Letaknya di tengah sebuah gedung perbelanjaan yang umumnya dikenal sebagai pusat jual-beli gawai, ITC Fatmawati. Galeri di lantai dasar dengan perpustakaan di lantai di atasnya, MataWaktu – Yayasan Riset Visual, mengadakan pameran 25 Tahun Reformasi in Absentia. Di hari Selasa pagi, 23 Mei 2023 itu, ruang berukuran kurang lebih 5 x 20 meter itu dipenuhi oleh 30-an mahasiswa Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Tarumanegara. Para mahasiswa yang didampingi oleh empat dosen: Kurnia Setiawan, Arief Adityawan, Jayanto, dan Andreas. Mereka mendapat asupan dan juga memberi tanggapan tentang berbagai cerita yang terjadi 25 tahun lalu dari dan pada kurator pameran Oscar Motuloh dan Gunawan Wijaya.
Kegiatan pagi itu merupakan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan: bagaimana mendorong kalangan muda dapat memiliki empati dan daya pikir untuk ikut menjaga negara ini, sehingga tragedi 25 tahun lalu itu tidak akan terjadi lagi.
Ruang yang anomali di wilayah komersial itu menjadi angin segar yang berhembus membawa harapan di tengah himpitan proses pelupaan.
Terima kasih kepada Arief Adityawan dan Kurnia Setiawan dari Grafisosial untuk selalu berusaha mengingatkan publik tentang beragam tragedi yang pernah ada di Indonesia, mengirimkan berbagai cerita dan foto.
Untuk belajar dari para mahasiswa, sebuah survey sederhana dilontarkan. Berikut ini adalah 25 tanggapan atas pertanyaan ke delapan: “Apa pengalaman orangtuamu pada hari-hari itu?”
Papa saya pada saat kerusuhan sedang jalan balik dari perkantoran dan tiba dengan selamat di rumah cengkir yang merupakan rumah oma saya, dan beliau beserta satpam dan tetangga menjaga 24 jam di gerbang antar masuk dan juga gerbang belakang sehingga jika ada orang yang mau menyelinap masuk sudah dihadang terlebih dahulu dan kebetulan kompleks tersebut ditinggali oleh beberapa tentara sehingga perumahan Cengkir pada saat itu selamat dari kerusuhan.
Pulang kerja ibu saya mendengar berita kerusuhan, atasannya mengajak beberapa pegawai yang tersisa menginap di rumahnya yang terletak di perumahan yang tidak ada kerusuhan.
(yang orangtua saya ceritakan) Mahasiswa berlari – lari dikejar tentara, penjarahan toko – toko di jakarta
Dulu ibu saya masih melahirkan kakak saya, ayah saya kerja di tanah abang, banyak kerusuhan yang terjadi, sebagai keluarga berlatarbelakang tionghoa tentu merasa ditargetkan, membuat orang tua saya memilih untuk diam di rumah
Sedang bekerja seperti biasanya, dan dipulangkan karena ada keributan, sampai di rumah baru tahu bahwa ada kerusuhan dan untungnya tidak terjadi apa apa.
Pengalaman yang sangat buruk, keadaannya sangat kacau
Karena saat itu situasinya sangat mencekam mama saya harus bersembunyi di dalam gerobak yang ia temui di jalan karena saat itu mama saya sedang di luar
Sangat menakutkan karena banyak orang yang ditembak-tembakin dan dibunuh bagi yang keturunan chinesse
Bersembunyi dirumah orang tua dengan kondisi sedang mengandung anak pertama.
Saat kerja mendengar berita kerusuhan, atasannya mengumpulkan beberapa pegawai wanita dan pria yang tersisa untuk mengajak mereka berlindung ke rumahnya yang berada di kawasan aman jauh dari pusat kerusuhan
Ga diceritain si, seinget saya aman2 saja ya.
Tidak bisa pulang kerja karena terjadi kerusuhan dimana mana
Di saat itu, kata mama Kota Singkawang ga begitu ada pengaruhnya akan tetapi ada nya konflik antara suku madura dan dayak yang menyebabkan ada nya kejadian pembunuhan.
Takut… Karena terjadi keributan, penjarahan dan pembakaran.
Gatau pa soalnya gapernah tinggal sama papa , jadi ga akrab gapernah ngobrol.
Ketakutan dan khawatir karena ruko2 dekat rumah kami sudah dijarah dan dibakar.
Keluarga saya merasa takut, cemas, gelisah karena meskipun ibu, abang, dan kakak di Pontianak yang jauh dari ayah pun sebenarnya bahaya juga sebab di Pontianak ada konflik rasial secara bersamaan. Selama di Pontianak, ibu, abang, dan kakak diharuskan selalu di rumah dengan kondisi sangat tertutup
orang tua saya di dalam kos (mereka perantau dari luar), tidak berani keluar karena kondisi luar sangat rusuh, dan terjadi penjarahan & pemerkosaan di dekat kosannya. orang tua saya hanya bisa sesekali mengintip dari jendela dan apa yang mereka lihat adalah orang2 pribumi yang mengangkat seluruh barang berharga seperti tv, kulkas dan lainnya dari rumah2 orang chinese. kata mereka, setiap rumah harus ditempel kertas dengan tulisan ‘PRIBUMI’ supaya rumahnya tidak dimasuki & diganggu. dan jika ingin keluar harus menggunakan jilbab agar tidak menarik perhatian & diperkosa
Karena tinggal di daerah komplek, jadi semua akses masuk ke komplek di jaga satpam dan warga laki laki dan juga dengan membawa semua barang untuk pelindungan (seperti tongkat, parang, dan lain lain) suasananya juga cukup menegangkan
Sedang di teras melihat banyak orang yang membawa barang hasil curian dari toko orang.
Mencekam, dan meresahkan serta ketakutan melihat secara langsung orang bersenjata tajam sedang merusak fasilitas umum di sekitar grogol kyai tapa.
Mereka melihat langsung peristiwa kerusuhan Mei 1998 jadi pada saat itu, mahasiswa untar dan trisakti demo di sekitar depan kampus mereka lalu terjadilah kerusuhan karena bentrok fisik dengan aparat keamanan dan menyebar ke seluruh wilayah Jakarta. Mobil dibakar, etnis Tionghua dibully dan dianiaya. Pada saat itu, mama ditahan di kantor dan Papa juga sedang bekerja.
ada rasa takut, tidak berani keluar rumah karena terjadi kebakaran dimana – mana, penjarahan dimana – mana, ruko – ruko dibakar dari bawah, sehingga orang – orang mati di dalam, sepeda motor dibakar, supermaket dibakar sehingga memakan banyak korban jiwa disana, serta mendengar isu- isu lainnya
Pada saat itu mama masih seorang mahasiswi dan pergi ke kampus di pagi hari beraktivitas seperti biasa walaupun sudah mendengar informasi tentang akan adanya demo di hari itu juga. Beliau berada di dalam kampus sampai pukul 1 siang hingga seluruh mahasiswa di dalam kampus dihimbau untuk pulang segera dikarenakan kerusuhan semakin hebat dan mulai bakar-bakaran, serta polisi sudah ada dimana-mana. Mama saya pulang dengan naik bajaj dan untung saja, supir bajaj tersebut baik hati dan mau melewati jalan-jalan tikus yang terpencil untuk menghindari kerusuhan. Sesampainya dirumah, waktu sudah menjelang sore. Selama kerusuhan, semua lampu rumah warga harus dimatikan sesuai intruksi dari Pak RT dan tidak diperbolehkan untuk keluar rumah. Untung saja di dalam rumah ada persediaan makanan. Keesokan harinya, banyak keramaian di depan rumah. Banyak orang-orang yang melewati rumah saya pada saat itu sambil membawa barang-barang jarahan seperti TV, kulkas, dsb.
Pada saat itu, orang rumah dapat telepon dari kakak bapak saya untuk tidak keluar rumah. Tapi bapak saya sudah pergi ke kantornya. Lalu kakak bpk telepon nomor kantor, dan kebetulan bapak saya yang angkat. Bapak Sy disuru pulang secepat mungkin karena bakal terjadi kerusuhan. Dalam perjalanan pulang, Bapak sy melihat sekeliling jalan sudah gelap, banyaknya kobaran api, wanita Cina di jambak turun dari motor lalu diperkosa. Semua barang yang ada diambil/jarah oleh mereka semua. Banyak dari ras Cina di bantai. Rumah saya pun digedor-gedor sama orang luar disuru keluar “Ci, ci, buka ci!!”. Tentu saja orang di rumah pada ketakutan saat itu. Untungnya orang belakang pada kenal/akrab dengan nenek saya, jadi rumah/ruko org cina di tempelin dengan “milik pak Haji…”.
Pada Hari Rabu, 24 Mei 2023, satu kelas DKV FSRD Untar, yang berbeda dari yang kemarin, berkunjung ke ruang pamer MataWaktu. Terima kasih Oscar Motuloh untuk kiriman foto-fotonya, sehingga antusiasme para mahasiswa dapat dimunculkan di sini.
Leave a Reply