Sejak pemerintahan Joko Widodo, Indonesia mengalami gerakan yang ‘sat-set‘ dalam hal pembangunan infrastruktur fisik – berwujud nyata. Banyak sekali proyek infrastruktur fisik seperti jalan tol, jembatan, dan lain-lain dibangun demi pertumbuhan ekonomi.
Lepas dari berbagai masalah kebudayaan yang muncul dalam pembangunan yang melibatkan banyak tenaga kerja, semen, pasir, besi dan material lain itu, bagaimana dengan persoalan pengembangan infrastruktur kebudayaan yang komponen utamanya adalah manusia? Menjawab pertanyaan ini tentu membutuhkan energi dan wawasan seluas samudera. Dan saya belum sampai pada titik tersebut. Saya menulis ini berkaitan dengan proses pembangunan DAO Bergerak, sebuah platform digital yang saya yakini akan dapat menjadi satu di antara banyak infrastruktur kebudayaan yang dibutuhkan.
Sebagai latar belakang tulisan ini, perlu kita sepakati dulu soal istilah infrastruktur dan kebudayaan.
Menurut Kementerian Keuangan negara ini, infrastruktur adalah fasilitas teknik, fisik, sistem, perangkat keras, dan lunak yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat dan mendukung jaringan struktur agar pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat dapat berjalan dengan baik.
Kemudian, menurut Koentjananingrat, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar. Menurutnya ada tujuh unsur di dalamnya, yaitu: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, dan kesenian. Sedang menurut pemerintah, kebudayaan adalah Kebudayaan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan cipta, rasa, karsa, dan hasil karya masyarakat.
Ada pun sebagai referensi menarik yang dipublikasikan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi melalui situs Jendela. Di dalam artikel itu antara lain disebutkan: “.. pengelolaan kebudayaan tidak akan berjalan apabila pemerintah ditempatkan sebagai pelaksana kebijakan dan masyarakat sebagai objek pelaksanaan kebijakan. Alasannya jelas, bukan pemerintah yang menciptakan kebudayaan, tetapi masyarakat. Pemerintah berperan sebagai fasilitator dalam mendorong partisipasi masyarakat untuk memajukan kebudayaannya sendiri. Usaha pemajuan kebudayaan tidak bisa diwujudkan tanpa partisipasi masyarakat, di antaranya melalui peningkatan kompetensi tenaga kebudayaan serta mewujudkan akses yang meluas, merata, dan berkeadilan dalam segala urusan kebudayaan. “
Langkah berikutnya, mengaitkan dengan berbagai perangkat terkait kebudayaan yang disodorkan oleh pemerintah negara ini, antara lain:
- Undang-undang no. 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan pada 24 Mei 2017 yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo,
- Dokumen Rumusan Strategi Kebudayaan Nasional yang diterima oleh Presiden Joko Widodo pada Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) 2018, 14 Desember 2018,
- Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yang pada 24 Agustus 2021 ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo. Peraturan tersebut merupakan kompilasi seluruh peraturan turunan berbentuk PP yang diamanatkan Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan.
- Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2021 tentang Dana Abadi di Bidang Pendidikan sebagai dasar hukum pembentukan Dana Perwalian Kebudayaan, yang diterbitkan oleh pemerintah pada 15 Desember 2021,
- Peraturan Mendikbudristek Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pemantauan dan Evaluasi Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) yang dikeluarkan pada 11 Januari 2022 oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim. Peraturan tersebut merupakan acuan bagi pemerintah pusat dalam memastikan Pemerintah Daerah memenuhi kewajibannya terkait PPKD.
- Dana Abadi Kebudayaan, Dana Indonesiana yang diluncurkan Kemendikbudristek dan Kemenkeu di Jakarta pada Rabu 23 Maret 2022.
- Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 114 tahun 2022 tentang Strategi Kebudayaan beserta lampirannya yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada 14 September 2022. Ini merupakan dasar yang ditunggu-tunggu untuk mendorong munculnya Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan.
Seperti halnya kebudayaan, infrastruktur tidak selalu berupa sesuatu yang berwujud. Perangkat lunak yang dapat memakmurkan rakyat banyak pun dapat menjadi infrastruktur. Itu yang dimaksudkan dengan pembangunan DAO Bergerak. Awalnya adalah sebuah platform digital, dengan harapan nantinya menjadi sebuah ekosistem di dunia maya bagi pemajuan kebudayaan Indonesia.
Pada Desember 2022, satu dari banyak hal yang difasilitasi oleh negara melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan, adalah memberikan dukungan pada pembangunan DAO Bergerak sebagai sebuah platform digital yang akan mendorong terwujudnya ekosistem digital kebudayaan Indonesia. Melalui Kontrak Kerja Pelaksanaan Program Pemanfaatan Hasil Kelola Dana Abadi Kebudayaan Tahun 2022 Nomor: 9/KST/F1/KU/2022, sebuah platform digital dibangun demi dapat ikut mendorong pemajuan kebudayaan di Indonesia.
Decentralized Autonomous Organization (DAO) Bergerak berisi beberapa program inti yang masing-masing dapat dikembangkan dalam perjalanan waktu.
- Program Patungan adalah perangkat lunak yang mefasilitasi munculnya berbagai proyek kebudayaan dengan sistem gotong royong. Proses ini melibatkan penerima manfaat sejak awal proses pengajuan. Secara transparan, publik akan dapat melakukan pemungutan suara untuk menyetujui atau menolak proposal yang diajukan dan melakukan urun dana.
- Program Kelola memposisikan anggota platform untuk menentukan arah dan kebijakan landasan digital itu.
- Program Lumbung merupakan wadah penerima dan penyalur dana bagi kegiatan kebudayaan melalui berbagai program di dalam platform. Program ini memastikan setiap transaksi akan tercatat dan terpublikasi secara transparan.
- Program Pasar adalah sebuah fitur yang mempertemukan penjual dan pembeli karya kebudayaan bertemu.
- Program Arisan menjadi program menabung unutk masa depan. Di dalam program ini, anggota platform dapat menyimpan, staking, menerima keuntungan, dan keberuntungan, seperti halnya arisan kampung.
Bila mengaitkan pada tujuh Agenda Strategis Pemajuan Kebudayaan, DAO Bergerak dapat dianggap bekerja untuk 28 butir (dari 60 butir) di dalam 18 sub agenda yang ada.
Bila mengacu pada peraturan yang dikeluarkan presiden 14 September 2022 lalu itu, DAO Bergerak dapat ikut mefasilitasi tujuh metode utama untuk mencapai visi Pemajuan Kebudayaan:
- menyediakan ruang bagi keragaman ekspresi budaya dan mendorong interaksi budaya untuk memperkuat Kebudayaan yang inklusif;
- melindungi dan mengembangkan nilai, ekspresi, dan praktik Kebudayaan tradisional untuk memperkaya Kebudayaan nasional;
- mengembangkan dan memanfaatkan kekayaan budaya untuk memperkuat kedudukan Indonesia di dunia internasional;
- memanfaatkan Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
- memajukan Kebudayaan yang melindungi keanekaragaman hayati dan memperkuat ekosistem;
- reformasi kelembagaan dan penganggaran Kebudayaan untuk mendukung agenda Pemajuan Kebudayaan; dan
- meningkatkan peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai fasilitator Pemajuan Kebudayaan.
Inti tulisan ini adalah menyodorkan apakah dan bagaimana insiatif publik, contoh: DAO Bergerak, dapat menjadi satu di antara banyak infrastruktur kebudayaan yang perlu dibangun untuk mendorong tercapainya visi bangsa ini, seperti yang tertulis dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yaitu: menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Sederhananya.. saya percaya teknologi rantai-blok (blockchain) dapat menjadi alat bantu yang efektif.
Oya.. dalam suatu perhelatan, menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa infrastruktur itu bukan suatu kemewahan, namun “.. adalah kebutuhan untuk manusia bisa hidup layak dan bermartabat, jembatan bagi rakyat Indonesia untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan yaitu masyarakat adil makmur yang merata.”
Walau mengetahui warga Indonesia pada umumnya memiliki pengetahuan dan literasi yang rendah pada persoalan dunia digital, dan dapat diakui bahwa platform digital ini bisa jadi agak ‘jauh panggang dari api’, namun ia tetap perlu diusahakan sehingga daya melompat, mengejar ketertinggalan, dapat berkumpul dan menggerakkan momentum menuju Indonesia Bahagia – sesuai stanza kedua lagu Indonesia Raya.
Infrastruktur yang dibangun saat ini terlihat, secara kasat mata, adalah berbagai jalan tol, jembatan dan lain-lainnya yang muncul di banyak daerah di Indonesia itu. Tindak laku manusia dalam membangun berbagai infrastruktur fisik itu membutuhkan infrastruktur kebudayaan, sehingga apa yang dibangun secara fisik dapat sejalan dengan hal non fisik, antara lain: situasi kebahagiaan yang abstrak itu.
Leave a Reply