hendak sebiduk seruang
dalam pelayaran panjang gerak budaya
selami getar halus laku keadaban
asah rasa tingkatan kecerdasan lahir-batin
refleksi spiritual warisan peradaban bahari nusantara
Museum Bahari sementara berbenah, renovasi total ruang baheula tinggalan kongsi dagang VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) yang masa lalu dibangun bertahap tahun 1652-1771; sebagai gudang penyimpanan aneka rempah, teh-kopi, tekstil, juga logam timah dan tembaga. Sisi bangunan di utara Jakarta sekitar Kota Tua yang dulunya gudang barat, mulai dipugar sejak Juni dan akan siap akhir November mendatang. Di halaman luas museum, belandar besar kayu jati asal Bojonegoro terpanjang ukuran 20 meter sementara digarap tukang khusus ahli kayu. Cukup sibuk proses kerja pemugaran di selasar luar gedung kokoh bercat baru, yang relatif sudah terpoles rapih.
Dalam suasana semangat berbenah pula, beberapa teman pemerhati pelaku bahari sore Jumat 6 Oktober 2017 meriung ke Museum Bahari. Ngobrol santai-serius, berbagi terbuka dalam merintis payung program Membangkitkan Pemahaman Wawasan Budaya Bahari. Temu pertama dihadiri 14 orang, dengan harapan terbangun mekanisme kerja bersama para wakil; pemerintah, bisnis, intelektual, komunitas, dan juga media massa. Inisiatif bersama menggali segala daya tersandang, gotong-royong upaya bangkitkan gerakan budaya. Diawali langkah kecil menatap horison melalui persepsi yang sama. Sambil menanam visi prospektif, terus membarukan pola pikir dan laku tindak kekinian yang teguh berpandukan nilai-nilai kebangsaan.
Di ruang dalam kantor sementaranya, Sonni Wibisono selaku tuan rumah yang kebetulan jabat Kepala Museum Bahari – Ondrust, membuka temu dengan cerita bermakna; cinta, kesungguhan, dan tanggung jawab. Menegaskan sang arkeolog ini komit kelola rawat-kembangkan Museum Bahari yang telah berada sejak 40 tahun lalu. Masa renovasi, masa perbaikan menyeluruh. Bang Sonni sebagai pegawai negeri ikhlas membawa sendiri engsel-engsel besi tempa berkarat pemacet puluhan jendela arkais yang bertahun tak terawat. “Terlalu lama jendela ini ada yang terus tertutup saja, beberapa lainnya terbuka sepanjang tahun. Engsel macet harus dibubut. Nantinya jendela-jendela akan berfungsi, dibuka tutup setiap hari sesuai jadwal kerja museum”, ujar sarjana Univesitas Indonesia asal Bukit Tinggi.
Cerita rela berkorban kawan KITA ini menyalakan semangat kepada setiap orang yang hadir dialog sore-malam itu. Dengan kesempatan setara 14 individualita yang hadir bebas bicara. Setiap orang mendengar dan di simak saat berbicara, setara ekspresikan diri dalam suasana musyawarah sampai pukul 20 malam.
Temu awal yang cukup progresif keluarannya. Dari obrolan memahami pentingnya paradigma kebudayaan sebagai proses dan bukan lagi ditempatkan semata sektoral seperti selama ini berlangsung, sampai bahasan membangun ekosistem ruang sosial dalam kerangka kerja saling berbagi.
Musyawarah dengan capaian mufakat dalam beberapa hal, utamanya mekanisme kerja bersama dalam ‘gerakan kebudayaan’. Upaya rintisan bekerjasama dalam sebiduk, sama-sama bekerja melalui payung strategi kebijakan negara-bangsa tentang budaya bahari. Melalui salah satu programnya “Membangkitkan Pemahaman Wawasan Budaya Bahari”, seperti termaktub dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2017 Tentang Kebijakan Kelautan Indonesia.
Identifikasi diri multikultur melalui penggalian budaya bahari sebagai hulu aktivitas, keluaran kegiatannya akan sangat relevan bermuara dalam sektor Ekonomi Kreatif dan Pariwisata. Dua sektor pendorong pertumbuhan tinggi dalam pembangunan yang langsung bersentuhan dengan kepentingan dasar ragam komunitas terlibat di dalamnya. Sekaligus upaya mendorong perimbangan ekonomi kerakyatan melalui kendara dua sektor ini, yang relatif lebih cair untuk bisa mengikat sinergi Quadra Helix yang terdiri dari unsur entitas; Pemerintah, Komunitas, Intelektual, dan kalangan Bisnis. Kolaborasi dinamis heliks merupakan syarat mutlak demi keberlanjutan pertumbuhannya, mengingat keempat entitas terkait adalah para aktor utama penggerak bagi lahirnya kreativitas, ide, ilmu pengetahuan dan teknologi yang penting demi tumbuhberlanjut sektor Ekonomi Kreatif dan juga Pariwisata. Dalam takar ekonomikal tumbuh sederajat dalam koridor ekonomi kerakyatan, sejalan tren negara maju dunia dimana “perimbangan kekuatan beralih dari pasar ke komunitas” dengan ragam model bisnis: koperasi, yayasan, komunitas mutual, perusahaan sosial.
Kebudayaan sebagai lapis padu rasa-karsa-karya yang mencakup dimensi spiritual-mental-fisikal kemanusiaan, dikedalamannya tertanam genetis pembelajaran-pemaknaan-pewarisan pengetahuan yang meliputi seluruh sektor kehidupan. Melalui cara pemahaman budaya, tak bosan berdawarsa sang begawan perenung kebangsaan, Daoed Joesoef selalu ingatkan: “Bila pembangunan mengacu pada kebudayaan, maka secara manajerial sejak perencanaan, proses penerapan, hingga evaluasi keberhasilan yang dimaksud adalah membangun Ruang Sosial”. Di ‘ruang sosial’ yang memanusiakan manusia inilah putaran orang seorang quadra helix berlangsung, dan diformulasikan sebagai suatu gerakan yang tak berkesudahan. Sebuah proses panjang lebih manusiawi yang akan berkesinambungan, karena individualita warga terakomodasi langsung setara dalam komunitas yang silang belajar. Saling berbagi mencakup keseluruhan nilai diperlukan bagi perkembangan kemanusiaan adil beradab. Bilamana sistem pembangunan Indonesia berazas Pancasila, maka ‘Kemanusiaan yang adil beradab’ haruslah menjadi landas pandu bersama anak negeri dalam membangun negara-bangsa. Kemanusiaan beradab yang mengedepankan ‘manusia sebagai mahluk budaya’ yang sarat simbol, yang selalu mengacu pada nilai-nilai dalam memaknai kehidupannya di bumi khatulistiwa Nusantara.
Simaklah kutipan pidato Bung Karno tentang Pancasila dalam sidang BPUPK 1 Juni 1945: “Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen. Yaitu perkataan ‘gotong-royong’. Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong-royong”. Soekarno saat gali Pancasila, bukan semata renungan malamnya natap semesta saat beliau esok akan pidato di BPUPK. Momen refleksi hidup panjang Sang Proklamator maknai rasa, pahami karsa berujud fakta karya bineka, serta sadar ruang geostrategis Tanah Air: “negara lautan yang ditaburi pulau-pulau” Pancasila seperti juga pilar NKRI, Bineka Tunggal Ika, dan UUD-45 rasanya perlu KITA sepakati rupa-ujud nyata bekerjanya kebudayaan, proses kristalisasi dialog intelektual para Bapak Pendiri Bangsa sepanjang-masanya. Benarlah pesan sang guru bangsa Ki Hajar Dewantara “…pendidikan yang humanis menekankan pentingnya pelestarian eksistensi manusia, dalam arti membantu manusia lebih manusiawi, lebih berbudaya”. Perikemanusiaan beradab sebagai insan yang utuh berkembang menyangkut lapis humanis; kedalaman spiritual daya rasa, daya karsa pada sisi intelektual, dan daya karya berbentuk fisikal.
Dengan kedalaman makna kebudayaan tersebut, maka bangkitkan pemahaman wawasan budaya merupakan proses panjang kerja pengetahuan. Upaya intens komunikasi nilai dalam rangkai aksi menanam adab-adat bahari dengan sifat-sifat jiwa; gotongroyong, keuletan, kerja keras, kemandirian, pelayanan kolektif, merdeka berekspresi, persaudaraan sederajat, toleran hargai perbedaan, dan rawat harmoni lingkungan ciptaNYA. Kerja yang sangat relevan diinisiasi dari Jakarta sebagai kota pewaris multikultur, Ibukota Negara yang berabad hidup dan dihidupi warga antarsuku serta antarbangsa, dengan segala kekayaan sumber daya ragam budaya yang unik dan saling bersilang wujudkan melting-pot – gado-gado Jakarta. Potensi besar khas metropolitan, yang perlu cermat memperhatikan segala resiko segregasi strata sosial, ekonomi, dan politik berkelindan keamanan.
Kerja budaya dengan visi prospektif tertanam bersama, akan mendorong kreativitas komunal pemicu inovasi yang komit peduli daya dukung lingkungan. Mengajak bergandeng setiap warga masyarakat, bersama jeli tepat sasaran sebarluaskan pola pengembangan sumber kebudayaan (cultural resources) dan modal sosial (social capital). Potensi besar sumber utama dan modal yang dapat ditransformasikan sebagai kekuatan peningkatan martabat kemanusiaan, sekaligus memperkukuh ketahanan budaya.
Pemahaman wawasan budaya bahari dimulai dari diri sendiri, dan bersama KITA sebagai putra-putri bangsa perlu berupaya terus menerus tak kenal lelah menggali jatidiri kebaharian. Temukenali identitas inti jiwa sebagai fitrah negara yang dikelilingi lautan, penyelaman kolektif yang pada saatnya akan temui pendar mutiara wawasan bangsa; adat-adab bahari, kebudayaan bahari, pusaka peradaban bahari. Apresiasi terhadap kekayaan budaya dan sistem pengelolaannya sangatlah penting agar aset budaya dapat berfungsi optimal manjadi sarana edukasi dan rekreasi. Juga terbukanya pengelolaan dan peamanfaatan aset budaya demi keberlanjutannya, yang nantinya sanggup membuka luas peluang produk sinambung industri budaya berbasis ekonomi kerakyatan. Melalui kendara ragam usaha bisnis sektor industri kreatif dan pariwisata.
Inilah masa tahap identifkasi Indonesia yang berkepribadian, dimana komunikasi mengambil peran sentral. Untuk itu, proses penanaman wawasan budaya bahari sebagai perwujudan kumpulan pengetahuan dengan kesungguhan penuh harus selalu dikomunikasikan, agar penerimaan diri ini menyebar seluas lautan demi tegaknya gugus karang kepribadian bangsa. Agar mencapai tujuan keluaran maksimal dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efisien dan efektif, maka perlu Forum Dewan dengan Tim Pembangkit sebagai organisator aktivitas terkait menyeluruh. Tim kecil konseptor pembangkit ruang sosial yang menyusun rencana strategis dalam mengelola kondisi saat ini untuk melakukan proyeksi situasi masa depan yang penuh dengan tren baru, hal baru dengan segala kejutan semasa. Tim pembangkit yang berorientasi ke aksi kekinian – actual action yang feasible-reliable, aksi dengan berbagai pertimbangan ragam kemungkinan arah dan implikasi masa depan. Aksi melalui upaya pemanfaatan dan pengembangan kebudayaan berkendara subsektor ekonomi kreatif akan sungguh-sungguh dapat memberi dampak peningkatan kualitas hidup, pemerataan kesejahteraan, dan peningkatan toleransi sosial dalam masyarakat. Sejalan dengan penguatan citra dan identitas bangsa, mengembangkan sumber daya yang terbarukan, dan mendorong terciptanya inovasi.
Pemerintah daerah Jakarta selama ini telah berusaha melakukan pembangunan bidang kebudayaan, namun masih dengan pendekatan sektoral. Budaya hanya dilihat tampak luar sebagai hasil karya dan ragam cipta tangible lainnya, dan seperti kesenian yang sebagian besar program serta turunan kegiatannya semata mengacu ke tontonan dengan jumlah kehadiran penonton jadi ukuran dan distribusi anggaran yang menyebabkan ketergantungan pasif. Sisi intangible kebudayaan sebagai gugus pengetahuan yang membentuk pola pikir pemandu tuntunan tindak-laku manusia, harus terakomodasi dalam kebijakan Pemda DKI Jakarta dengan Gubernur-Wagub baru terpilih.
Sebagai Ibukota Negara, Jakarta harus berada terdepan dalam daya gerak arah kebijakan memantapkan identitas nasional; inti jiwa, jati diri, dan karakter bangsa yang berbasis pada multikultur. Meningkatkan kemampuan bangsa dalam mengelola keragaman budaya, dan melakukan aktualisasi dan revitalisasi nilai-nilai kearifan lokal yang bersumber dari pengalaman dan pengetahuan budaya yang disesuaikan dengan kebutuhan jaman. Terkelolalanya kekayaan budaya bangsa yang didukung oleh kerjasama yang sinergis antar aktor Quadra Helix’; agar aset budaya dapat berfungsi optimal sebagai sarana edukasi, rekreasi, serta pengembangan ekosistem ekonomi kreatif – pariwisata berbasis nafas budaya.
Haruslah Jakarta jadi acuan kota panutan daerah lainnya sebagai pionir kebijakan Pemajuan Kebudayaan melalui Pelindungan, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan dengan cara memperhatikan Visi dwitunggal pimpinan Anies Baswedan – Sandiaga Uno: “Jakarta kota maju, lestari, dan berbudaya yang warganya terlibat dalam mewujudkan keadaban, keadilan, dan kesejahteraan bagi semua”. Kalau visi ini kita anggap sebagai strategi kebudayaan, maka penting wujudnya suruhan tiga konsep membuhul sebagai kesatuan tak terpisah: keadaban, keadilan, kesejahteraan. Hanya masyarakat beradab yang sanggup tegakkan keadilan.
Demi ujud nyata “Perikemanusiaan yang adil dan beradab”, maka menjadi penting menanam nilai-nilai luhur budaya, kebangsaan, dan keindonesiaan. Proses tanam, pelihara, tuai yang mendarah daging penuntun; secara moral, intelektual, dan emosional, demi tumbuhkembang ‘ekosistem multikultur’ Jakarta … moga capai kilau gemerlap pendar cahaya Peradaban Bangsa.
Gotong-royong, kolaborasi, sinergi Quadra Helix yang terdiri dari unsur; Pemerintah, Komunitas, Intelektual/Akademisi, dan kalangan Bisnis adalah para aktor utama penggerak bagi lahirnya kreativitas, ide, ilmu pengetahuan dan teknologi yang penting demi tumbuhnya Ekonomi Kreatif dan juga Pariwisata. Skema ulir heliks ini berkembang, kini Penta Helix bertambah entitas ‘media’ lazim diterapkan. Sebetulnya bisa saja media masuk kategori ‘komunitas’ dengan peran wadah ekspresi dan eksplorasi kreativitas.
Mekanisme kerja bersama ini seperti diutarakan Enrico Halim “Dalam setiap gerak program dan turunan kegiatannya harus ditopang oleh segenap anggota ‘quadra helix’. Misal komunitas inisiatif gagas program atau usul kegiatan, maka harus gandeng intelektual atau wakil perguruan tinggi. Dan juga wajib libatkan entitas bisnis serta sinergi dengan pemerintah berikut birokrasinya“. Sebuah upaya bangun ruang sosial yang perlu semangat ruhani yang sama, butuh sabar dalam ketekunan dan harus dikawal dengan komitmen penuh. Bermimpi, biduk rintisan bermula di Museum Bahari kelak layak membentang lapis layar, meniti gelombang jadi bahtera kolektif segenap anak negeri.
Nino Krisnan, perancang perahu – boat architect, yang gerak di bisnis kelautan percaya, “Untuk menjadi negara maritim harus membangun insan Indonesia cinta laut. Dengan komunitas Ayo Berlayar yang sudah jalan bertahun, kita ajak warga Jakarta berlayar melaut sekitar Kepulauan Seribu sambil berbagi pengalaman pengetahuan melaut. Menggugah dan menanam nilai kebaharian kepada setiap orang ini kan gerakan budaya”. Nino sekaligus semangat usul workshop bangun kapal kecil di Museum Bahari, “Sampai tadi saya masih dengan pilihan lokasi lain untuk kegiatan workshop berkelanjutan, membuat kapal kecil yang akan jadi milik bersama beberapa peserta. Saat masuk sini langsung terpikir, kegiatan konstruksi berkala di akhir minggu akan berlangsung di Museum Bahari”. Usulan kongkrit yang langsung dibungkus dalam mekanisme kerja quadra helix, dan rencana bengkel kerja berbagi pengetahuan kelautan ini akan berlangsung Maret tahun depan. Kegiatan bangun kapal ini juga bisa kerja sama silang lintas keahlian, termasuk dengan saudara KITA di Kepulauan Seribu yang juga berprofesi sebagai pembuat perahu – kapal.
Cukup banyak lontar gagasan saat temu adat bangkit adab bahari di Museum Bahari, Jumat 6 Oktober lalu. Mungkin perlu rangkai cerita lain nantinya di ruang aikon.org ini. Setidaknya dalam langkah kecil KITA yang hadir bersyukur, musyawarah menjajaki kegiatan berkala dalam payung program “Membangkitkan Pemahaman Wawasan Budaya Bahari” ini telah mufakat atas beberapa hal berikut:
- “Membangkitkan Pemahaman Wawasan Budaya Bahari” sebagai gerakan budaya disadari bersama sebagai proses panjang yg harus sinambung, dan perlu dikawal penuh kesungguhan oleh KITA semua pemangku kepentingan.
- Mekanisme kerja bersama difahami sebagai hal penting untuk bisa mengikat peran aktif wakil-wakil quadra helix.
- Forum Dewan akan dirintis dengan wakil tetap quadra helix, untuk itu Tim Pembangkit yg telah siapkan kerangka pemikiran akan kelola organisasi sambil memantapkan bentuk manajerial.
- Museum Bahari (MB) akan dibangun sebagai ruang sosial awal, dan akan berlanjut dialog rutin dengan agenda lebih terarah.
- Kegiatan kongkrit di MB akan berlangsung sepanjang bulan Desember songsong peringatan nasional Hari Nusantara 13 Desember, setelah renovasi MB selesai akhir November. Bentuk kegiatan akan dirumuskan tim kecil.
- Kegiatan lain di MB…akan berlangsung workshop bangun perahu dibawah kordinasi Nino Krisnan sang pengusul, rencana aksi Maret 2018.
- Bahwa pendanaan dari setiap kegiatan tidak harus tergantung ke anggaran APBD. Sumber-sumber dana bisa dibangun oleh kreativitas wakil quadra yg harus hadir pada setiap bentuk kegiatan.
- Program akan melibatkan warga komunitas Pulau Seribu dengan fasilitasi Sudin Kep Seribu dan wakil warga serta penduduk Jakarta di pulau besar.
- Jangkauan program harus mampu menarik perhatian penuh segenap warga komunitas Jakarta dari dari kepulauan sampai menjangkau wilayah selatan, yang akan dipermudah dengan bangun platform komunikasi bentuk aplikasi.
- Membangkitkan Pemahaman Wawasan Budaya Bahari sebagai gerakan budaya, perlu ruh pembuhul sebagai etos pengikat rasa segenap individualita terlibat. Pandangan hidup sebagai pandu nilai kolektif melalui satu kata PÉSÉ —–> pe·se /pésé/ n rasa kemanusiaan yg adil dan beradab, yg menyalakan semangat rela berkorban
SALAAM .. PÉSÉ
KITA DALAM SEBIDUK BERSAMA KESERTAAN ANDA
SERUANG BANGSA BAHARI
Al Beken 141017
Leave a Reply