1997_akhir Desember_Edisi 083_nuansa:
bahasa bendera
Selain pada kapal laut, bendera juga sering digunakan sebagai alat komunikasi visual yang digunakan dilapangan udara, sirkuit balap maupun pada saat-saat darurat. Meskipun teknologi telah berkembang pesat, pesan-pesan “tradisional” yang disampaikan tidak dapat digantikan oleh kecanggihan teknologi. Di Amerika misalnya, seorang navi signalman yang berdiri di tempat yang tinggi masih sangat dibutuhkan untuk mengatur keluar masuknya kapal-kapal di pelabuhan. Bendera kapal pun diatur menurut kode Internasional yang dapat dimengerti negara dimana kapal tersebut akan berlabuh. Kode ini juga dibuat untuk memberikan informasi jenis kapal, asal negara dan informasi lain sesuai dengan bendera yang mereka pasang.
Bendera bajak laut
Bajak laut juga menggunakan bendera yang mereka sebut dengan “bendera berdarah”. Bendera ini selain untuk menciutkan nyali musuh juga dipakai sebagai ancaman bagikapal lain yang akan mereka rampok untuk tidak memberi perlawanan. Tidak ada tawar menawar, melawan berarti mati. Hal ini tercermin dari lambang bendera mereka yang pada umumnya berlatar hitam dengan gambar tengkorak, pedang yang berkilau-kilau dan jam pasir yang berwarna putih. Lambang-lambang ini menyiaratkan bagi kapal lain yang melihat bahwa nyawa mereka sebentar lagi akan berakhir dan mereka akan menemui ajalnya. Bendera-bendera bajak laut yang paling populer di tahun 1700 adalah yang dikenal dengan sebutan “Jolly Roger” yang menggambarkan tengkorak di atas tulang yang bersilang.
Kibaran semangat arek suroboyo
Belanda tentu tidak akan mengira bahwa bendera yang mereka pasang di puncak Hotel Yamato itu akan membuat arek arek Suroboyo naik darahnya. Ini terjadi pada tanggal 19 September 1945 yang dikenal oleh anak-anak sekolah dengan peristiwa penyobekan bendera di Hotel Yamato. Berawal dari keirian Belanda karena di setiap pelosok Surabaya rakyat telah memasang Merah Putih. Beberapa hari sebelumnya memang jarang sekali Merah Putih Nampak. Tetapi, atas gagasan beberapa pemuda, dipasanglah Merah Putih di atas gedung tertinggi, yaitu kantor Syuchokan [Reseden] yang melakukan hal yang sama di rumah masing-masing. Melihat keadaan ini, Belanda gelisah dan nekad memasang benderanya diatas Hotel Yamato pada tanggal 18 September 1945 malam. Pagi harinya, melihat bendera Belanda yang menantang ini, rakyat marah. Berita tersebar ke mana-mana dan mengundang rakyat secara spontan untuk unjuk rasa meminta bendera tersebut segera diturunkan. Bendera tiga warna, rood-wit-blauw itu diturunkan dan disobek birunya. Kemudian dinaikkan kembali dengan sisa Merah Putih sambil berteriak “merdeka!. Merdeka!,Merdeka!” Dari jilatan api semangat itu pula arek-arek Suroboyo terus berjuang. Peristiwa ini kelak berbuntut pada tanggal 10 Nopember 1945, dengan tewasnya Brigadir Mallaby yang menjadi alasan sekutu unutk menggempur Surabaya dengan pertempuran yang tidak imbang. Keberanian ini terus tercatat hingga kini yang kita kenal dengan Hari Pahlawan dan merupakan rangkaian yang tak terpisahkan dari perjuangan arek-arek Suroboyo untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Anehnya,pelaku peristiwa perobekan bendera tersebut hingga kini tidak diketahui dengan pasti siapa orangnya. Lebih dari tiga puluh orang telah mengaku sebagi pelakunya. Dan ahli sejarahpun disertakan untuk mencari siapa orangnya. Hasilnya tetap nihil. Keputusan Dewan Harian Daerah Angkatan 45 Provinsi Jawa Timur mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1203/SKEP/X/1984 tentang pelaku perobekan bendera Belanda menjadi Merah Putih pada tanggal 19 September 1945 di Hotel Yamato Surabaya mengatakan: “Pelaku perobekan bendera Belanda menjadi Merah Putih pada tanggal 19 September 1945 di Hotel Yamato Surabaya adalah arek-arek Suroboyo yang heroik, tanpa menyebut namanya.”
IWO JIMA
Inilah yang paling monumental mengenai berkibarnya bendera Amerika yang dibuat oleh peraih Pulitzer tahun 1945, Joe Reosenthal dari Associated Press. Foto yang berkisah tentang penyerangan pasukan sekutu yang dipimpin oleh Mac Arthur ke Iwo Jima, salah satu pulau strategis di Jepang ini, sekarang menjadi model untuk Monumen Angkatan Laut Amerika di Washington DC. Di pulau ini, 6000 tentara Amerika tewas dan 16.500 luka-luka hanya dalam waktu dua bulan, Februari hingga Maret 1945. Mereka yang diabadikan oleh Rosenthal tersebut adalah Ira H. Hayes , Franklin R. Sousley, John H. Bradley, Harlon H. Block dan dua laki-laki lain dibelakangnya, Michael Strank dan Rene A. Gagnon.
Sumber:
30 Tahun Indonesia Merdeka, Seri I
Micahael Pastoureau, Heraldry: Its Origins and Meaning, London: Themes and Hudson, 1997
The New Book of Knowledge, Vol. 6
The World Book Encyclopedia. Vol 6
Kompas, 10 September 1995, hal.4
Leave a Reply