Berpikiran terbuka itu konon menyehatkan jiwa.

2002_Februari_Edisi 131_Gaya:
Dia Patih Gajah Mada: Engkaukah itu Muhammad Yamin?
Joni Faisal dan Ukke R. Kosasih

Siapa sangka bila Gajah Mada yang gempal tegap tenyata dicitrakan oleh Muhammad Yamin dari sebuah arca kepala pria berukuran mungil hasil temuan di Trowulan. Tidak ada badan yang tegap, mudah diduga kepala pria tersbut berfungsi sebagai celengan. Tidak ada gada genggaman, malah ada sekuntum bunga terselip manis di telinga.

Sosok Gajah Mada di benak kita hampir sudah pasti adalah seorang pria kekar, berpipi tembam berkening lebar, bersanggul tinggi. Sebuah sosok yang memang pantas untuk menggambarkan seorang patih yang dipercaya berperan penting dalam mempersatukan Nusantara. Dan, bukan bukan Muhammad Yamin namanya bila tidak mampu menggiring ketokohan Gajah Mada ke permukaan sejarah bangsa. Dalam bukunya berjudul “Gajah Mada, Pahlawan Persatuan Nusantara”, Yamin bahkan tidak saja menguraikan tentang siapa Gajah Mada, tetapi juga secara gamblang menyajikan hubungan Kitab Negarakartagama, yang ditulis oleh rakawi Prapanca, dengan kisah-kisah kepahlawanan Gajah Mada. Dan untuk melengkapi uraiannya, Yamin memilih wajah dari sebuah arca kecil, untuk menggambarkan sosok pemegang Sumpah Palapa ini.

Penggalan kepala pria itu, kini masih tersimpan di Balai Penyelamat Gedung di Trowulan dengan nomor catalog 47/TR/TRW/24/BPG NR. 262. Bila dilihat sepintas, rautnya memancarkan air muka yang mirip Muhammad Yamin muda. Selain itu, seperti yang diungkapkan oleh Soleh H. dalam buku “Pemerintahan Majapahit”, pada jaman Singasari dan Majapahit tidak terdapat kebiasaan seseorang dibuat arca berdasarkan wujud sesungguhnya. Arca pada raja kedua kerajaan tersebut selalu dibuat dalam wujud sebagai dewa. Jadi, seandainya pun Gajah Mada, yang menjadi komandan pasukan Bhayangkara ketika menumpas pemberontakan Ra Kuti atas Jayanegara pada tahun 1309, dibuatkan arcanya, pantasnya ia akan diarcakan dalam wujud dewa. Sebagaimana Anusapati diarcakan sebagai dewa Siwa di Candi Kidal atau Raden Wijaya sebagai Harihara di Candi Simping. Lalu, dari mana lahirnya keyakinan seorang Yamin untuk menggambarkan sosok Gajah Mada yang tembam berdahi lebar?

Tapi sekali lagi, bukan Yamin namanya bila tidak punya kekukuhan atas pendiriannya. Jabatannya sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (Juli 1953 – Juli 1955) dalam Kanbinet Ali Sastroamidjojo I, semakin mendukung terbentuknya kesepakatan untuk menerima sosok Gajah Mada yang disodorkannya. Maka mewujudlah Dia Patih Gajah Mada … yang tidak algi menyelipkan setangkai kembang di telinganya.

Sumber; Bakrie Siregar, Rubrik Tokoh, Prisma, 2 Maret 1982; Soleh H… Pemerintahan Majapahit; Hilda Soemantri, Majapahit Terracotta Art, Jakarta: Himpunan Keramik Indonesia,1997; Muhammad Yamin, Gajah Mada, Pahlawan Persatuan Nusantara, Jakarta: 1958 (Cetakan Kelima); St. Sularto, Prof H. Muhammad Yamin SH: Saya Tidak Terima, Kompas, 8 Juli 1995; Sindhunata, Kekuasaan Demitologi Persatuan Nasional, Kompas, 1 Januari 200; Parakitri T. Simbolon, 1000 Tahun Nusantara.

Tags

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *