2000_Maret_Edisi 110_bahas:
fragile
Uke R. Kosasih
Berlindunglah Pada Konvensi Keanekaragaman Hayati
Bila negara-negara maju banyak melindungi kepentingan dagangnya dengan konvensi-konvensi international di bidang HAKI, sebenarnya negara berkembang, yang sering dirugikan karena praktek biopiracy oleh negara maju, bisa pula mendapat perlindungan dari konvensi internasional, salah satunya dari Konvensi Keanekaragaman Hayati yang ditandatangani tidak kurang dari 150 kepala negara pada tahun 1992 pada acara Earth Summit di Rio de Janeiro. Para pemimpin dunia mencatatkan komitmen, yang terikat secara hukum, untuk melestarikan dan memanfaatkan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan di masing-masing negara.
Selain melestarikan dan memanfaatkan, konvensi ini pun memandatkan para pihak untuk melakukan pembagian keuntungan dari pemanfaatan sumber daya genetik secara adil dan memadai. Topik yang paling hangat dibicarakan dalam konvensi ini pun adalah gugatan negara-negara berkembang terhadap negara-negara maju yang dianggap telah mengambil keuntungan sangat besar dari eksploitasi sumber daya hayati. Karena itu, melalui konvensi ini diharapkan akan terwujud pembagian keuntungan yang memadai dan adil. Harapan negara memiliki sumber daya biologi dan memungkinkan negara bersangkutan untuk mengatur akses ke sumber daya, lepas dari kekurangan dan ketertinggalan dalam berbagai aspek, yang sering dimanipulasi oleh kepentingan politik ekonomi negara tertentu, konvensi ini merupakan kesepakatan multilateral pertama yang membahas akses ke sumber daya hayati. Melalui berbagai pasalnya diatur bahwa para peneliti/pengguna sumber daya hayati harus mengikutsertakan pihak-pihak dari negara asal sumber daya, khususnya negara berkembang, dalam penelitian ilmiah, bioteknologi, dan akses ke hasil-hasil terbaru.
Sebagai negara kedelapan yang menandatangani konvensi tersebut, Indonesia sebenarnya punya dasar hukum yang kuat untuk melindungi kekayaan sumber daya hayatinya dari para pembajak. Dan bukan tidak mungkin, dengan perlindungan kendali perdagangan masa depan berada di tangan pemilik sumber daya alami. Bayangkan saja, sekitar 70% keseluruhan keanekaragaman hayati dunia hanya dapat ditemukan 7% permukaan dunia, termasuk di negara-negara berkembang kawasan tropika, Indonesia bahkan termasuk dalam tiga negara megadiversitas bernilai ekonomi, negara-negara berkembang telah menyumbang 84 jenis tumbuhan sedangkan negara-negara maju, termasuk Amerika dan Kanada, hanya menyumbang 16 jenis tumbuhan saja. Artinya, ada ketergantungan yang sangat besar dari negara maju terhadap negara berkembang di bidang sumber daya alam, ironisnya, sampai saat ini masih saja negara-negara maju itu yang mengeruk keuntungan komersial berlipat ganda.
Dengan keunggulan sumber daya manusia dan teknologi, mereka masih saja leluasa mematenkan berbagai produk berdasar pengetahuan masyarakat adat di negara-negara berkembang. Dan di saat yang sama, mereka pun berteriak-teriak bahwa negara berkembang telah merampas banyak kekayaan mereka.
Leave a Reply