1996_mula Desember _Edisi 058_gaya:
Alternatif Serat
Pernahkah membayangkan kita memakai pakaian yang bahannya sama dengan amplop?
Pernahkah mendengar bahwa salah satu gaun sexy Versace mengandung ribuan staples mini?
Ternyata, bahan pakaian dari serat sintesi ini memang sedang digandrungi. Sebut saja nama Versace atau Jil Sander, dua perancang kondang itu akhir-akhir ini sedang giat menggunakan metal alloy untuk menciptakan gaun sexy berwarna keperakan. Sedang Jil Sander memilih bahan acetate, yang terbuat dari serat bubur kayu (seperti untuk membuat kertas), dan mengkombinasikannya dengan sutra untuk menghasilkan efek satin pada gaun rancangannya.
Nah, itu baru dua nama dan dua jenis bahan. Saat ini ternyata ada banyak perancang yang menggunakan bahan sintesis lainnya. Karl Lagerfeld menyatakan bahwa serat sintesis adalah sesuatu yang sangat penting di era ’90-an. Perancang Issey Miyake menggunakan serat buatan ini untuk hampir seluruh koleksinya. Bahkan, perancang konservatif macam Oscar de la Renta, saat ini juga mencoba serat sintesis. Dengan kondisi seperti itu, bukan suatu yang mengejutkan bila pada tahun 1994 saja, bahan sistesis telah menguasai sekitar 39% produksi tekstil.
Mengapa para percancang berbondong-bondong memilih serat sintesis?
Jawaban yang paling mudah adalah karena serat sintesis memungkinkan para perancang mendapatkan campuran warna sesempurna yang mereka kehendaki. Lacroix, misalnya, dapat merancang setelan warna magenta pilihannya dari bahan polyster. Selain itu, serat sintesis mempunyai banyak kelebihan antara lain; tahan lama, ringan, mudah dicuci dan mudah kering, bahkan ada yang tidak perlu disetrika.
Ada tiga jenis serat sintesis yang saat ini dikenal masyarakat, yaitu nilon, acrylic, dan polyster. Dari ketiga jenis serat tersebut nylon adalah tekstil pertama yang dibuat dari serat sintesis (mulai ditemukan pada tahun 1910 dan diproduksi secara masal pada tahun 1939). Setelah itu, baru menyusul diproduksi acrylic dan polyster. Saat ini, deretan nama serat sintesis malah semakin panjang saja, karena para perancang pun tidak henti-hentinya bereksperimen untuk menghasilkan bahan yang mereka idamkan. Miyake bahkan memiliki tim khusus untuk menciptakan bahan-bahan baru. Dari hasil kerja keras semacam itulah muncul nama-nama “futuristic” dalam dunia mode seperti; Neoprene, yang terbuat dari karet sintesis, atau Polyamide, yang dapat menimbulkan efek “cair” pada pakaian.
Namun, maraknya pemakaian serat sintesis belum cukup mengembirakan organisasi-organisasi pelindung binatang. Buktinya, mereka masih saja berjuang keras untuk menghentikan pembantaian terhadap beberapa jenis binatang yang biasa diambil bulunya untuk dijadikan mantel mewah. Nampaknya, para perancang belum dapat menemukan bahan yang dapat menggantikan lembut, hangat, dan gengsi dari bulu binatang asli.
Sumber: Time, Vol. 148 no. 15, October 1996
Leave a Reply