1998_Februari_Edisi 087_peduli:
Lebih ramah dengan BBG
Jika Anda menemukan poster ataupun karikatur tentang udara Jakarta, maka tidak keliru jika Anda mendapatkan gambaran yang pekat, hitam, dan didominasi warna hitam. Itu masih lumayan, karena realitas sesungguhnya lebih mengerikan dari itu. Bayangkan saja, di antara 20 kota besar di dunia, Jakarta menduduki peringkat ke tiga setelah Meksiko dan Bangkok sebagai kota yang memiliki udara terburuk. Sedangkan menurut UNEP [United for Environment Program] tahun 1991. Jakarta sebagai megacity terparah dengan populasi emisi kendaraan bermotor dan industry yang sudah melampaui ambang baku yang ditetapkan WHO. Wajar saja jika penelitian Swisscontact beberapa waktu lalu yang memberikan laporan bahwa tingkat kecerdasan [IQ] anak-anak Jakarta menurun beberapa point. Dan jika keadaan ini dibiarkan terus menerus, bukan tidak mungkin pada kadar tertentu polusi udara Jakarta akan mengancam syaraf kita bahkan mematikan!
Untuk mengatasi hal ini, salah satu alternatifnya adalah dengan mengurangi serta menggannti pemakaian bahan bakar konvensional [bensin dan solar] dengan Bahan Bakar Gas dan BBG. Cara ini diangap perlu, selain memberikan dampak lingkungan jauh lebih kecil dibanding bahan bakar konvensional [mencapai 50%], juga secara ekonomis jauh lebih hemat.
BBG adalah gas bumi yang telah dimurnikan. Dengan komposisi 90% atas metana dan etana, sisanya gas butane, prona, nitrogen dan karbon dioksida, BBG merupakan bahan bakar mobil yang sangat baik. Gas yang memiliki berat jenis 0,6063 ini, didukung pula konstituen utamanya metana [CH4], mempunyai sifat fisis dan termodinamika yang cocok untuk mesin dan penyalaan api [sparkigition engines], seperti halnya mobil dengan bahan bakar bensin.
MATEMATIKA BBG
JIKA 1 HARI SEORANG SOPIR TAKSI MENEMPUH 300 KM, MAKA DIBUTUHKAN 30 LITER BENSIN SENILAI RP. 21.000,- SEMENTARA DENGAN BBG, UNTUK JARAK YANG SAMA HANYA DIBUTUHKAN MAKSIMUM 25 LITER LPS [DENGAN HARGA RP. 275/LITER] ATAU MAKSIMAL SENILAI RP. 6.875. JADI, DALAM SATU TAHUN BERARTI DAPAT MENGHEMAT LEBIH DARI TIGA JUTA!
Penggunaan BBG sebagai suplemen diesel juga telah diteliti secara intensif. Saat ini, program penggunaan BBG untuk armada kota [yang bermesin diesk] sudah banyak dilakukan di kota-kota besar dunia seperti Italia, Selandia Baru, Rusia, Amerika, Cina, Argentina, Kanada, dan Bangkok. Selain itu, dengan kemajuan yang pesat di bidang teknik pengendalian secara elektronis, maka konversi motor bensin khusunya karburatornya [mekanis] makin membuat sistem pengapian mesin lebih andal dan efisien pada pemakaian BBG.
Sayangnya, hingga saat ini pengguna BBG untuk mobil-mobil pribadi di Indonesia tidak begitu mendapat tanggapan. Barangkali baru sekitar 300 kendaraan saja yang menggunakannya. Sedangkan untuk taksi di Jakarta, menurut catatan September 1997, terdapat 5.237 taksi yang menggunakan BBG dari 19.993 taksi yang beroperasi. Jumlah ini tidak termasuk kendaraan umum lain yang jumlahnya mencapai 87.880 kendaraan. Padahal, penggunaan BBG akan lebih menguntungkan pada skala ekonomi yang cukup besar misalnya armada taksi ataupun bis kota.
Selain lebih ramah lingkungan, penggunaan BBG juga menjadi alterntif pengganti BBM yang semakin tipis cadangannya. Indonesia diprediksikan akan mengalami kekurangan BBM pada pasca tahun 2000. Dan sebaliknya,cadangan BBG kita melimpah, mancapai 217 triliyun kaki kubik! Tinggal kita yang harus memilih, bersikap arif atau sama sekali tak peduli.
Perkiraan Emisi Gas Buang [gram.mil]
Gas Buang Bensin Solar BBG
Hidrokarbon 0,68 1,15 0,25
Karbon monoksida 3,63 2,55 0,10
Nitrogen oksida 1,37 1,95 0,50
Sulfir oksida 0,45 0,80 –
Senyaea Campuran 0,06 0,70 –
Sumber: BAPEDAL Eko Teguh Paripurno dalam PANCAROBA, Edisi Musim Hujan No. 10, Januari 1997 Dr Suwarto dalam Makalah Lokakarya Standar dan Pedoman Umum Penggunaan BBG untuk Kendaraan Bermotor, Jakarta 16-17 Januari 1995.
Leave a Reply