Berpikiran terbuka itu konon menyehatkan jiwa.

Pak Kinong Galau

Written in

by

Minggu, 7 Februari 2016. Pak Kinong menelpon di hari Minggu pagi. Beliau mengajak bertemu.

Siang itu panas. Sesampai di kediaman Arief Adityawan, pak Kinong sedang ngobrol, membicarakan kegalauannya untuk berangkat umroh. Apa pasal? Seperti yang ‘tertangkap’ di obrolan beberapa hari sebelumnya, pak Kinong masih merasa belum pantas untuk menjadi tamu Allah.

Sejak hari pak Kinong diberi hadiah oleh stasiun televisi Trans7, beliau mulai belajar mengaji dan banyak memperoleh masukan dari tetangganya sesama warga Karet serta teman-teman yang mengetahui berita itu. Ada yg membimbingnya menjadi imam di mushola, ada yang menakut-nakuti, dan banyak yang menyampaikan: itu adalah panggilan, mukjizat sekaligus berkah yang harus dijawab dengan berangkat sambil bersyukur. Bagi Pak Kinong berangkat umroh itu menjadi ‘gangguan mendasar’.. “Bagaimana mungkin saya berangkat ‘piknik’, sedangkan mengetahui bahwa keluarga saya saja untuk hidup masih kekurangan”. “Mending berikan pada orang lain saja yang sudah mampu,” katanya.

Sejak hari pak Kinong diberi ‘tiket berangkat umroh’, beliau diantar jemput ke sana ke mari untuk mengurus syarat keperluan administratif untuk ke luar negeri. Mulai dari paspor, surat dari kepolisian, karena surat nikahnya hilang entah ke mana, antri untuk mendapat dua suntikan vaksin, dan lain-lain. Pekerjaan sehari-harinya yang narik bemo dari stasiun Karet kekawasan perkantoran Jalan Sudirman pulang pergi itu menjadi terganggu. Beliau tetap perlu mencari penghasilan untuk menghidupi keluarganya. Pihak Trans7 menyatakan bahwa semua biaya pak Kinong untuk berangkat umroh akan ditanggung dan akan ada ‘santunan’ untuk keluarganya, selama beliau umroh. Itu semua adalah hadiah untuk pak Kinong yang selama ini telah berbaik hati menjalankan berbagai kegiatan BemoBaca, Bemoskop, dan lainnya.

Sementara belum mengetahui kejelasan berapa nilai uang yang harus ditinggalkan untuk keluarga, pak Kinong mencari dana pinjaman ke sana ke mari untuk menutupi biaya harian yang tidak beliau dapat karena mengurus keperluan keberangkatan. Pihak Trans7 hanya menjelaskan: “Insyaallah, ada sedikit untuk keluarga pak Kinong”. Pernyataan ini membuat pak Kinong makin gelisah. Pihak stasiun televisi pun tidak cukup sensitif. Di satu sisi, pemberi hadiah menganggap pihaknya ‘berjasa’ karena telah memberi hadiah. Di lain pihak, yang diberi hadiah, gundah karena dengan menerima hadiah, menjadi ‘repot’, dan perlu mengubah kebiasaan hidupnya.

Tidak terbiasa memikirkan diri sendiri, Pak Kinong sepertinya benar-benar pantas untuk menjadi tamu Allah.

Photo0891 Photo0892

Tags

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *