1997_awal Juli_Edisi 072_bahas:
Kopi Toraja
Perkebunan kopi arabika dan robusta di Toraja telah beroperasi sejak tahun 1938, menyebar luas di empat kabupaten yang terletak di pegunungan dengan ketinggian 1100 m. Sejak 10 tahun terakhir, ditanam pula kopi arabika dan robusta yang bibitnya diambil dari Jember dan Bali. Sayangnya, tidak seperti kopi tuan rumah, jenis kopi baru ini berumur produksi lebih pendek, sekitar 4-5 tahun saja dan aromanya kalah sedap dibanding kopi yang telah ada. Namun, di sisi lain, kapasitas produksi jenis ini jauh lebih banyak dari jenis yang lama. Setiap bulannnya dari beberapa perkebunan milik petani daerah dapat dihasilkan kurang lebih 40 ton biji kopi. Sekalipun kalah subur, hingga saat ini masih tetap dipertahankan areal kebun kopi khusus jenis kopi arabika dan robusta lokal (begitu mereka menyebut untuk jenis yang lama). Kawasan ini malah mendapat perlindungan istimewa dari masyarakat dan Dinas Kehutanan.
Sudah menjadi kebiasaan Orang Toraja untuk minum kopi setiap pagi, siang dan sore. Cara mereka meminum, kopi sangat khas, yaitu menggunakan tempurung kelapa sebagai cangkir (menurut mereka kopi akan bertambah nikmat aroma dan rasanya apabila diminum di tempurung kelapa, yang semakin sering dipakai semakin halus dan tahan lama). Saat ini, tidak banyak lagi cangkir tempurung yang tersisa. Akibatnya, tempurung ini semakin diburu dan harganya pun semakin melambung tinggi.
Sebagai ‘teman’ minum kopi, Orang Toraja biasa menghidangkan deppotori (deppa artinya kue, dan tori artinya diiris) serta secangkir minuman lain yang tidak lain adalah seduhan daun kopi yang telah menguning dan gugur (seperti minum teh, Orang toraja biasa minum seduhan ini kapan saja). Selain ditemani deppatori, acara minum kopi dilengkapi pula dengan ubi rebus, talas rebus, atau bubur manado yang ditabuir bubuk jagung halus.
Kopi pernah dilarang
Tahun 1511, Kair Bey, seorang gubernur muda dari kesultanan Kairo menentang kebijaksanaan minum kopi. Keputusannya diambil karena ia mendengar sekelompok orang merencanakan minum kopi semalam suntuk sepulang dari mesjid. Kair Bey tidak senang mendengarnya, karena dianggap bertentangan dengan hukum Islam. Esok harinya, keluar perintah penutupan kedai kopi. Peristiwa ini akhirnya sampai ke telingan Sang Sultan, yang ternyata sangat suka minum kopi. Tidak lama kemudian, peraturan Kair Bey pun dicabut.Pada tahunn 1956, Ottoman Grand Vizir Koprilli beranggapan bahwa kedai kopi adalah sumber keburukan dan korupsi sehingga tidak diperkenankan untuk dibuka. Pelanggar pertama dari larangan ini mendapat hukuman pukul, dan pelanggar kedua dimasukkan ke dalam kantong kulit, dijahit, lalu dibuang ke Selat Bosporus. 1674 a Woman’s petition against coffe membuat pernyataan penolakan kopi. Pasalnya, di saat krisis, para wanita sering ditinggalkan suaminya yang sering mengunjungi kedai kopi. Para pria pun langsung membuat pembelaan atas perbuatan mereka tersebut. 1675 Raja Charles II mengeluarkan maklumat untuk memusnahkan kedai kopi karena dianggap sebagai ajang orang-orang yang suka bermalas-malsan dan putusa asa. Para penikmat kedai kopi dianggap telah membuang waktu, tidak bekerja dan menimbulkan kedengkian serta skandal yang menjatuhkan nama raja. Hanya sebelas hari kemudian, Raja Chasles II menarik kembali.
Di Perancis, kopi mendapat perlawanan dari para pedagang anggur (wine) yang takut tersaingi. Untuk memeranginya para pedagang anggur menyitir pernyataan seorang dokter di Marsellies tahun 1679, “buah dari tanaman yang ditemukan kambing dan unta, membakar darah, menyebabkan kelumpuhan, impotent dan kurus…membahayakan sebagian besar penduduk Marseilles”. Pernyataan Sang dokter ini merujuk pada dongeng seorang pengembara Jerman di abad XVII. Pengembara ini bercerita tentang seorang raja Persia yang mencandui kopi sampai dia tidak lagi menyukai wanita. Lalu suatu hari ratu melihat seekor kuda jantan yang dikebiri dengan cara yang sangat sederhana yaitu memberinya kopi setiap pagi.
Aroma Kopi Bandung
“Mau minum kopi selamanja enak? Aromanja dan rasanya tinggal tetap, kalau ini Kopi sudah di buka dari kantongnja harap di pindahkan di stopfles atau dibilik jang tertutup rapet. Djangan tinggal di kantong!”
Begitulah kiat yang tertulis pada kemasan kopi dari toko Aroma di Jalan Banceuy, Bandung. Dan sejak tahun 1930, saat toko Aroma dibuka,kemasan itu tidak pernah berubah bentuknya maupun tulisannya. Selain kemasan, arsitektur bangunan dan alat-alat yang ada di pabrik kopi Aroma masih tetap sama seperti 67 tahun yang lalu. Ketel penggorengan biji kopi merek Mahkonig buatan Jerman dan Hobart eks Amerika Serikat masih bertarikh 1930. Semua mesin ini masih berfungsi dan terpelihara dengan baik.
Prose pembuatan kopi yang dilakukan oleh Bapak Widyapratama, pemilik pabrik kopi Aroma, terdiri dari beberapa tahap. Semua tahap dijalankan secara manual dan alami, namun dikontrol dengan ketat. Biji kopi yang benar-benar sudah tua (berwarna merah) bukan berwarna hijau. Biji kopi arabika didatangkan dari kebun-kebun kopi di Aceh, Medan, Toraja dan Maluku. Sedangkan biji kopi robusta berasal dari Bengkulu, Lampung dan Jawa Tengah.
Biji kopi pilihan ini lalu dikeringkan secara alami di bawah terik matahari, tanpa dicampur bahan kimia apapun agar kadar airnya turun. Setelah itu, biji kopi dimasukkan kedalam karung goni dan diletakkan di gudang. Biji kopi arabika harus disimpan selama 7 tahun untuk menghasilkan kualitas terbaik. Sedangkan biji kopi robusta harus disimpan selama 5 tahun. Angka 7 dan 5 diperoleh berdasarkan pengalaman dan bukan hasil pengujian laboratorium. Pada masa penyimpanan ini, kadar air turun dari 12% menjadi hanya sekitar 3-4% saja.
Setelah disimpan selama 5-7 tahun, biji-biji itu siap disangrai dengan menggunakan sebuah alat berbentuk bulat seperti ranjau laut berdiameter kurang lebih 100 cm yang digerakkan di atas bara api batang kayu karet yang mempunyai sifat api khas dan asapnya memberikan aroma khusus terhadap biji kopi yang dibakar. Proses ini dilakukan secara perlahan-lahan. Proses terakhir adalah biji-biji kopi digiling secara manual dengan menggunakan mesin sederhana buatan Jerman tahun 1930. Akhirnya, kopi Aroma pun siap untuk dipasarkan.
Toko Aroma menjual dua macam kopi, yaitu arabika yang wangi dan robusta yang bercita rasa lebih pahit.
Dengan keunggulan rasa, toko Aroma tidak hanya berhasil menjaring pelanggan dalam negeri, tapi dari berbagai negara seperti Belanda, Inggris, Amerika, dan Belgia. Tidak hanya itu, di beberapa hotel terkemuka pun sedapnya kopi Aroma dapat dinikmati. Nama Sidewalk Café Hotel Savoy Homam Bandung, London Café di Jl. Braga Bandung, London Café di Jl. Braga Bandung, Hotel Chedi Bandung dan beberapa hotel terkemuka di Jakarta, seperti Hotel Regent dan Hotel Mandarin adalah nama-nama yang tercatat sebagai pelanggan toko berharum sedap ini.
Untuk keterangan lebih lanjut silakan datang ke Pabrik Kopi AROMA di Jl. Banceuy No. 51 Bandung 40111, Telp. (022) 430-473 atau Fax (022) 432-648.
Leave a Reply