1997_akhir Maret_Edisi 065_lepas:
Cerita dibalik kereta keraton Yogyakarta
Di jaman kerajaan Mataram, kereta berkuda merupakan lambang kebesaran Sang Raja. Sampai saat ini, Sultan Hamengku Buwono X tetap menggunakan kereta-kereta peninggalan yang berada di museum. Museum itu sejak dulu merupakan tempat garasi kereta-kereta tersebut.
Keseluruhan keret yang terdapat di museum itu berjumlah 20 buah. Dan masing-masing kereta memiliki nama, antara lain:
- Kereta Premili, merupkan kereta untuk membawa penari keraton
- Kereta Kyai Jongwiyat, merupakan kereta buatan tahun 1880 dan bertugas untuk menkomandoi para prajurit.
- Kereta Kyai Manik Retno, kereta yang dibuat tahun 1815 dan ditarik oleh 2 ekor kuda ini bertugas sebagai kendaraan Sultan HB IV saat inspeksi ke desa-desa.
- Kereta Kyai Garuda Yeksa, dibuat tahun 1861 dan digunakan oleh Sultan HB VI samapi HB X dengan ditarik oleh 8 ekor kuda. Kereta ini digunakan sebagai kereta kebesaran Sang Raja atau untuk tamu-tamu Raja.
- Kereta Mandro juwolo, merupakan kereta buatan tahun 1800, digunakan oleh Pangeran Diponegoro.
- Kereta Kanjeng Nyai Jimad, merupakan kereta pusaka yang pernah digunakan oeh Sultan HB1 – HB III. Setiap bulan Suro, hari Selasa atau Jum’at kliwon kereta pusaka ini dicuci. Setiap malam Jum’at, mulai pukul 4 sore sampai 9 malam museum kereta dibuka untuk memberi kesempatan bagi masyarakat yang ingin memberikan sesaji ke kereta pusaka ini.
- Kereta kaputilin, kereta ini milik Pangeran Hasisuryo, adik Sultan HB VIII.
Para kusir kereta tersebut merupakan pilihan Sultan sendiri. Mereka merupakan abdi dalem yang tidak diperkanankan menjadi kusir andong biasa. Konon di jaman Belanda kusir mendapat gaji yang lumayan yaitu sebesar 30 gulden. Satu kusir kereta biasa didampingin 2 kenek dan beberapa pengawal berkuda didepannya. Para pengawal kuda ini berupah 5 gulden per orang. Para kusir dan penunggang kuda ini biasanya tinggal di kampung Roto wilayan (roto berasal dari kata kereta). Di kampung yang terletak persis di belakang museum kereta keraton ini pula terdapat bengkel kereta.
Sumber: MB Bujo hartono No. 02, mantan penunggang kuda kereta Yogyakarta.
Leave a Reply