Berpikiran terbuka itu konon menyehatkan jiwa.

1997_awal Juli_Edisi 072_peduli:
AIDS pun, menular lewat surat kabar

Saat berita Magic Johnson terjangkit AIDS merebak di berbagai surat kabar, ada banyak orang disadarkan bahwa virus itu bukan hanya milik kaum homoseksual. Kewaspadaan pun kemudian diakui harus menjadi sikap bagi setiap orang, tanpa kecuali, ini satu bukti kekuatan media massa…dapat membuka mata banyak orang dengan segera dan serentak.

Berbarengan dengan menyebarnya resensi film Philadelphia, tidak hanya nama aktor Tom Hank yang turut terangkat, citra para penderita AIDS pun mulai berubah di benak banyak pemirsanya. Ini bukti yang lain dari kekuatan media massa…dapat merubah nasib apa dan siapapun dengan cepat. Bahkan, ada hasil penelitian yang menyebutkan bahwa 37% pelajar di Zimbabwe mengetahui informasi AIDS melalui media, termasuk dari pemuatan kisah musisi Uganda yang populer di kalangan mereka, Philly Bongoley Lutaaya.

Sampai di sini, kita sepakat bahwa media massa, baik cetak maupun elektronik, adalah wahana tepat untuk menyebarkan informasi di seputar virus maut AIDS. Pemberitaan yang baik, diharapkan dapat memberikan pemahaman yang juga lebih baik dari masyarakat.

Namun ternyata media massa pula yang paling sering jadi sumber sikap tindak peduli masyarakat. Pada saat pemberitaan mengenai AIDS dimuat pada tahun 1983, tidak ada perhatian besar terhadap penyakit ini dari masyarakat Indonesia. Masalahnya, karena prioritas utama saat itu adalah penyakit hepatitis B. Sampai beberapa tahun kemudian, nama AIDs masih terdengar samar-samar. Sebuah berita yang dilansir tanggal 10 April 1986 dapat menjadi contoh. Isi beritanya kurang lebih berbunyi, “Tidak perlu panik, dibanding penyakit diare dan hepatitis B, yang telah mengakibatkan 65% kematian anak di Indonesia, AIDS hanyalah persoalan kecil”.

Dan, tidak hanya itu, media massa juga yang pernah menumbuhkan anggapan bahwa penyakit AIDS hanya milik orang asing, dibawa dari Amerika Seirkat. AIDS bukan dari bangsa Indonesia yang secara moral dimitoskan lebih baik. AIDS pun digambarkan punya kaitan erat dengan moral tidak baik. Berbagai berita sensasional mengenai kehidupan para korban AIDS semakin menguatkan keyakinan bahwa penyakit mematikan ini merupakan kutukan, terbukti bahwa kebanyakan korban yang diberitakan adalah penyeleweng perilaku seksual. Akibatnya, mereka yang menganggap dirinya jauh dari “perbuatan tercela” ini, merasa tidak punya alasan untuk takut terhadap AIDS. Akibatnya, banyak yang tidak mengetahui bahwa AIDS dapat diderita oleh siapa saja, dari bayi yang tidak berdosa sampai ibu rumah tangga yang baik. Lebih dari itu, para penderita AIDS pun mendapat perlakuan yang tidak semestinya. Cap AIDS sebagai “penyakit kaum pendosa” telah menyebabkan munculnya stigma yang semakin memperburuk keadaan. Uluran tanggna terhadap penderitanya menjadi barang langka sementara jumlah korban semakin bertambah. Tentunya, bukan hal seperti ini yang ingin diciptakan oleh media massa.

Tags

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *