dari SUARA PEMBARUAN DAILY
Josef Purnama Widyatmadja
Tahun 2007 adalah peringatan tujuh puluh tahun jatuhnya Kota Nanking (Nanjing) ke tangan tentara Jepang. Peringatan kali ini istimewa karena di beberapa
Pada 9 November 2007 tiga tahun kematian Irish Chang. Ia ditemukan mati di mobilnya di
Buku Chang menjadi best seller dan membuka mata pembacanya adanya holocaust di
Banyaknya korban selama invasi Jepang ke
Chang memperkirakan korban sekitar 350.000 orang, hampir mendekati jumlah yang diklaim oleh pemerintah Tiongkok dan Koumintang. Sedangkan pihak Jepang sampai saat ini tidak saja memperkecil jumlah korban (sekitar 40.000), bahkan cenderung menyangkal bahwa pembantaian itu terjadi.
Chang tidak saja mengkritik Kaisar Hirohito yang puas dan menyambut jatuhnya
Berbeda dengan pemerintah Jerman, pemerintah Jepang tidak pernah secara formal menyatakan permintaan maaf dan mengakui atas kekejaman yang dilakukan di
Orang yang bertanggung jawab atas pembantaian Nanjing itu adalah Jenderal Iwane Matsui dan terutama Pangeran Asaka Yasuhiko, paman dari kaisar Jepang Hirohito sebagai komandan dan wakil komandan pasukan Jepang ketika merebut Nanjing pada bulan Desember 1937.
Pangeran Asaka adalah orang yang bertangung jawab mengeluarkan perintah langsung untuk membunuh semua tawanan di
Tetapi orang yang paling bertanggung jawab atas pembantaian tersebut adalah Hirohito sendiri, dialah yang mengeluarkan perintah untuk tidak mengakui status tawanan orang Tiongkok sebagai status tawanan perang yang dilindungi oleh hukum internasional, sehingga dapat diperlakukan sesukanya. (On 5 August 1937, Hirohito personally ratified his army’s proposition to remove the constraints of international law on the treatment of Chinese prisoners. This directive also advised staff officers to stop using the term “prisoner of war”. Wikipedia). Dan Hirohito juga dilindungi oleh Amerika, sehingga bebas dari semua tuduhan sebagai penjahat perang.
Pembunuhan massal terhadap warga sipil oleh tentara Jepang pada waktu perang dunia ke 2 bukan hanya terjadi Tiongkok saja, tetapi dilakukan juga di Indonesia seperti salah satunya di Mandor, Kalimantan Barat, hanya dalam skala yang lebih kecil dibandingkan dengan yang terjadi di Nanjing pada tahun 1937.
Indra Ganie
24 Feb 2012Saya mendapat kesan bahwa Jepang adalah (mantan) penjajahan yang terlupakan – terutama di Indonesia! Agaknya Jepang beruntung bahwa perioda penjajahannya terbilang singkat dan terjepit pula. Sejak awal penjajahan hadir di Nusantara pada 1511 – ketika Portugis mencaplok Malaka – hingga Kapitulasi Kalijati 1942 yang mengakhiri penjajahan Belanda, perioda ini adalah full perioda penjajahan Barat. Setelah Perang Dunia-2 berakhir pada 1945, Indonesia harus kembali berhadapan dengan imperialisme Barat – dengan istilah “Sekutu” – dan berakhir pada 1962, saat Irian Barat harus diserahkan Belanda. Dengan demikian ingatan bersama bangsa ini yang paling dalam adalah penjajahan Barat. Untuk waktu ke depan, tidak hanya perihal penjajahan Barat (termasuk segala kejahatannya) yang disimak lebih jauh, namun juga perihal pendudukan Jepang (1942-5). Walau “hanya” sekitar 3,5 tahun, pendudukan Jepang berdampak luar biasa. Dari segi jumlah warga yang tewas terdapat angka yang begitu fantastis – sekitar 4 juta, akibat kekejaman dan kelalaian pemerintah pendudukan. Saya menilai tulisan, penelitian, monumen atau apapun yang dapat mengingat perioda pendudukan Jepang masih relatif sedikit dibanding hal yang sama dengan penjajahan Barat. Juga harus diwaspadai bahwa Jepang belum berhenti bermimpi menjadi pemimpin Asia-Pasifik, dan mimpi tersebut mendapat restu diam-diam dari Amerika Serikat – mantan musuhnya pada Perang Dunia-2. AS butuh Jepang untuk membendung pengaruh Cina dan Korea Utara. Di dalam negeri Jepang sempat muncul suara-suara yang ingin mengubah konsep militer Jepang yang defensif menjadi ofensif, terlebih Jepang terlibat sengketa wilayah dengan Cina. Terkait dengan Indonesia, harus diwaspadai penjajahan Jepang jilid-2 antara lain melalui berbagai bantuan yang sebagian besar adalah berbentuk pinjaman – artinya HUTANG! Ini jelas membebani APBN kita yang seharusnya berguna untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Oh ya, ada lagi yang perlu diingat bahwa apa yang disebut “Indonesia Japan Economic Partnership Agreement” / IJEPA yang diteken pada 2007 dinilai sejumlah anak bangsa sebagai bentuk penjajahan Jepang jilid-2, antara lain IJEPA merupakan sebuah bentuk strategi keamanan energi Jepang, terutama untuk gas alam dan batubara. Pengiriman gas ke Jepang bukannya tanpa risiko, karena kedaulatan dan ketahanan energi (energy security) Indonesia akan terancam, karena gas bukanlah energi terbarukan. Krisis energi yang saat ini tengah mengemuka dalam politik global hendaknya menjadi pelajaran bagi Indonesia untuk melakukan pengamanan pasokan energi di dalam negeri, untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga, pertanian dan industri dalam negeri secara berkelanjutan. Dengan demikian, JEPANG BELUM BERHENTI MELANJUTKAN PENJAJAHAN DI INDONESIA! Jangan sampai rakyat Indonesia hanya mengenal dan terpukau dengan Jepang sebagai penghasil barang murah, film kartun dan games!
Indra Ganie
24 Feb 2012Terkait dengan kejahatan perang Jepang di Indonesia, BIANG KERUWETAN INI ADALAH BELANDA! Belanda menyatakan perang dengan Jepang pada 08/12/1941 sebagai solidaritas dengan Persemakmuran Inggris dan Amerika Serikat, akibatnya rakyat di negeri ini – dikenal dengan istilah “Hindia Belanda” terkena “getahnya”. Jepang memiliki alasan untuk menyerbu dan merebut negeri ini. Sekutu – dikenal dengan American-British-Dutch-Australian Command (ABDACOM) – hanya bertahan 3 bulan. Negeri ini diserahkan begitu saja kepada Jepang (Kapitulasi Kalijati 1942) dan rakyat yang harus menanggung derita akibat pendudukan Jepang. INI KELAK MENIMBULKAN KERUWETAN TERKAIT DENGAN TUNTUTAN PAMPASAN PERANG ATAU PERTANGGUNG JAWABAN LAINNYA. Jepang berusaha mengelak dari kewajiban/ tanggung jawab tersebut karena ada dasarnya, bahwa JEPANG TIDAK PERNAH PERANG DENGAN INDONESIA SELAMA 1941-5 KARENA NEGARA INDONESIA BELUM ADA! Setahu saya, sempat ada sejumlah perang Indonesia-Jepang perioda 1945-6 antara lain di Semarang, Bandung, Surabaya dan lain-lain – terkait ambil alih kekuasaan sebelum Jepang menyerahkan negeri ini kepada Sekutu (termasuk Belanda). Maka, peluang menuntut tanggung jawab Jepang HANYA TERBATAS UNTUK PERIODA 1945-6 DAN BUKAN 1941-5. Apa yang terjadi pada perioda 1941-5 boleh dinilai sebagai tanggung jawab Belanda. Terkait dengan hal tersebut, JEPANG HARUS BERTANGGUNG JAWAB KEPADA BELANDA DAN BELANDA HARUS BERTANGGUNG JAWAB KEPADA INDONESIA. Karena ketika Belanda menyatakan perang kepada Jepang, rakyat negeri ini adalah WARGA NEGARA (HINDIA) BELANDA. Sejumlah perlawanan rakyat di negeri ini terjadi saat MEREKA BUKAN/BELUM MENJADI WARGA NEGARA INDONESIA.
Anonim
26 Apr 2020Keren blognya bro, tapi mau nambahin aja, alasan amerika meindungi mereka karena ini, jika raja jepang disebut sebagai kejahatan utama, bukti kuatnya kurang memadai, dimana setelah meiji, kekuatan absolut dikurangi lagi di zaman showa, kedua, alasan amerika mungkin bisa dibilang mengambil hati rakyat jepang, tapi yg lebih penting, karena jika raja dituntut, kejadiannya bakal sama dengan Kaiser jerman, ketika diperlakukan seperti penjahat, rakyatnya memberontak, terbrntuk republik, dan akhirnya ada yang balas dendam dari itu, kemudian terbentuklah HITLER baru, jerman hitler juga kan karena rakyat jerman terlalu ditekan oleh sekutu
admin
26 Apr 2020wah.. menarik!
Terima kasih bro
Mahrizal
23 Sep 2020sangat disayangkan pangeran asaka lolos dari hukuman
lihat film tentang nanking saja sudah ngeri