1999_Februari_Edisi 098_selip:
Bermain
Bukan hal aneh jika kerap terbersit keinginan untuk kembali ke masa kanak-kanak. Ke masa bermain, J. Huizinga mengatakan bahwa gejala ini muncul karena manusia adalah homo ludens atau makhluk yang bermain. Dan di masa kanak-kanaklah, keberadaan naluri bermain memperoleh tempat utama. Disahkan oleh kebudayaan serta memunculkan ragam bentuk permainan di setiap suku bangsa sejak silam. Pada dinding kuburan dinasti Beni Hassan di Mesir tengah tahun 2000 SM, tertera lukisan-lukisan yang menggambarkan permainan anak-anak di jaman itu. Boneka telah menjadi kesukaan bocah perempuan Yunani kuno sejak abad 5 SM. Ribuan tahun silam, anak-anak Aborigin di Australia telah mengenal permainan bumerang.
Menurut Brunvand, bentuk permainan paling mendasar yang ada di setiap suku bangsa di dunia ini adalah gerak tubuh seperti lari, lompat, kejar-kejaran, sembunyi-sembunyian. Oleh arena itu bermain berfungsi untuk kesehatan fisik sekaligus kesehatan mental anak. Lewat permainan, anak-anak belajar bertenggang rasa – belajar memecahkan persoalan – serta merangsang kemampuan imajinasinya. Menurut sebuah penelitian di Swedia 20 tahun yang lalu,dikatakan bahwa anak-anak biasanya berganti kegiatan bermain selama 10 hingga 20 menit. Bahkan materi mainan yang beragam masih bisa membuat anak-anak bosan. Hal ini memperlihatkan betapa bermain telah menandai tahap kehidupan mereka.
Kayanya cara bermain anak telah merangsang para ahli untuk membedakan sifat permainan mereka, yaitu permainan untuk bermain (play) dan permainan untuk bertanding (games). Play sifatnya untuk mengisi waktu luang, sedangkan games membawa sifat persaingan, adanya menang & kalah, kerjasama dalam tim. Kategori ini didasarkan atas pengamatan para ahli terhadap permainan yang diwariskan turun termurun di setiap masyarakat. Namun adanya perubahan kehidupan bermasyarakat telah memunculkan jenis-jenis permainan baru yang dirancang oleh para desainer. Penemuan permainan seperti boneka Barbie, Skate Board, tidak muncul begitu saja, melainkan melalui proses pengolahan pemikiran dan eksperimen para penemunya. Ragam mainan yang ditawarkan membawa dua arti, membangun kreatifitas anak atau malah melumpuhkan daya fantasinya. ‘Untuk itu, para orang tua sungguh perlu memiliki pertimbangan untuk memilih mainan anak. Namun bagi anak-anak yang tak punya uang untuk membeli mainan atau tak punya lahan bermain yang luas, maka mereka pun menjadi desainer-desainer alam yang kreatif menciptakan cara bermain sendiri.
Leave a Reply