1999_Oktober_Edisi 105_milikita:
menjadi pegawai negeri & kepastian hidup di masa tua
republika
Setelah lama menganggur, Yudha, yang lulusan SMA di tahun 1994 akhirnya mendaftar pegawai negeri di Departemen Agama DIY. “Jadi pegawai negeri itu prestise di masyarakat, dan masa depannya bisa diandalkan, ada uang pensiun, walaupun tidak terlalu besar,” jelasnya. Kadang sebuah keluarga pun dibangun dengan kombinasi istri dan suami ada yang bekerja sebagai pegawai negeri dengan harapan di masa tua salah satunya bisa memperoleh pensiun. Kini di Indonesia, Jumlah pegawai negeri sipil hingga 1999 berjumlah lebih dari 5 juta jiwa, yang terdiri dari 4,1 juta PNS dan 1 juta pegawai BUMN. Pada RAPBN 1999/2000 dialokasikan dana sebesar Rp. 25.3 triliyun unutk Gaji PNS dan pensiun, yang berarti mengalami peningkatan 32,3% dari anggaran tahun berjalan (APBN 1998/1999).
Pensiun memang menjadi barang mewah di negeri ini, karena tidak semua perusahaan memiliki kebijakan pensiun bagi pegawainya, dan yang pasti negara tidak punya program pemberian pensiun gratis bagi warganya. Indonesia merupakan salah satu negara yang tidak menerapan UU Jaminan Sosial bagi warganya, sehingga orang lanjut usia di Indonesia yang tidak memperoleh pensiun harus terus bekerja atau secara keuangan tergantung dari pemberian anak cucunya. Berbeda dengan negara Australia, setiap warganya memperoleh jaminan kesejahteraan sosial yang meliputi pensiun lanjut usia, santunan penyandang cacat, pensiun janda, santunan pengangguran dan orang sakit, dan santunan untuk keluarga dengan anak-anak dibawah 16 tahun. Khusus untuk warga lanjut usia, pensiun diberikan tanpa dikaitkan dengan jenis pekerjaan penerima di masa lalu. Menghadapi kenyataan ketidak pastian hidup di negeri ini, maka sangatlah wajar jika orang berbondong-bondong hendak menjadi pegawai negeri. Di lampung para petani kopi bahkan bersedia membayar Rp. 60 juta agar anaknya bisa jadi pegawai negeri. Ada lagi kasus aneh, seorang berinisial JS pernah menawarkan ginjalnya seharga 8 juta akibat lilitan hutang guna membayar suap pegawai negeri. Di Kupang muncul anggapan bahwa anak-anak yang lulus dari perguruan tinggi, nantinya akan bisa menjadi pegawai negeri di daerahnya. Makanya ketika pengumuman penerimaan pegawai negeri menyatakan sejumlah nama tidak lulus, terjadilah peristiwa amok yang menewaskan 13 orang akibat kecurigaan adanya isu kolusi kelompok tertentu dengan Pemda setempat.
Kepastian hidup di masa tua memang tercantum dalam UU kepegawaian pasal 10 UU no. 8 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa pensiun diberikan sebagai jaminan hari tua dan bentuk balas jasa terhadap mereka yang dianggap telah bertahun-tahun mengabdikan dirinya kepada negara. Jumlah pensiun akan diterima pegawai adalah 75% dan sekurang-kurangnya 40% dari gaji pokok terakhir yang berhak diterima oleh seseorang.
Jika ditilik dari jumlahnya, besar pensiun pegawai negeri memang tidak terlalu banyak. Dan seringkali untuk memperolehnya, para pensiunan mengalami birokrasi yang cukup berbelit, tetapi toh dianggap sangat berharga bagi seseorang. Seperti yang diutarakan oleh Bapak Priyo Utomo, seorang guru SD yang setiap bulannya menerima pensiun sebesar Rp. 180.000,-.. “ya, uang segitu, setidaknya bisa beli roko, atau untuk dikasihkan ke cucu dan sedikit-sedikit ditabung. Uang pensiun saya tidak dipakai untuk kebutuhan hidup sehari-hari, karena saya tinggal bersama anak dan dia yang menanggung hidup saya sekarang. Hidup saya sudah sumeleh, tidak mau macam-macam lagi, apa yang ada, itulah yang diterima” ungkapnya. Kasus-kasus semacam ini memperlihatkan bagaimana jabatan pegawai negeri dengan segala fasilitasnya masih dianggap sangat penting bagi masyarakat awam. Hanya sayangnya, seringkali terjadi kekaburan anatara fungsi utama pegawai negeri sebagai pelayan masyarakat dan fasilitas yang dianggap menggiurkan.
Leave a Reply