Berpikiran terbuka itu konon menyehatkan jiwa.

1997_akhir Juli_Edisi 071_pilihan:
Kekuatan seorang Oprah Winfrey

The Deep End of the Ocean, mungkin tidak akan pernah terjual lebih dari 100.000 eksemplar kalau saja Oprah Winfrey tidak mengundang Jacquelyn Mitchard hadir di acara Oprah,s Book Club. Setelah hampir tidak percaya bahwa undangan di mesin penjawabnya berasal adari Oprah, ia bahkan menghapus dua pesan sebelumnya, penulis beranak lima ini akhirnya menyadari bahwa yang mengundangnya adalah “benar-benar” Oprah. “Bagaimana bisa percaya, karena saya punya teman yang menelpon dan mengaku dirinya Richard Nixon,” ungkap Mitchand member alasan kepada majalah Time.

Setelah menjadi tamu di talk show bulanan Oprah, angka penjualan novel karya Mitchard langsung terkatrol menjadi 850.000 eksemplar! Tidak hanya itu, novel yang bercerita tentang seseorang anak usia tiga tahun yang tiba-tiba menghilang ini bahkan masuk ke deretan daftar buku best seller versi the New York Times, melampaui prestasi Danielle Steel dan Stephan King.

Undangan keberuntungan ini tidak hanya diperoleh oleh Mitchard. Oprah pun telah memperkenalkan Song of Solomon karya Toni Morrison dan the Book of Ruth karya Jane Hamilton. Dan, seperti nasib noel karya Mitchard, penjualan Song of Solomon yang tadinya hanya berjumlah 374.000 eksemplar langsung meroket manjadi 895.000 eksemplar, sedangkan The Book of Ruth dari hanya terjual 85.000 eksemplar lantas saja terjual 600.000 eksemplar.

Resep “laris manis” Oprah Winfrey segera saja jadi lirikan para penerbit. Setiap hari kepala mereka dipenuhi pertanyaan, “bagaimana caranya agar Oprah mau memilih satu judul buku terbitan kita?”

Para penerbit boleh saja berusaha sekuat tenaga untuk mendekati Oprah, namun sepertinya tidak akan ada yang berhasil. Masalahnya, Oprah tidak sembarang merekomendasikan sebuah buku. Acaranya menjadi sesuatu yang tidak dapat dipengaruhi penerbit manapun. Artinya, Oprah memilih sendiri buku yang akan ia tayangkan. Dengan 15 sampai 20 juta permirsa setianya. Wanita ini siap melambungkan sebuah buku ke puncak tangga.

Bila MTV jadi panutan
Apa yang paling membedakan MTV dengan stasiun televisi lainnya, selain video klip musik dan VJ-nya? Jawabnnya sudah dapat dipastikan adalah sisipan-sisipan promosinya yang sangat beragam. Mulai dari adegan rambut seorang pria tambun dipangkas hingga membentuk logo MTV sampai adegan Orang India makan sirih lengkap dengan gaya meludahnya.

Menurut Shadnam Melawani, manajer komunikasi MTV Networks Asia, dalam kamus MTV tayangan sisipan yang biasa tampil ditengah-tengah acara (filler) dibedakan dalam tiga kategori; Pertama,MTV IDs, biasanya berupa animasi berdurasi 10 detik yang menampilkan identitas MTV. Kedua, image promo, berupa film pendek yang umumnya mengungkap hal-hal seputar musik dan budaya populer dalam gaya humor dan tidak jarang berkesan “tidak sopan”. Subjek dalam promosi ini sangat tidak terbatas atau sering kali juga dibuat untuk menyampaikan sebuah pesan tertentu yang dianggap perlu untuk diketahui penonton MTV.  Ketiga, tune ins, tayangan singkat yang fungsinya selain untuk memberitahukan jadwal acara, juga untuk menampilkan citra MTV secara keseluruhan.

Konsep tayangan sisipan promosi MTV lahir bersamaan dengan kehadiran MTV untuk pertama kalinya di hadapan pemirsa televisi Amerika, sekitar awal tahun 1980-an. Setelah itu, konsep tersebut diadopsi oleh setiap stasiun MTV di seluruh dunia, bahkan oleh banyak stasiun televisi lainnya sebuah fenomena baru dilahirkan oleh MTV. Sebuah cara berpromosi dalam kemasan serba informative, segar (kadang kocak), serta menampilkan tampilan baru dari gaya hidup permirsa telah berhasil mengukuhkan citra MTV sebagai stasiun alternative…lain dari pada yang lain…dan mulai jadi panutan.

Sebagai panutan, warna MTV nampaknya telah merasuk ke benak banyak creative director dalam negeri, terutama yang berkecimpung di bidang pembuatan video klip. Warna, gerak, dan kebebasan tampilan serta merta jadi rumus mereka untuk berkarya.Hasilnya, ada yang berhasil tapi tidak jarang pula yang malah menciptakan karya tidak “kejutrungan”. Sekalipun demikian, bukan berarti kita tidak punya creative director MTV Networks Asia, mialnya. Bahkan, Mira Lesmana dari Milles Productions merasa yakin bahwa Rizal Mantovani dan Richard Buntario adalah dua orang yang dapat menghasilkan konsep sekuat milik MTV. Namun, tentu saja kekuatan konsep tidak akan pernah menghasilkan sesuatu yang berarti besar bila tidak didukung oleh kemampuan kelompok kerja dan sarana. Dan sepertinya, kedua hal inilah yang sering menjadi kambing hitamnya.

Sumber : International Design, 36th Annual Desain Review, July-Aug 1990. Time, Vol. 149 No. 11, March 17, 1997. TIME, Vol.148 No. 23, December 2, 1996.  Time, Vol.149 No, 17, April 28, 1997. Hardbard, Jane, Jeff Wright, 1992,40 years of British Television, Voxfree Ltd. Harian KOMPAS, 16 Juni 1996, Selasa, 14 Maret 1995, 24 November 1993. Brown, Les, 1977. The New York Times, Encyclopedia of Television, Times Books. Matra, No. 73, Agustus 1992. Postman, Neil 1995,, Menghibur Diri Sam;pai Mati; Mewaspadai Televisi, Pustaka Sinar Harapan. Wahyudi.J.B.Drs. 1986, Media Komunikasi Massa Televisi. Alumni Bandung. Bernas, Minggu, 8 Juni 1997. Encyclopedia Britanica. Majalah Teknologi, No. 56, Juni, 1991. Terima kasih kepada Shabnam Melwani, MTV-Networks Asia, dan Mira Lesmana, Miles Productions

Tags

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *