1998_Juni_Edisi 091_bahas:
Lithograf, Etsa, Serigraf karya Pelukis Affandi
Ketika itu usianya sudah tidak muda lagi-73 tahun-Ia sudah begitu terkenal dan menjadi kebanggaan bangsa ini, namun Affandi tak pernah berpaling dari misi kerakyatannya. Saat ia harus menghadapi kenyataan bahwa karyanya hanya dimiliki oleh kaum berpunya, maka Affandi pun tertarik untuk mempelajari beberapa teknik grafis dengan sebuah impian bahwa karyanya kelak bisa dimiliki oleh banyak orang.
Waktu itu tahun 1977, Affandi bepergian ke Eropa untuk menerima hadiah penghargaan perdamaian dari Yayasan Internasional “Dag Hammerjskold” dan menerima gelar “grand maestro” di Italia. Setelah dari Italia, ia langsung pergi ke Belgia mengunjungi cucunya yang baru saja melangsungkan pernikahan dengan seorang wartawan-diplomat Belgia, Dirix Urbain. Di saat itulah Affandi menerima tawaran tinggi selama 2 bulan di Massereel Centrum Brussel untuk belajar teknik grafis seperti lithografi, serigraf dan etsa. Berbeda dengan karya lukisan dimana Beliau dapat menyelesaikannya dalam waktu 60 menit, maka dengan teknik grafis Affandi memerlukan waktu beberapa hari untuk mencapai tahapan karya telah selesai.
Salah satu teknik yang paling rumit adalah membuat karya lithograph-atau menggambar pada sebuah permukaan batu yang rata dan licin serta memakai tinta khusus. Dengan teknik ini, Affandi harus melewati berbagai tahapan teknis, misalnya mengasah batu litho dengan lempengan baja yang disebut levigator. Sebagai percobaan pertama,Affandi membuat lithografi bergambar dirinya dan cucunya-dimana goretan liar yang biasa ditemui dalam lukisannya tidak terlalu kentara. Ada dua tipe karya lithografi Affandi-yaitu dua karya litho yang ditangani penuh oleh Affandi sendiri di Belgia dan karya lithograph berwarna yang dibuat Italia. Untuk yang terakhir, karyanya dipindahkan ke batu dengan mesin serta dicetak pula oleh mesin. Seluruh proses ini diawasi secara langsung oleh Affandi. Selama di Belgia Affandi telah menciptakan 2 jenis karya lithografi yang masing-masing dicetak sebanyak 75 lembar.
Disamping memperdalam lihograf, Affandi pun mempelajari teknik etsa, yaitu system cetak di atas plat logam [tembaga] dengan bahan kimia yang menolak tinta. Jika pada teknik litho, gambar menyatu dengan permukaan batu, maka gambar etsa ditorehkan ke tembaga yang sebelumnya telah dilaburi dengan campuran aspaltum dan bensin. Setelah ditoreh, maka lempengan logam dibersihkan hingga asplatum hilang dan tinggal torehan gambar yang siap dituangkan tinta lalu dicetak. Untuk teknik etsa, Affandi telah membuat 5 karya yang masing-masing dicetak sebanyak 12 lembar.
Karya asli grafis Affandi yang jumlahnya masih terbatas tentu saja belum dapat memenuhi keinginan para pecintanya yang ingin memiliki karya Affandi dengan biaya terjangka. Untuk itu Dirix Art Gallery adalah satu-satunya lembaga yang memiliki hak cipta untuk memproduksi dan mendistribusikan reproduksi karya Affandi. Hak cipta tersebut dituangkan secara tertulis oleh Affandi semasa hidupnya. Demi menjaga kemungkinan pemalsuan, maka di setiap karya reproduksi tertera cap sertifikasit dan bayangan infra merah di kertasnya, sehingga tidak sembarang pihak dapat membuat reproduksi karya Affandi. Untuk menjaga kualitas reproduksi, Dirix Art Gallery pun menggunkan kertas acid free yang tidak mudah rusak. Jumlah reproduksi karya Affandi dibuat dalam jumlah massal, misalnya dari setiap lukisan asli dibuat bertahap. Hingga saat ini Dirix Art gallery telah membuat 100 subject serigraf [sablon] lukisan Affandi yang masing-masing dicetak sebanyak 200 lembar. Kemudian 14 subject photolithografi yang masing-masing dicetak sebanyak 12 buah porcelin. Seluruh karya grafis Affandi berikut artefak batu litho dan lempengan logamnya serta reproduksi karyanya dapat dinikmati dan diperoleh di Dirix Art Gallery. Jl. Solo Km 8 [adi Sucipto] Yogyakarta. Tel. 0274-563516; Fax. 0274-565334.
[hasil wawancara dengan Bapak Dirix urbain & Ibu Helfi Dirix]
Leave a Reply