2001_Mei_Edisi 124_Jelajah:
Lukisan manusia gua di Sulawesi
Gunawan dan Ako
Gua Lascoux situs Mantignac Perancis tercatat meninggalkan seni prasejarah tertua di dunia dengan adanya lukisan pada dinding guanya. Situs itu diperkirakan berasal dari masa 28.000 samapi 10.000 tahun SM. Pendukungnya adalah manusia Cro-magnan yang termasuk seniman pertama di dunia.
Lukisan gua dari msa prasejarah juga ditemukan di wilayah Indonesia Timus, seperti Irian Jaya, Kepulauan Maluku, Sulawesi Selatan, Tengah dan Tenggara. Lukisan-lukisan Gua ini masih menjadi misteri yang sedang berusaha dikuakkan oleh para arkeolog Indonesia. Inilah hasil pengamatan dua arkeolog Indonesia ke gua-gua di Sulawesi.
Para seniman purba tentunya tidak membuat karya lukis untuk mengadakan sebuah pameran, entah bagi teman-temannya, enatah bagi keturunannya yang hidup puluhan ribu tahun kemudian. Karya lukis ini awalnya lahir ketika manusia mulai mengamati lingkungan di sekitarnya dan rasa takut terhadap kenyataan-kenyataan alam sekitarnya, hal ini disebabkan karena manusia gua telah meninggal menetap. Brian M. Fagan mengatakan bahwa imajinasi lukisan ini biasanya lahir ketika yang bersangkutan memperhatikan beberapa objek di sekelilingnya, berupa tumbuh-tumbuhan, binatang atau bentangan alam yang dilihatnya setiap hari dan secara langsung menyangkut keperluan hidupnya.
Masih banyak pertanyaan tentang makna lukisan gua. Selain bersifat seni yang mengungkapkan ekspresi jiwa, tidak mustahil lukisan-lukisan dinding gua itu hanya berupa lambang atau simbolik. Maka ketika di Indonesia ditemukannya lukisan gua, para arkeolog begitu terpacu untuk meneliti sisa-sia budayanya termasuk sampah makanan, alat batu sebagai peralatan hidup mereka. Salah satunya adalah yang ditemukan di Kabupaten Maros dan Pengkep di Sulawesi Selatan, serta Pulau Muna di Sulawesi Tenggara.
Jajaran pegunungan kapus di Kabupaten Maros dan Pangkep, Sulawesi Selatan, menyimpan ceritera kehidupan manusia gua. Beberapa gua yang terkenal cukup banyak lukisannya adalah leang-leang di Maros; leang Sumpang Bita, leang JariE, leang Lambatorang, leang Garunggung, leang Bulu sumi, leang PettaE, leang Saluka, leang MacinnaE dan leang Cumi Lantang.
Satu di antara gua yang paling luas dan menarik di daerah Pangkep adalah leang Sumpang Bita, terletak pada ketinggian kurang lebih 280 meter di atas permukaan laut. Gua ini sangat padat dengan lukisan dan cap taplak tangan manusia purba dari berbagai bentuk dan ukuran. Hampir seluruh dindingnya, kecuali langit-langit gua, tertutup lukisan merah hematite menyolok berupa gambar perahu yang panjangnya dua meter lebih, lukisan hewan anoa, babi, cap kaki dan tangan, serta ganbar-gambar lain yang sulit teridentifikasi akibat rembesan air dan tumbuhan lumut yang merusak gambar-gambar purba itu. Menurut beberapa ahli arkeologi bahwa lukisan-lukisan adari Sulawesi Selatan, khususnya yang terdapat di kompleks gua-gua Maros dan Pangkep, merupakan lukisan tertua di Indonesia.
Hasil penelitian gua-gua di daerah Maros dan Pangkep yang pernah dilakukan ahli sejarah mengatakan bahwa manusia penghuninya adalah “Suku Toala”. Penamaan istilah Suku Toala itu muncul dari hasil penelitian dua orang pecinta alam berkebangsaan Swiss, yaitu Paul dan Fritz Sarasin pada tahun 1902-1903. Konon saat itu mereka masih sempat bertemu suku penghuni gua yang kemudian diduga sebagai keturunan nenek moyang yang mendukung kehidupan gua. Segingga sampai saat ini istilah “Suku Toala” masih dipakai untuk penamaan manusia purba yang pernah menghuni gua-gua alam Sulawesi Selatan.
Selain gua prasejarah yang terdapat di Sulawesi Selatan, lukisan dinding gua terdapat juga di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara yang menampilkan bentuk dan warna yang berbeda. Seni lukis yang berwarna coklat dari Pulau Muna tertera di gua Metanduno, Kobori, La Kolumbu, Toko dan Wa Bose. Juga terdapat di ceruk Tangga Ara, La Sabo, La Masarofa, Ida Malangi dan Goma.
Gua Metanduno dan Kobori merupakan gua yang mempunyai ruang besar, terletak 250 meter di atas permukaan laut yang menyimpan gambar ± 316 buah. Lukisan yang paling menarik untuk galeri di gua itu adalah adegan perburuan sekelompok manusia yang tengah mengepung seekor rusa jantan bertanduk runcing. Manusia pengepung itu bersenjatakan tombak yang tamapak siap dilontarkan di punggung rusa dan dibelakangnya terdapat dua ekor anjing yang ikut berperan dalam perburuan.
Selain itu lukisan-lukisan binatang seperti rusa, kambing, sapi dan babi dengan berbagai bentuk dan adegan dapat diapakai sebagai petunjuk cara perburuan dengan menggunakan tombak yang dilaksanakan secara berkelompok dan perorangan. Gambaran cara berburunya,ada yang menggunakan tunggangan kuda dan berjalan kaki. Hal ini merefleksikan aktivitas kehidupan mereka, karena hingga kini kuda, rusa, babi, sapi, kambing, anjing, biawak, dan buaya tetap hidup di Pulau Muna.
Selain lukisan-lukisan binatang dan manusia ditemukan pula lukisan perahu, baik yng ada di Sulawesi Selatan (sekitar Kab. Maros dan Pangkep) maupun di pulau Muna. Lukisan perahu yang terdapat di Gua Maros dan Pangkep berupa sampan atau perahu kecil yang berbentuk agak bulat. Lain halnya lukisan perahu di Pulau yang memperlihatkan bentuk leboh maju dengan tergambarnya dayung dan layar.
Lukisan-lukisan dinding gua selain memnggambarkan alam kepercayaan, kehidupan sosial dan ekonominya, serta sebagai ungkapan perasaan jiwanya, tidak mustahil juga merupakan kegiatan yang mempunyai tujuan. Apapun arti lukisan tersebut, keahlian para seniman gua dan keindahan karyanya sangat mengagumkan. Masalahnya lukisan gua tidak lepas dari subjek pelakunya yaitu manusia. Oleh karenanya lukisan tersebut bermanfaar bagi ilmu. Arkeologi untuk menampilkan dan mengingatkan pada generasinya bagaimana manusia pada saat itu berperilaku.
Gunawan & Ako adalah arkeolog yang kini bekerja di Ditlinbijarah
Leave a Reply