Berpikiran terbuka itu konon menyehatkan jiwa.

JEANS dari vermak ke wantex

Written in

by

1998_November_Edisi 096_selip:
JEANS dari vermak ke wantex

Dalam kamus bahasa Indonesia, kita tidak akan pernah menemukan kata “vermak” kecuali “permak” yang berarti merombak, mengubah atau memukuli dan menyiksa. Tetapi dalam “kamus” tukang jahit di manapun. Anda akan temukan kata “permak” yang di awali dengan huruf “v”. Mungkin inilah bentuk lain intervensi Levi’s, yang secara bawah sadar telah mempengaruhi kosa kata tukang jahit dengan menuliskan kata “permak” menjadi “vermak”. Huruf “v” tentu saja mengingatkan kita pada kata Levi’s.

Soal kata vermak ini, arti yang lazim bagi tukang jahit berarti mengubah jeans dari bentuk atau ukuran aslinya ke bentuk atau ukuran yang baru. Mengubah bentuk ini termasuk juga mengecilkan pinggang, memendekkan kaki atau membongkar keseluruhan yang disesuaikan dengan keinginan pemesan. Membongkar keseluruhan diartikan juga sebagai vermak total atau yang dikenal dengan nama lain “bongkar plat”.

Di Jakarta khususnya, profesi vermak ini hampir dilakukan oleh setiap tukang jahit. Namun ada banyak tukang jahit yang mengkhususkan diri pada vermak. Seperti dilakukan oleh Windar asal Klaten misalnya. Ia membuka kios vermak di Jalan Buncit Raya, Jakarta Selatan. Kios tersebut dipasang merek dengan nama “Vermak Levis 501” lengkap dengan logografis Levi’s aslinya.

“Vermak lebih menguntungkan dari pada menjahit pesanan pakaian,” kata Windar yang mengaku menghasilkan rata-rata Rp. 400.000 per bulan.

“Yang paling suit dilakukan saat vermak adalah menyesuaikan bodi,” aku Windar. Sebab, menurut Windar lagi, banyak pemesan yang tidak memperhitungkan hal-hal lain di saat vermak. Misalnya, mereka hanya minta pinggangnya saja yang dikecilkan. Padahal, jika tidak disesuaikan dengan yang lain hasilnya akan terlihat tidak pantas.

Di Jakarta, selain di Pasar Minggu, Pasar Rumput, Manggarai, vermak jeans kaki lima banyak di temukan di jalan Bekasi Timur, persis depan stasiun Jatinegara. Di tempat ini puluhan tukang jahit mangkal hingga malam hari. Rata-rata harga untuk satu stel vermak berkisar Rp. 10.000,- sampai Rp. 15.000,- tergantung tingkat kesulitan mengerjakannya.

WANTEX
Kata “wantex” bukan kata kerja dan tidak mungkin juga kita temukan dalam Kamus Bahasa Indonesia mana pun. Wantex sebebnarnya mengacu pada merek pewarna pakaian yang banyak dijual secara eceran di toko kelontongan. Ada banyak pilihan warna yang disesuaikan dengan nomor serinya. Misalnya, warna untuk membirukan jeans yang kusam atau telah luntur warnanya, digunakan no 27 atau biru tua. Namun di beberapa tempat di Jakarta, “mewantex” telah menjadi jenis kata kerja yang mengacu pada pekerjaan keliling yang mewarnai kembali pakaian tergantung selera pemesannya. Pekerja keliling ini biasanya membawa sebuah kompor minyak pompa, sebuah ember dan memanggil pemesannya dari gang ke gang dengan berteriak, “Wantex!, wantex!, wantex.”

Proses mewantex hanya membutuhkan waktu 5 menit. Setelah air mendidih, dicampurkanlah zat pewarna. Lalu diaduk merata sebelum pakaian yang dicelupkan dimasukkan.

Seperti mas Ujang yang kami temui saat keliling di Gang Marlina di Muara Baru, Jakarta Utara. “Proses mewantex sangat mudah. Tetapi agar wantex tidak luntur kembali yang sulit,” kata Mas Ujang yang enggan membuka rahasia “ramuannya” pada [aikon!].

“Yang paling sering memang mewantex celana jeans, “kata Mas Ujang yang mematok Rp. 2.500,- untuk satu jeans. Sedangkan untuk dua celana atau lebih bisa lebih murah. “Asal warnanya tetap sama,” kata Mas Ujang dengan alasan hanya tinggal menambak sedikit wantex.

“Penghasilannya tidak tentu. Tapi rata-rata sehari kadang dapat Rp. 5000,- sampai 15.000,-,” ujar Mas Ujang yang dari penghasilannya dapat pulang kampung sebulan sekali. Di kampungnya di Slawi, Tegal, mas Ujang memberi nafkah satu anak dan istrinya dari hasil tabungan mewantex.

Profesi mas Ujang sebagai pewantex bukan tidak punya resiko. Suatu kali dia pernah dimarah-marah seorang ibu, gara-gara celana yang diwantex luntur ke pakaian lain. “Padahal saya sudah pesan, setelah dijemur cuci sekali lagi,” cerita mas Ujang yang mengaku tidak mau lagi lewat gang tempat ibu tersebut.

Sumber:
Mas Ujang, Gg Marlina, Muara Baru, Jakarta Utara dan Windar, Buncit Raya, Jakarta Selatan

Tags

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *