1996 _akhir Juli_ Edisi 049_:
“Ketika Tato Menjadi Sebuah Persahabatan”
Ini tentang Antonk, seorang seniman tato di Djogja!
Pure black Tatto studio?
Suatu ungkapan unik, karena pure atau murni selalu identik dengan putih dan bukan hitam. Satu hal yang terasa dari ungkapan ini adalah kekuatan untuk memutuskan sebuah jalan hidup. Dan menjadi seniman tato adalah jalan yang telah dipilih Atonk sejak 5 tahun terakhir ini.
Lahir di Semarang tahun 1969 dengan nama Sapto Rahardjo. Tahun 1990, kegemaran dan talenta di wilayah seni disalurkannya melalui studi di jurusan grafis murni Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Namun hanya beberapa tahun ini ISI, dengan sadar Atonk memutuskan keluar dari dunia akademis. Mengapa?
“Dari kecil saya memang tidak senang sekolah, sepertinya saya lebih pintar dari pada guru, bukannya mau sombong,” ujarnya sambil tertawa.
Tapi proses penciptaan seni tetap mengalir, ia membuat komik, juga karya-karya gratis. Daya ungkap karyanya sangat sarat dengan semangat resistensi. Walhasil, beberapa kali karyawan disensor di berbagai peristiwa pameran.
Katertarikannya pada wilayah tato mentato dimulai pada kesukaan akan musik-musik alternative. Saat itu suasana dan lingkup pergaulan di kampus ISI cukup mempunyai andil, juga areal tinggalnya di pekampungan turis Sosrowijayan menegaskan pilihannya menekuni dunia tato. Ia pun mulai belajar teknik pembuatan tato, bereksperimen di tubuhnya sendiri maupun teman-temannya. Setelah dua tahun menyelami dunia rajah, Antonk merasa siap melakoni profesionalisme tato. Kesiapannya ditandai dengan standar pengetahuan yang dimiliki plus penguasa alat tato. Standar ini tidak terbatas pada keapikan disainnya, yang lebih penting adalah pengenalan akan tubuh manusia, keseterilan pembuata tato, pengetahuan medis tentang efek tato, dan disiplin
“Saya harus menerima siapapun yang ingin ditato, apakah seorang homoseksual atau siapapun, ini salah satu sikap profesionalisme”, ujarnya.
Atonk sangat menyadari, bahwa membuat tato adalah keputusan besar dalam hidup seseorang. Sehingga saat menghadapi kliennya, Ia selalu bertanya “sudah pernah di tato? Dan “mengapa di tato?” Dan jawabannya, ada bermacam-macam alasan diungkapkan, dari persoalan senang menggambari tubuh sampai pada patah hati. Karena itu, sering yang terjadi bukan hanya menato gambar di kulit seseorang, tapi juga komunikasi rasa antara dirinya dengan orang dari berbagai bangsa yang sedang berkunjung ke Yogkarta.
Apakah ada daya magis dari kegiatan tato mentatonya?
“Saya tidak terlalu tahu. Tapi kadang ada orang yang cocok dengan symbol-simbol tatonya dan mereka selalu kembali ke saya “Berapa sih biaya satu kali menato?
“Untuk orang yang mulanya bukan teman, standarnya $30. Tapi kalau buat teman lain, baik itu orang Indonesia atau asing,” akunya.
Hal paling menarik dari pengalamannya adalah kesadaran bahwa setiap kali sedang menato seseorang, ia pun sedang menato sebuah persahabatan. Sehingga dalam menjalankan kegiatan tatonya Atonk tidak terlalu ngotot kira-kira dalam satu minggu ia dapat 3-4 tamu.
Leave a Reply