Namanya pak Wajri. Hari minggu ia sudah sibuk menggeluti lembaran-lembaran metal di pojok jalan Dewi Sartika, Jakarta Timur. Konon ia mulai membuat, membentuk berbagai benda berbahan seng alumunium maupun besi ‘biasa’ sejak tahun 1990. Umumnya ia membuat panci, dandang, dan perabot daput lainnya. Pada 2007, ia membuka berusaha sendiri dengan bermitra dengan temannya, di seberang, tidak jauh dari tempatnya belajar. Pak Wajri kelahiran 1971 berasal dari Pemalang. Memiliki tiga anak laki dari seorang istri yang kini ada di kampung. Hanya satu anaknya yang berada di Jakarta, namun tidak ingin belajar dan melanjutkan usaha bapaknya.
Pagi itu ia bantu membentuk pipa dari lembaran seng setebal 0,3 milimeter. Material yang biasa untuk dibuat talang dan juga kapal otok-otok. Mulai dari membuat tanda pada lembaran seng, menggaris-garisnya dengan alat berujung tajam, membentuk persegi yang kemudian ia potong menggunakan gunting besar. Setelah lembaran itu dipotong, ia membawanya ke sebuah tiang rambu lalu lintas untuk menekuk, membentuknya menyerupai pipa. Rambu lalu lintas yang digunakan merupakan tanda jalur sepeda sepanjang jalan Dewi Sartika, menuju Cililitan. Tahap berikutnya pak Wajri menempa kedua tepi memanjang dengan kayu dan juga setangkai besi untuk dibentuk kait, sehingga lembaran itu dapat menjadi pipa secara permanen. Kedua lubang pada ujung pipa kemudian ia tempa untuk merapihkan dan membuatnya lebih aman, tidak tajam.
Lima ‘pipa’ yang dipesan, siap dibawa pergi setelah kurang lebih dikerjakan selama dua jam. Ongkos pembuatannya Rp50.000,- per pipa. Pagi itu saya merasa mendapat pengetahuan dan hiburan yang berharga. Terima kasih pak Wajri.
Leave a Reply