianya pinjaman ini, kami harapkan kelompok tani akan terdorong untuk memabangun lumbung untuk anggota-anggotanya,” harap pak Widodo.

Apa yang disebut lumbung oleh pak Widodo bukan harus berujud bangunan tersendiri dengan konstruksi khusus sebagaimana bayangan awam, namun bisa hanya berupa kamar biasa dari rumah salah satu pengurus kelompok tani, Gabah pun bisa disimpan dalam karung, tidak ditata di atas para-para atau tenggok (tempat gabah atau beras dari bambu) seperti acap dipakai pada lumbung-lumbung desa di masa lalu. Salah satu contoh adalah lumbung yang dimiliki kelompok tani pertanian organik Desa Mangunsari, Sawangan, Magelang. Lumbung yang terletak di dusun Sebrang ini memanfaatkan kama-kamar rumah Pak Wiyanto, salah seorang pengurus kelompok tani, sebagai tempat penyimpanan gabah. “Ya, biarpun cuma seadanya yang penting para petani bisa kembali belajar mengelola produk pertanian mereka lewat lumbung,” ujar pak Widodo.

Tags

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *