Untuk memperingati Hari Proklamasi Republik Indonesia, biasanya upacara bendera digelar di halaman kantor suatu instansi atau kumpulan formal. Di tingkat Rukun Tetangga (RT) pun banyak yang membuat acara. Tidak dengan berupacara, namun dengan berbagai kegiatan seperti balap karung, lomba gigit krupuk (bukan makan krupuk, karena makan adalah kegiatan yang cenderung melibatkan rasa), paduan suara dan banyak lagi lainnya. Kita biasa bersama-sama merayakan hari kemerdekaan negara ini.
Setelah berbagai kegiatan di hari libur itu, biasanya warga santai. Berjalan-jalan dengan keluarga mengunjungi tempat-tempat yang hingar bingar penuh warna merah putih, atau sekedar menonton keramaian kelompok warga yang belum selesai dengan perayaannya.
Di tanggal 17 Agustus, saya biasa berselancar mencari lagu-lagu masa lalu, masa perjuangan atau lagu yang menimbulkan rasa yang lain dari hari-hari biasanya. Menikmati lagu-lagu itu sambil membolak-balik halaman buku atau laman di layar komputer mencoba memahami sejarah. Bagi saya, setidaknya saya merasa terlibat dalam suatu perayaan, yang sederhana dan khusuk. Nah mungkin ada juga orang seperti saya.
Kemungkinan itu yang mendorong saya melontarkan ajakan pada siapapun untuk 17-an bersama. Bukan untuk merasakan kemeriahan sebuah perayaan, namun untuk ‘merayakan’ kebersamaan. Memahami apa yang telah negara ini lalui, untuk kemudian bersyukur bahwa kita adalah bagian darinya. Walau tanpa upacara bendera.
Leave a Reply