Berpikiran terbuka itu konon menyehatkan jiwa.

1998_September_Edisi 094_infoseni:
Cek_&_Ricek : dari TV ke tabloid, meluruskan gosip

Neil Postman pernah beranekdot mengenai kegunaan televisi dalam bukunya “Menghibur Diri Sampai Mati”. Katanya, televisi merupakan sumber cahaya yang menerangi halaman media cetak. Hal ini terungkap setelah seorang menyalakan televisi sebagai alat penerangan karena satu-satunya lampu yang seharunya menjadi alat untuk membaca rusak.

Barangkali anekdot ini tepat untuk menyebutkan apa yang dilakukan oleh H. Bintang Ilham, Pemimpin Redaksi sekaligus yang mengilhami terbitnya tabloid anyar, Cek & Ricek. Setelah lebih setahun bercokol di layar kaca, kini Cek & Ricek juga memberi jalan penerang bagi terbitnya tabloid.

Hal ini dilakukan karena tuntutan masyarakat yang menginginkan Cek & Ricek versi televisi diperpanjang durasinya. “Tentu saja kemauan pemirsa ini mempunyai konsekuensi pada perubahan tempo tayangan dan konsepsi estetika Cek & Ricek di televisi,” kata Ilham ketika di temui [aikon!] di kantornya yang mewah di Kavling DKI, Maruya Hilir, Jakarta Barat. Kehadiran tabloid Cek & Ricek merupakan solusi dari keinginan masyarakat tadi yang tidak puas pada Cek & Ricek di telvisi, lanjut Ilham.

Kehadiran Cek & Ricek di televisi sendiri konon merupakan impian lama Ilham Bintang saat melihat kondisi sinetron yang dianggap tidak adil. “Pertumbuhan sinetron tidak didukung oleh suatu kondisi yang menempatkan sinetron pada produk budaya, melainkan sebagai produk komersil. Sinetron terasing di lingkungan intelektual, perbincangan kebudayaan dan terpuruk,” kata Ilham sewaktu mengisahkan lahirnya Bulletin Sinetron yang menurutnya adalah cikal bakal lahirnya ide untuk membuat acara Cek & Ricek di televisi. Ide ini dilakukan Ilham sewaktu menjadi ketua Humas Festival Sinetron Indonesia. Selain itu, jelas Ilham, keberadaan Cek & Ricek juga dianggap perlu sebagai “media advokasi” artis yang kadang diberitakan miring oleh media lain. “Di sini kita me-ricek kembali apa benar gosip yang berkembang di masyarakat itu. Jika tidak, kita membiarkan si artis untuk menjawabnya.”

Mekipun mengklaim diri sebagai tabloid “infotainment” pertama di Indonesia, Cek & Ricek tidak ingin jika dikatakan sebagai media yang mengeksploitasi gosip secara miring. “Justru kami merupakan media yang meluruskan gosip,” kata wartawan yang masih aktif di Harian Angkatan Bersenjata ini. Caranya, yaitu dengan membagi komposisi space yang tersedia di tabloid secara proposional. “Kami hanya memberi sinyalemen pada beberapa bagian, sisanya silahkan si pelaku gosip atau objek yang digosipkan untuk membela diri. Terserah!

Mau berbohong kek, kami sediakan ruangnya,” kata Ilham lagi.

Seperti pada Cek & Ricek edisi 03/Thn Tanggal 7-13 September 1998 lalu, di situ yang menjadi isu utama adalah Mochica Mochtar atas pengakuannya sebagai istri muda mantan Menseknag Mordiono, Isu utama ini memakan hingga tiga halaman dengan dominasi “pengakuan”Mochica sendiri. Pada halaman berikutnya, ada pernyataan pakar yang mengomentari pernyataan Mochica ini menurut perspektif hukum. Dalam edisi itu dihadirkan Bismar Siregar dan Nursyahbani Katjasungkana.

Yang menarik juga adalah rubrik “Bukan Gosip”,. Meskipun namanya bukan gosip, rubrik ini menampilkan figur yang tentu “nilai rumpi” yang kuat di masyarakat. Misalnya saja Vira Yuniar, artis sinetron yang main di sinetron Abad 21 dan Air Mata Ibu. Dalam rubrik itu Vira “digosipkan” sedang lengket dengan Fikri Haikal, putra kyai terkenal Zainuddin M.Z.

Tabloid yang membidik pangsa pasar wanita remaja hingga usia 45 ini juga menampilkan rubrik “Kalau Saya” – berisi opini pendek masyarakat tentang tokoh. Seperti pada edisi lalu, “Kalau Saya” yang ditampilkan mengambil topik “Kalau Saya BJ Habibie”. (Rubrik ini kalau tidak salah pernah menjadi majalah di Majalah Senang, Langka Tapi Nyata di asuh oleh Arswendo Atmowiloto, Gosip Red.). Rubrik ini, menurut Ilham lagi, dalam porsi kecil merupakan kepedulian Cek & Ricek terhadap gosip politik yang marak di era reformasi sekarang. Seperti sebelumnya, Cek & Ricek juga pernah mengangkat topik kolusi artis dengan pejabat di masa Orde Baru.

Menyinggung artis-artis yang minta digosipkan, Ilham mengakui memang tidak sedikit para artis sengaja menelpon untuk diangkat sebagai bahan gosip. “Tetapi gosip artis tanpa tema tentu akan membuat gosip menjadi hambar dan kosong,” kata Ilham.

Mungkin seperti dewa Midas yang membuat setiap benda menjadi emas, di tangan Ilham, bukan saja televisi berubah jadi gosip, tetapi tabloid pun kini juga menjadi gosip. Dan yang lebih penting baginya, bagaimana mencetak uang dari format gosip di atas gosip.

Sumber :

  • Siti Kusujiarti, “Antara Ideologi dan Transkip Tersembunyi; Dinamika Hubungan Gender Dalam Masyarakat Jawa”. Dalam Sangkan Paran Gender oleh Irwan Abdullah. Pustaka Pelajar:Yogyakarta,1997.
  • Bagian Riset RCTI, Indosiar, dan ANteve
  • Tiara, 24 Maret 1996
  • Pusat Informasi Kompas: Kompas, 7 Juni 1992 dalam tulisan “Kehausan Sensasi” oleh Myra Sidharta
  • Sensation Seeking: Beyond the Optimal Level of Arousal, Marvin Zackerman, Hilldale, N.J : Lawarence Erlbaum, 1979

Wawancara dengan H. Ilham Bintang, Pimp. Redaksi Cek & ricek

Tags

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *