1997_akhir Februari_Edisi 063_santap:
Kenali kuali anda…
Mendengar kata kuali, ingatan melayang ke proses keramik, dan kalau di Djokja rujukan utama untuk keramik adalah daerah Kaongan, tempatnya para pengrajin keramik. Menurut cerita yang diketahui turun temurun, daerah ini didirikan oleh Kyai Song yang akhirnya memunculkan nama “Kasongan”. Sebelumnya Kasongan dihuni oleh para petani biasa, tetapi karena adanya masalah hak kepemilikan tanah di jaman Belanda, mereka kehilangan haknya dan mata pencaharian hidup beralih menjadi pengrajin keramik. Ini cerita singkatnya.
Dengan tekhnik pembakaran tradisional dan sistem tungku, para pengrajin memproduksi pelbagai alat rumah tangga seperti kendi, gentong, cowek, dan tentunya kuali sebagai wadah untuk memasak air maupun pangganan. Lalu dengan sepeda tua peralatan ini dibawa keliling Yogyakarta untuk dipasarkan gaya “door to door”.
Namun setelah para panci dan wajan aluminium bermunculan, fungsi kualipun semakin tergeser. Para pengrajin di Kasongan tidak terlalu rajin menggarap peralatan dapur yang satu ini. Lain halnya dengan kendil yang masih banyak digunakan untuk memasak gudek, masakan khas Yogyakarta. Menurut salah seorang pengrajin, produk kualinya sering dibeli oleh orang dari Kota Gede, fungsinya untuk melelehkan aluminium. Lain lagi dengan pedagang gudek di depan pasar Bring Harjo, kuali digunakan sebagai assesoris panganannya, agar bisa menarik pengunjung. Yah masaknya tetap pakai panci…….praktis katanya.
Sebuah desa bernama Cibadak bisa disebut sebagai salah satu daerah kelahiran kuali yang banyak digunakan lebih dari sepuluh bengkel pengrajin kualii. Tidak mengherankan bila daerah ini pernah meraih juara 1 untuk lomba kerajinan tangan pembuatan kuali se-Bogor.
Kuali buatan Cibadak adalah kuali yang masih dikerjakan dengan tangan oleh para pengrajin yang dibekali pengetahuan membuat alat masak memasak ini dari leluhur mereka. Seperti hanya Mang Ali dan Mang Acang, yang menekuni pekerjaan ini sejak tahun 1979 sebagai warisan usaha kakek mereka.
Kuali made in Cibadak dibuat dari lempengan besi, yang biasanya berasal dari drum minyak sayur. Cara membuatnya pun sangat sederhana. Dimulai dengan memotong lempengan besi sesuai ukuran diameter yang didinginkan. Barulah sesudah itu pembentukan kuali dilakukan dengan bantuan cetakan menyerupai velg monil dengan lubang tengahnya. Lempengan besi tadi diletakkan di atas cetakan, kemudian diketuk hingga membentuk cekungan kuali. Proses pengetukan biasanya dimulai dari lingkaran terluar ke lingkaran paling dalam.
Setelah bentuk cekungan sempurna, permukaan kuali dibersihkan dan dilicinkan dengan menggunakan ampelas. Terakhir, barulah kuping kuali atau pegangan dipasang. Seluruh proses pembuatan kuali ini biasanya memakan waktu 2 hari.
Ada lebih dari 10 ukuran kuali yang biasa dibuat pengrajin Cibadak, mulai diameter 18 cm sampai diameter 100 cm! Ukuran 18 hingga 40 cm biasanya digunakan untuk keperluan masak rumah tangga. Ukuran 35 hingga 50 cm digunakan oleh pegadangan nasi goreng keliling atau restoran kecil. Ukuran 48 hingga 60 cm adalah pilihan restoran besar. Sedangkan ukuran 50 hingga 100 cm bisa digunakan oleh penjual gorengan keliling atau pembuat aneka kripik goreng. Harga kuali itu berkisar antara Rp. 2500,- sampai Rp. 60.000,-
Kuali di atas kebanyakan dijual di sepanjang daerah Jl. Raya Parung mulai dari Salabenda sampai Cimanggu. Selain itu, kuali tersebut dapat diperoleh di daerah Jembatan Lima, Krukut, Angke dan Sumur Batu.
Jadi, bila Anda kebetulan melintasi Jl. Raya Parung, mengapa tidak mencoba mampir ke Desa Cibadak dan mengintip pembuatan kuali. Bukankah menyenangkan mengetahui asal benda yang ada di dekat kita!
Disadur dari:
“Atmosudiro, Sumijati, “Notes On The Tradition of Pottrey Makking In The Region of Kasongan, Regency of Bantul, Yogyakarta”.
Hasil ngobrol dengan pengrajin Keramik di Kasongan
Peralatan produksi tradisional dan perkembangannya di DIY. Penerbit oleh Depdikbud, 1989 . Hasil wawancara dengan pengrajin kuali di Rt01/02 desa Cibadak, Kelurahan Cibadak, Kecamatan Tanah Sereal, Kodya Bogor.
Leave a Reply